Sebelumnya mohon maaf, mungkin tulisan berikut agak nglantur tidak ilmiah karena memang lagi banyak pikiran dan capek (kurang tidur). baiklah, disini saya akan menulis mengenai kegiatan sinau bareng bersama Cak Nun dan Kyai Kanjeng di Srago Cilik, Gumulan, Klaten Tengah, Klaten malam tadi (24/4). pengajian dimulai jam 8 malam yang diisi dzikir tahilil dari jamaah yang berasal dari Gumulan (maaf saya tidak tahu namanya karena memang datang terlambat). sekitar jam setengah 9 dzikir berakhir, kemudian diisi beberapa nomor lagu dari kyai kanjeng.
Jam 9 Emha Ainun Najib, atau yang kerap disapa cak nun, naik panggung bersama Kyai Muzammil, jajaran muspika klaten, danramil, polsek dan kepala desa serta beberapa panitia penyelenggara. Tidak seperti biasanya, sebelum memulai pembahasan Cak Nun memulai dengan bacaan Al-Fatihah, An-Nas, Al-Falaq dan Al-Ikhlas yang dimaksudkan agar terhindar dari macam bala dan menambah ketauhidan kepada Allah SWT.
Pengajian kali ini dilaksanakan sebagai wadah toleransi dalam beragama sesama muslim yang terjadi perdebatan di desa Gumulan. Dan cak Nun dilihat sebagai sosok yang tepat dihadirkan karena memang kemampuan beliau menyelasaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Sebelum masuk kepembahasan tentang bagaimana hukum islam (fiqih), cak Nun menjabarkan 3 perkara yang dialami manusia di dunia.
Keinginan, yang berasal dari hati.
Kebutuhan, yang berasal dari pikiran.
Kenyataan, ketentuan dari Allah SWT
Saya kira tidak perlu saya jelaskan panjang lebar, karena sudah jelas setiap manusia mengalami 3 hal tersebut. Yang menjadi pesan adalah bagaimana kita berikhtiar dan bersyukur terhadap apapun yang telah diberikan Allah kepada kita semua.
Untuk melihat sudut pandang yang berbeda, Cak Nun mengundang 3 orang yang berbeda generasi, yakni pemuda 17 tahun, bapak 37 tahun dan bapak 49 tahun. Mereka berbicara mengenai 3 perkara diatas. Dan hasilnya memang berbeda bahwa semakin tua maka semakin dewasa pemikirannya dalam menjalani kehidupan. Atau istilah jawa menep ati.
Saat ini manusia terpenjara dalam paradigma hitam dan putih, benar dan salah. Seharusnya manusia harus bisa berfikir luas dalam memandang sesuatu, tidak sempit dengan membenarkan mutlak seseorang. Empan papan,manusia harus bisa menempatkan diri dari berbagai posisi dan mempunyai pedoman dalam berperilaku. Semua informasi harus diolah terlebih dahulu, tidak menyimpulkan secara tergesa-gesa.
Pemuda zaman sekarang serba instan menerima informasi termasuk masalah agama. Hal ini yang membuat banyak perselisihan antar kalangan dan generasai mengenai sudut pandang dalam beragama. Setelah membuka pemikiran jamaah, cak Nun meminta 2 nomor lagu (bambang wetan dan cinta bersabarlah dari letto) sebelum pembahasan inti.
Selanjutnya kyai muzamil, menjelaskan mengenai hukum fiqih. Beliau menjelaskan ada beberapa persepsi yang salah mengenai sunah dan bid’ah. Dalam perbedaan kita harus melihat secara syariat dan budaya. Misal hobi, tidak semua harus sama dengan rosulullah. Misal nabi suka warna hijau tua dan putih bukan lantas kita dituntut untuk menyukai warna tersebut karena takdir setiap manusia berbeda. Kemudian Nabi suka memakai jubah, ya memang karena beliau hidup di jazirah arab. Bukan lantas kita dituntut berpakaian seperti orang arab karena memang keadaan geografis dan budaya kita berbeda. Namun dalam kaidah syariat tetap wajib dilakukan seperti menutup aurat, apapun pakaian tidak dipermasalahkan.
Masyarakat jawa mempunyai budaya tersendiri melihat agama yang rohmatan lil ‘alamin. Kalau toh ingin meniru nabi secara keseluruhan itu baik, namun jika tidak meniru selama tidak melanggar ibadah mahdhoh pun tidak dosa. Sehingga dalam melihat rosulullah sebagai pemimpin umat islam ada yang waijb, sunnah, bid’ah, dan mubah. Sebagai muslimin yang cerdas dan berpengetahuan harus bisa membedakan hukum tersebut.
Cak Nun didebat
Ini mungkin kejadian yang paling aneh selama saya mengikuti berbagai pengajian. Dimana ketika ulama menjelaskan kajian kemudian disahut (dipotong) untuk diajak berdebat oleh pemuda yang saya lupa namanya, dan males juga untuk menghafal namanya. Dia langsung mengajak berdebat (maaf saya menyebutnya debat meski sang pemuda mengatakan hanya diskusi). dia bertutur mengenai pandangannya tentang larangan tahlil, yasin, dzikir dikeraskan dan sholawat. Seingat saya dia menyampaikan berdasar landasan Al-Qur’an surat al Hajj sama al Baqarah. Kemudian hadist nabi yang saya lupa artinya. Oiya, sang pemuda yang sok keminterini juga tidak membaca ayat serta hadist secara bahasa asli, hanya terjemahan. Ya. Mungkin menurut saya mushaf dia tidak ada tulisan arabnya atau sekedar membaca hadist di internet yang dijadikan alat untuk mendebat.
