Ada lagi pertanyaannya, “Jangan salah, bukankah Presiden AS tidak bekerja sendirian?”, namun dibelakangnya ada banyak orang hebat dan mantan-mantan presiden dari PD.
Meminjam ucapan Eleanor Roosevelt, “Tidak ada yang bisa menyakiti kita tanpa persetujuan kita.” Ini bukan sekadar, bagaimana menjalankan roda pemerintah AS, tapi siapa yang bertanggungjawab atas keputusan-keputusan itu. Kendatipun banyak pemikiran-pemikiran hebat yang disumbangkan oleh orang lain, namun siapa yang menghimpun dan menyimpulkan menjadi keputusan terbaik adalah jauh lebih penting.
Terlepas dari kekeliruan strategi PD mengajukan capres, kandidat lain, Donald Trump, sebenarnya maju bukan dengan tanpa cela. Bahkan saat dirinya diajukan menjadi capres, pribadinya dipenuhi dengan berbagai kontroversi. Kebijakan yang diajukannya yang bersifat anti Islam, kepribadiannya yang glamour serta kabar-kabar kehidupannya yang dikelilingi dengan banyak wanita, seolah mengundang kerut dahi, “Bukankan sejauh ini AS adalah negara yang sangat selektif dalam memilih Presiden?” Bahkan sedikit saja skandal sex saat Bill Clinton menjabat sebagai presiden, parlemen dan rakyat AS bereaksi keras bahwa ini sangat tidak diinginkan terjadi pada orang nomor 1 di AS.
Kendatipun sikapnya yang kontroversi, namun pribadi Trump adalah gambaran tentang masyarakat AS saat ini pada umumnya. Pebisnis atau kapitalis sejati, kehidupannya liberal, hedonis dan dipenuhi kesenangan, menyukai dominasi serta ingin mengontrol dunia dengan tangannya. Semua itu ada di dalam diri Trump. Kendatipun penuh bayang-bayang kontroversi dan kekhawatiran dimusuhi banyak negara, kuatnya karakter dan percaya diri serta bukti-bukti keberhasilan bisnisnya di negara-negara Islam seolah menampilkan Trump sebagai seorang yang mumpuni memimpin AS sekaligus menahkodai dominasi AS di dunia.
Lagi-lagi kami menarik benang merah, Trump memang mengagumkan, namun ia terpilih bukan serta merta karena kehebatannya, namun lebih disebabkan PD yang tidak memunculkan calon yang lebih baik dari Barack Obama.
Apa korelasinya dengan Ahok?
Ahok maju sebagai Cagub dengan predikat Petahana. Kendatipun ia dihadapkan dengan cagub lain yang punya nama besar seperti Anies Baswedan, namun ia tidak mudah untuk dikesampingkan.
Ini mungkin berbeda jika Anies maju sebagai Cagub pada pilkada periode sebelumnya, karena saat itu ia bak Mutiara terpendam yang tersimpan rapi dengan talenta yang cemerlang. Amanah penting yang diberikan saat menengahi kasus Kriminalisasi KPK di masa pemerintahan Presiden SBY diyakini semakin mengasah kematangannya untuk menjadi kandidat pemimpin RI di masa mendatang.
Anies kali ini maju setelah ia purna di tengah jalan sebagai Menteri di kabinet Jokowi-JK. Meskipun banyak yang bertanya-tanya, “Kenapa Anies di resuffle?” Namun sulit bagi kita menilai secara pasti, ada apa gerangan di sana? Kita tidak meragukan kemampuannya memimpin. Bahkan seandainya ia diberi amanah yang lebih besar sekalipun kita yakin ia punya kemampuan. Kita hanya bisa meraba-raba, bisa jadi adanya ketidaksesuaian antar expektasi yang diharapkan oleh Jokowi dengan yang telah ia persembahkan. Tidak ada yang perlu dikonfirmasi dari kasus ini, masyarakat berhak menilai sendiri, “Ada apa dengan Anies?”
Kali ini memang Anies menjadi penantang kuat karena berpasangan dengan Sandiaga Uno. Sosok muda yang digadang-gadang bertalenta cemerlang. Sandi sebenarnya muncul sebagai sosok yang memberi penyegaran di kancah politik tanah air, karena keberhasilan-keberhasilannya menahkodai perusahaan yang dibangun dari masa-masa krisis. Bukti yang ia tunjukkan tidak diragukan lagi dengan tercatatnya ia sebagai salah satu dari sekian orang terkaya di tanah air. Bisa jadi pemilukada kali ini menjadi debut, ajang pembelajaran sekaligus pembuktian baginya untuk berkancah di dunia politik.
Pasangan calon lainnya adalah Agus dan Sylvi, yang cakupannya lebih regional. Tidak perlu disembunyikan jika nama Agus (AHY) terangkat karena kebesaran nama Presiden RI ke-6 Pak SBY. Melihat AHY dan SBY sebenarnya mengingatkan kita kepada George Bush dan putranya George W. Bush yang keduanya pernah menjadi Presiden AS. Walker Bush terpilih sebagai Presiden AS setelah sebelumnya menjabat sebagai Gubernur/Senator Texas. Hal ini mungkin menginspirasi Partai Demokrat di tanah air untuk mengulangi keberhasilan keluarga Bush di AS.