Gagasan Omnibus Law ini muncul saat penatikan Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo tanggal 20 Oktober 2019. Pada bulan Januari 2020, pemerintah akhirnya mengajukan dua RUU Omnibus Law ke DPR RI, yakni Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Omnibus Law Pepajakan.
Saking banyaknya digital bullying (istilah pelaporan saudara-saudara relawan Jokowi kepada Najwa Shihab) kepada DPR RI, akhirnya mereka membuka mic suara pernyataan pembelaan di Instagram: @drp_ri. Minimal meluruskan persebaran hoax yang kadung getok tular antar kaum buruh di seluruh dunia.
Menariknya, bukan hanya buruh yang merasa tertindas, gerakan mahasiswa dari berbagai kampus hingga serikat buruh level internasional juga menyayangkan sikap Puan Maharani DPR RI dan Pemerintah. Seingat saya lembaga legislatif itu diciptakan untuk menjadi benteng dari kebijakan lembaga eksekutif, lha ini kok kompak amat seperti Tsubasa Ozora dan Taro Misaki.
Karena melalui media daring ratusan dampak buruk Omnibus Law sudah jelas di masyarakat, sekarang saya mau coba memberikan secerca harapan dari faedah adanya Omnibus Law versi klaim pemerintah.
- Jaminan Korban PHK. Program ini akan memberikan manfaat berupa pemberian insentif uang tunai dan program pelatihan kerja bagi para korban PHK.
- Sertifikasi Halal Gratis Buat UMKM. Bagi yang kurang percaya sama kerja kerasnya MUI mengurus kehalalan kulkas dan asbak rokok, pemeriksa sertifikasi halal juga dapat dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) Islam dan perguruan tinggi.
- Ruang kegiatan usaha lebih luas untuk dimasuki investasi dengan mengacu pada bidang usaha yang diprioritaskan pemerintah.
Paling utamanya adalah menjadikan Indonesia bak biduan dangdut bagi para penyawer (investor asing). Tak heran UU Cilaka begitu disambut sumringah oleh para pengusaha dalam dan luar negeri. Harapan mulianya baginda Joko Widodo tentu adalah mendapatkan investasi jangka panjang di bumi pertiwi. Dengan demikian akan mempercepat data pertumbuhan ekonomi. Minimal bisa mendapatkan penghargaan sebagai Bapak Ekonomi Indonesia.
Memang demikian seharusnya seorang pemimpin bangsa mendapatkan pujian di akhir karirnya. Kalau tengok ke belakang, sematan-sematan kepada presiden sebelumnya begitu melegenda sampai sekarang. Seperti Bapak Proklamator (Soekarno), Bapak Pembangunan (Soeharto), Bapak Teknologi (B.J. Habibie), Bapak Pluralisme (KH. Abdurrahman Wahid), Ibu Indosat (Megawati), Bapak Pertahanan (SBY), dan kemudian ada Joko Widodo yang digadang-gadang sebagai Bapak Infrastruktur Indonesia.
Infrastruktur umumnya merujuk kepada hal teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air bersih, bandara, kanal, waduk, tanggul, pengelolahan limbah, perlistrikan, telekomunikasi, pelabuhan secara fungsional, infrastruktur selain fasilitasi akan tetapi dapat pula mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat, distribusi aliran produksi barang dan jasa. Bukankah demikian sudah menjadi hak milik Bapak Pembangunan Indonesia?!
Makanya untuk memberikan citra baru di periode keduanya, Jokowi ancang-ancang untuk segera melegalkan RUU Cilaka. Biar cilaka buruhnya dan damai sentosa pengusahanya. Tak dapat dipungkiri jiwa pengusaha seorang presiden dalam memperkuat dominasinya di negeri Shankara ini.
Jika peningkatan pesat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, maka pantaslah Jokowi disematkan istilah Bapak Ekonomi Indonesia. Menyambut generasi emas yang digaung-gaungkan saat kampanye di tahun 2030 sebagai negara adi kuasa. Negara yang berdiri di kaki sendiri, negara yang gagah berdikari, negara dengan warga yang tak lelah bermimpi, oh.... negara imajinasi.
Tuhan memang maha membolak-balikkan keadaan. Mimpinya menjadi generasi emas, nyatanya malah menjadi generasi babu. Buruh-buruh semakin melimpah karena para investor menguasai lahan-lahan di Nusantara. Suatu saat mungkin warga Indonesia rela dibayar seadanya, asalkan bisa bertahan hidup. Sawah-sawah mereka digadaikan menjadi gedung-gedung, udara sejuk pedesaan digantikan dengan polusi asap pabrik, pohon rindang penuh dengan poster janji-janji sampah para politikus.
Bukankah demikian tujuan dari sistem di Indonesia? Mendirikan banyak sekolah dengan beraneka ragam kurikulum, mengajarkan tips dan trik menjadi buruh yang baik ketika kuliah (magang dan Pre Job Training), hingga pelatihan kerja. Semangat slogan Joko Widodo: Kerja, kerja, kerja - menjadi buruh!
Faedah lainnya adalah iklim politik di Indonesia. Sebelum dinahkodai sang Cucu Proklamator Kemerdekaan, DPR RI selalu tampil di depan untuk mengkritisi segala kebijakan pemerintah, entah itu baik atau buruk bagi rakyatnya. Sekarang seolah politikus kompak bersatu padu memundurkan negara.
Ah, jangan mudah berprasangka buruk. Mungkin maksud dari Omnibulshit ini adalah agar setiap warga negara Indonesia itu menjadi pengusaha, tidak ada yang menjadi buruh. Biar semua rakyatnya kaya dan sejahtera.
"Anak-anak, apa itu demokrasi?" tanya Ibu guru kepada murid-muridnya.
"Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari DPR, oleh DPR, dan untuk DPR, bu"
Joko Yuliyanto
Penggagas Komunitas Seniman NU. Penulis Buku dan Naskah Drama. Aktif menulis opini di media daring.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H