Perdebatan sangat seru, emm... bukan seru sih tapi sedikit bikin emosi, karena setiap kyai muzammil dan cak nun ingin menjelaskan selalu dibantah mbulet-mbuletberdasar dua ayat dan satu atau dua hadist nabi. Mungkin saking emosinya cak Nun yang setiap mau dijelaskan selalu dibantah, cak Nun langsung berkata kepada para jamaah. “Yowes yen ngono. Kowe kabeh (menunujuk seluruh jamaah) karo aku mlebu neroko. Kowe (menujuk pemuda ahli surga) mlebu surgo dhewe”. seketika pemuda cengar-cengirtidak bisa membantah lagi.
Setelah itu cak nun mengapresiasi tentang kegigihan pemuda tersebut untuk menjaga pagar (hukum syariat) yang dipahami. Namun bukan lantas mengatakan kegiatan muslim lainnya adalah kategori kesesatan (bid’ah). namun masih juga dibantah dengan dalil yang seolah ingin menyadarkan seluruh jamaah bahwa kegiatan tahlil, yasin, kenduren dan semacamnya adalah bid’ah dholalah. Melihat kondisi yang serba runyam cak Nun akhirnya meminta kyai kanjeng untuk membawakan lagu sekaligus mencairkan susana ketegangan.
Diiringi sorakan seluruh jamaah, pemuda tersebut keluar panggung didampingi polres dan danramil karena ada beberapa orang yang ingin menyerbu. Oiya sekedar saran kalau nanti kegiatan semalam ramai di youtube (soalnya saya melihat banyak yang merekam kejadian tersebut) jangan ditonon jika hanya potongan ya. Jadi kalau bisa full video atau tepatnya setelah kyai kanjeng membawakan lagu. Sesi terakhir menjawab semua pertanyaan dan bantahan dari pemuda tersebut. Baik secara hadist qudsi, shoheh dan logika. Takutnya nanti pada salah tafsir bahwa terkesan cak Nun kalah dalam berdebat. Maaf, bukan kalah tapi cak Nun sebenarnya memang tidak suka berdebat apalagi mengetahui kondisi yang ditayangkan televisi dan ribuan jamaah. Tidak elok dan kondisi “sakit jiwa” si pemuda yang tidak mau kalah dan ngeyel terus nganti gumoh.Yang saya heran itu, si pemuda kok gak ngaca dulu sebelum berargumen sedemikan dangkal. Kalau kyai saya mengatakan ngaji lagi wingi sore kok wes dho sok dadi ulama.Yang dipotong pembicaraannya itu adalah ketua batsul masail provinsi Yogyakarta yang menangani ushul fiqih di Indonesia. Hafidz Al-Qur’an dan cak Nun (astaghfirullah....). sudahlah daripada tambah nglantur.
Sesi terakhir sebelum kya Muzamil menjawab secara hukum berdasar hadis dan ayat Allah yang begitu banyak mengenai pertanyaan pemuda tadi. Cak Nun menjelaskan lagi mengenai tingkatan dalam beragama. Bahwa diatas hukum (syariat) ada yang namanya akhlaq dan diatasnya lagi ada taqwa. Beliau mengkisahkan seorang kyai yang terlambat akan habis waktu sholat karena sedang bertani segera berlari mengambil air wudhu. Namun sebelum berwudhu ia melihat ada banyak semut didalam embernya. Kemudian diambilnya satu-satu semut tersebut karena jika dipaksakan untuk berwudhu, semut tersebut akan mati. Dan ketika hanpir selesai mengambil semut terdengar adzan yang menandakan kalau kyai tersebut meninggalkan sholat.
Kasus lain adalah analogi ketika kita akan melaksanakan sholat jum’at. Dan sudah terdengar khotbah kedua. Kemudaian didepan kita melihat seorang anak ditabrak mobil hingga terkapar dan berlumur darah. Apa yang sepantasnya dilakukan? Berlari ke masjid menunaikan sholat jum’at atau membantu anak kecil yang disitu hanya ada kita? Dan semua sepakat untuk menolog anak kecil tersebut. Dan disitulah akhlak berderajat tinggi di mata Allah. Kalau memang meninggalkan sholat pada kejadian tersebut berdosa, mbok ya kita rela mengorbankan diri untuk berdosa dari pada melihat sesama mengalami bencana.
Beberapa tanggapan kyai Muzammil tentang muamalah dapat dilihat dari berbagai pengajian cak Nun, soalnya saya lupa mencatat beberapa hukum yang disampaikan. Yang saya ingat adalah bantahan mengenai do’a sebagai ibadah mahdhoh. Menurut kyai Muzammil maksud ibadah mahdhoh adalah dalam tujuan kita kepada siapa berdo’a, yakni Allah SWT. Untuk tata cara, tidak ada hadist yang mengatakan pelarangan berdzikir. Jadi ada tradisi muslim yang memang tidak dicontohkan rosulullah namun juga tidak dilarang. Bukan lantas semua kegiatan muamalah yang tidak sesuai rosulullah itu bid’ah dholalah. Bid’ah sendiri juga terdiri dari beberapa kelompok, ada bid’ah dholalah, ada bid’ah hasanah dsb. Kecuali memang ibadah mahdhoh (rukun islam) yang memang harus sama dengan rasulullah.
Penutup cak nun mengucapkan permohonan maaf kepada panitia, para pejabat dan seluruh jamaah atas apa yang telah terjadi. Tak lupa beliau juga mendo’akan pemuda tersebut agar diberi kemudahan sehingga semuanya bisa diampuni Allah dan dimasukan kedalam suga-Nya. Ditutup dengan sholawat dan lantunan do’a luar biasa khusuk pada acara semalam yang berakhir jam 1 malam. Dan setelah berakhirnya do’a jamaah antri untuk bersalaman dengan cak Nun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H