Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Cak Nun dan Kyai Kanjeng Didebat di Gumulan Klaten

22 April 2017   09:36 Diperbarui: 24 April 2017   00:00 54308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masyarakat jawa mempunyai budaya tersendiri melihat agama yang rohmatan lil ‘alamin. Kalau toh ingin meniru nabi secara keseluruhan itu baik, namun jika tidak meniru selama tidak melanggar ibadah mahdhoh pun tidak dosa. Sehingga dalam melihat rosulullah sebagai pemimpin umat islam ada yang waijb, sunnah, bid’ah, dan mubah. Sebagai muslimin yang cerdas dan berpengetahuan harus bisa membedakan hukum tersebut.

Cak Nun didebat

Ini mungkin kejadian yang paling aneh selama saya mengikuti berbagai pengajian. Dimana ketika ulama menjelaskan kajian kemudian disahut (dipotong) untuk diajak berdebat oleh pemuda yang saya lupa namanya, dan males juga untuk menghafal namanya. Dia langsung mengajak berdebat (maaf saya menyebutnya debat meski sang pemuda mengatakan hanya diskusi). dia bertutur mengenai pandangannya tentang larangan tahlil, yasin, dzikir dikeraskan dan sholawat. Seingat saya dia menyampaikan berdasar landasan Al-Qur’an surat al Hajj sama al Baqarah. Kemudian hadist nabi yang saya lupa artinya. Oiya, sang pemuda yang sok keminterini juga tidak membaca ayat serta hadist secara bahasa asli, hanya terjemahan. Ya. Mungkin menurut saya mushaf dia tidak ada tulisan arabnya atau sekedar membaca hadist di internet yang dijadikan alat untuk mendebat.

Perdebatan sangat seru, emm... bukan seru sih tapi sedikit bikin emosi, karena setiap kyai muzammil dan cak nun ingin menjelaskan selalu dibantah mbulet-mbuletberdasar dua ayat dan satu atau dua hadist nabi. Mungkin saking emosinya cak Nun yang setiap mau dijelaskan selalu dibantah, cak Nun langsung berkata kepada para jamaah. “Yowes yen ngono. Kowe kabeh (menunujuk seluruh jamaah) karo aku mlebu neroko. Kowe (menujuk pemuda ahli surga) mlebu surgo dhewe”. seketika pemuda cengar-cengirtidak bisa membantah lagi.

Setelah itu cak nun mengapresiasi tentang kegigihan pemuda tersebut untuk menjaga pagar (hukum syariat) yang dipahami. Namun bukan lantas mengatakan kegiatan muslim lainnya adalah kategori kesesatan (bid’ah). namun masih juga dibantah dengan dalil yang seolah ingin menyadarkan seluruh jamaah bahwa kegiatan tahlil, yasin, kenduren dan semacamnya adalah bid’ah dholalah. Melihat kondisi yang serba runyam cak Nun akhirnya meminta kyai kanjeng untuk membawakan lagu sekaligus mencairkan susana ketegangan.

Diiringi sorakan seluruh jamaah, pemuda tersebut keluar panggung didampingi polres dan danramil karena ada beberapa orang yang ingin menyerbu. Oiya sekedar saran kalau nanti kegiatan semalam ramai di youtube (soalnya saya melihat banyak yang merekam kejadian tersebut) jangan ditonon jika hanya potongan ya. Jadi kalau bisa full video atau tepatnya setelah kyai kanjeng membawakan lagu. Sesi terakhir menjawab semua pertanyaan dan bantahan dari pemuda tersebut. Baik secara hadist qudsi, shoheh dan logika. Takutnya nanti pada salah tafsir bahwa terkesan cak Nun kalah dalam berdebat. Maaf, bukan kalah tapi cak Nun sebenarnya memang tidak suka berdebat apalagi mengetahui kondisi yang ditayangkan televisi dan ribuan jamaah. Tidak elok dan kondisi “sakit jiwa” si pemuda yang tidak mau kalah dan ngeyel terus nganti gumoh.Yang saya heran itu, si pemuda kok gak ngaca dulu sebelum berargumen sedemikan dangkal. Kalau kyai saya mengatakan ngaji lagi wingi sore kok wes dho sok dadi ulama.Yang dipotong pembicaraannya itu adalah ketua batsul masail provinsi Yogyakarta yang menangani ushul fiqih di Indonesia. Hafidz Al-Qur’an dan cak Nun (astaghfirullah....). sudahlah daripada tambah nglantur.

Sesi terakhir sebelum kya Muzamil menjawab secara hukum berdasar hadis dan ayat Allah yang begitu banyak mengenai pertanyaan pemuda tadi. Cak Nun menjelaskan lagi mengenai tingkatan dalam beragama. Bahwa diatas hukum (syariat) ada yang namanya akhlaq dan diatasnya lagi ada taqwa. Beliau mengkisahkan seorang kyai yang terlambat akan habis waktu sholat karena sedang bertani segera berlari mengambil air wudhu. Namun sebelum berwudhu ia melihat ada banyak semut didalam embernya. Kemudian diambilnya satu-satu semut tersebut karena jika dipaksakan untuk berwudhu, semut tersebut akan mati. Dan ketika hanpir selesai mengambil semut terdengar adzan yang menandakan kalau kyai tersebut meninggalkan sholat.

Kasus lain adalah analogi ketika kita akan melaksanakan sholat jum’at. Dan sudah terdengar khotbah kedua. Kemudaian didepan kita melihat seorang anak ditabrak mobil hingga terkapar dan berlumur darah. Apa yang sepantasnya dilakukan? Berlari ke masjid menunaikan sholat jum’at atau membantu anak kecil yang disitu hanya ada kita? Dan semua sepakat untuk menolog anak kecil tersebut. Dan disitulah akhlak berderajat tinggi di mata Allah. Kalau memang meninggalkan sholat pada kejadian tersebut berdosa, mbok ya kita rela mengorbankan diri untuk berdosa dari pada melihat sesama mengalami bencana.

Beberapa tanggapan kyai Muzammil tentang muamalah dapat dilihat dari berbagai pengajian cak Nun, soalnya saya lupa mencatat beberapa hukum yang disampaikan. Yang saya ingat adalah bantahan mengenai do’a sebagai ibadah mahdhoh. Menurut kyai Muzammil maksud ibadah mahdhoh adalah dalam tujuan kita kepada siapa berdo’a, yakni Allah SWT. Untuk tata cara, tidak ada hadist yang mengatakan pelarangan berdzikir. Jadi ada tradisi muslim yang memang tidak dicontohkan rosulullah namun juga tidak dilarang. Bukan lantas semua kegiatan muamalah yang tidak sesuai rosulullah itu bid’ah dholalah. Bid’ah sendiri juga terdiri dari beberapa kelompok, ada bid’ah dholalah, ada bid’ah hasanah dsb. Kecuali memang ibadah mahdhoh (rukun islam) yang memang harus sama dengan rasulullah.

Penutup cak nun mengucapkan permohonan maaf kepada panitia, para pejabat dan seluruh jamaah atas apa yang telah terjadi. Tak lupa beliau juga mendo’akan pemuda tersebut agar diberi kemudahan sehingga semuanya bisa diampuni Allah dan dimasukan kedalam suga-Nya. Ditutup dengan sholawat dan lantunan do’a luar biasa khusuk pada acara semalam yang berakhir jam 1 malam. Dan setelah berakhirnya do’a jamaah antri untuk bersalaman dengan cak Nun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun