Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi yang Dulu, Bukanlah yang Sekarang

17 November 2020   09:34 Diperbarui: 17 November 2020   09:47 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya komunikasi politis Jokowi yang begitu memikat, bahkan sejak menjadi walikota Solo, membuat partai-partai politik tertarik untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi-JK, seperti; Golkar, PAN, dan PPP.

Sejak saat itu, politik indentitas di Indonesia cukup mencolok terlihat. Kubu nasionalis dan islamis yang pecah ketika Ahok dibui karena dianggap melecehkan Alquran. Sebagai pasangan sewaktu menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi mendapatkan imbas dari kekalahan Ahok melawan Anies Baswedan di Pilihan Gubernur 2017. 

Narasi identitas politik tidak bisa dihindarkan pada pilihan presiden 2019. Semangat untuk saling mengalahkan satu sama lain, membuat partisipasi masyarakat mengikuti pemilu cukup tinggi.

Politik Indonesia "periode Jokowi" setidaknya menjadi sejarah tentang kuatnya narasi politik media dalam mengangkat citra tokoh. Pengaruh Jokowi sebagai pemimpin yang ndeso sudah tidak begitu terlihat sejak terpilihnya kembali sebagai Presiden 2019-2024.

Jokowi Presiden Wong Cilik

Selama kampanye, masyarakat terpukau dengan program-program yang kelak akan dijalankan ketika memimpin Indonesia. Periode pertama, kebijakan populis tentang pembangunan infrastruktur cukup terasa sampai ke Papua. 

Penyetaraan pembangunan disertai pembangunan SDM kawasan terpencil membuat nama Jokowi tetap abadi sebagai presiden dengan kebijakan-kebijakan strategisnya.

Perbedaan nyata dalam kepemimpinan Jokowi dibanding presiden sebelumnya adalah kekuatan masa yang disaranai oleh media sosial. Iklim kebebasan bersuara menjadi terasa tidak jelas batas toleransinya. Setiap elemen masyarakat diberikan ruang-ruang berekspresi yang perlahan menurunkan kredibilitas Jokowi sebagai "pahlawan Indonesia".

Kekecewaan terhadap Jokowi yang dianggap periode kedua sebagai ajang "balas dendam" segala bentuk ambisi kekuasaan, dirasakan menyeluruh di Indonesia. Tidak ada lagi pencitraan seperti ketika menjabat Presiden RI 2014-2019. Papua yang sempat membanggakan pembangunan era Jokowi kembali bersuara merindukan kepemimpinan Gus Dur. Buruh yang dijanjikan kemakmuran ditampar dengan pengesahan RUU Cipta Kerja.

Anggapan buruh akan dijadikan babu di negeri sendiri karena RUU terkesan menguntungkan pengusaha. Jengkal demi jengkal wilayah akan dikuasai oleh investor. Kapitalisme modern malah yang diharapkan pemerintah menguasai Indonesia. Jokowi bukan lagi pahlawan wong cilik.

Komunikasi publik juga tidak begitu dipusingkan oleh Jokowi. Ketika di Solo dengan santun menemani PKL memindahkan dagangannya. Semenjak menjadi presiden, Jokowi jarang terlibat komunikasi terhadap demonstran. Jangankan berinteraksi, menemui pun enggan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun