Mohon tunggu...
Joko Sumarsono
Joko Sumarsono Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

Coba belajar menulis. Sebuah cita-cita lama yang baru coba diwujudkan.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Adipati Karna, Seorang Pahlawan atau Pengkhianat?

17 Juli 2022   00:18 Diperbarui: 19 Juli 2022   16:51 18313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arjuna segera mengejar orang tersebut, yaitu Surya Putra. Ketika keduanya bertemu, ternyata Surya Putra tidak mau menyerahkan senjata Kunta kepada Arjuna. Akhirnya terjadi peperangan antar keduanya untuk memperebutkan senjata Kunta. Pada akhirnya, Arjuna hanya berhasil merebut warangka (sarung) dari senjata Kunta, sedangkan senjata Kunta berhasil dibawa kabur oleh Surya Putra. Konon warangka senjata Kunta tersebut digunakan untuk memotong tali pusat jabang Tetuka (nama kecil Gatutkaca), yaitu putra Bima/Werkudara dengan Dewi Arimbi. Setelah tali pusat terpotong, warangka tersebut ikut masuk ke dalam pusat Tetuka. Dengan keberadaan warangka senjata Kunta di pusat Tetuka, maka itu menjadi titik kelemahan Tetuka/Gatutkaca. Gatutkaca yang badannya tidak mempan oleh senjata apapun, kelak di perang Baratayuda akan tewas terkena senjata Kunta milik Karna (Surya Putra), di mana saat itu senjata Kunta mencari warangka (sarung)nya.

Beberapa saat sebelum terjadi perang Baratayuda, Prabu Kresna pernah menemui Karna, untuk merayunya agar meninggalkan pihak Kurawa dan bergabung dengan saudara-saudaranya para Pandawa. Hal tersebut tidak terlepas dari permintaan Dewi Kunti, Ibu kandung Karna dan Pandawa. Dewi Kunti tidak ingin melihat anak-anak saling berperang dan saling bunuh di perang Baratayuda. Namun permintaan itu ditolak oleh Karna, Karna beralasan sebagai kesatria, dia tidak ingin menjadi seorang pengkhianat. Selama ini Karna merasa telah menjadi bagian dari pihak Kurawa, hidup dan dimuliakan oleh Kurawa dan Negara Astina, maka tidak mungkin baginya untuk bergabung dengan para Pandawa untuk melawan Kurawa.

Jawaban tersebut belum bisa memuaskan Prabu Kresna, kemudian Prabu Kresna bertanya, jika Karna beralasan tidak mau meninggalkan jiwa kesatria dan menjadi pengkhianat dengan bergabung dengan Pandawa untuk melawan Kurawa, apakah tindakan Karna yang karena telah diberikan kemuliaan oleh para Kurawa, kemudian membela Kurawa yang penuh perilaku angkara murka dan melawan saudaranya sendiri para Pandawa, apakah itu akan dapat disebut sikap kesatria dan bukan perilaku pengkhianat?

Mendengar pertanyaan itu, Karna menjawab, bahwa perang Baratayuda adalah perang yang telah ditetapkan oleh para dewa. Perang tersebut akan menjadi sarana bagi kebaikan dan kebenaran untuk mengalahkan kejahatan dan angkara murka. Jika Karna berpaling dari pihak Kurawa dan bergabung dengan pihak Pandawa, maka perang itu bisa saja urung terjadi. Jika perang Baratayuda urung terjadi, kapan lagi kebaikan dan kebenaran akan mengalahkan kejahatan dan angkara murka? Meskipun pada perang Baratayuda nanti Karna berperang di pihak Kurawa, sebenarnya Karna tidak membela Kurawa dan segala perilaku angkara murkanya, namun Karna hanya ingin bisa menjadi bagian dari sarana kebaikan dan kebenaran untuk mengalahkan kejahatan dan angkara murka. Mendengar jawaban tersebut, Prabu Kresna merasa puas dan tidak lagi berusaha membujuk Karna untuk bergabung ke pihak Pandawa.

Dalam perang Baratayuda, ketika Karna maju sebagai senopati (panglima) pihak Kurawa, maka lawannya adalah Arjuna. Keduanya berperang dengan mengendarai kereta, Karna dikusiri oleh Prabu Salya (mertuanya sendiri), sedangkan Arjuna dikusiri oleh Prabu Kresna. Keduanya memiliki kemampuan dan kesaktian yang seimbang, sehingga pertempuran saat itu bagaikan pengulangan kejadian di pendadaran siswa Sokalima.

Prabu Salya dalam mengusiri kereta Karna dengan setengah hati, karena sebenarnya hati condong ke pihak Pandawa. Meskipun Prabu Duryudana dan Karna adalah menantunya, namun keberadaannya di pihak Kurawa saat itu bukan karena dari keinginannya sendiri, tapi karena dijebak oleh Kurawa. Karena tidak sepenuh hati mengusiri Karna, maka pada saat Karna sedang membidikkan panahnya ke Arjuna, Prabu Salya berusaha mengganggu konsentrasi Karna, tepat pada saat anak panah dilepas oleh Karna, kuda dihentakkan sehingga kereta goyang dan anak panah terlepas tidak sempurna. Pada saat yang sama, Prabu Kresna yang melihat bahwa Karna membidikan anak panah ke Arjuna, maka pada saat anak panah terlapas dari busurnya, dengan kesaktiannya, Prabu Kresna menekan kereta kudanya, sehingga secara ajaib roda kereta melesak satu jengkal ke tanah. Akibat goyangan kereta yang dikusiri Prabu Salya dan kereta Arjuna yang rodanya melesak ke tanah, maka bidikan panah Karna yang ditujukan ke leher Arjuna, meleset dan hanya mengenai ikat rambut Arjuna, sehingga rambutnya jatuh terurai.

Setelah kejadian itu, Prabu Kresna segera memerintahkan Arjuna untuk membalas melepaskan anak panah ke arah Karna. Arjuna membidik Karna dengan anak panah yang bernama Pasupati. Ujung anak panah ini berbentuk bulan sabit. Dengan kesaktian dan ketrampilannya memanah, bidikan panah Arjuna tepat mengenai leher Karna, sehingga Karna gugur pada saat itu juga.

Itulah akhir kisah hidup Karna yang penuh kontroversi. Terlahir tanpa diharapkan, masih bayi dihanyutkan ke sungai, diangkat anak oleh kusir kereta, ditolak belajar di padepokan para kesatria, gugur di pertempuran karena "dicurangi" mertuanya sendiri. Akhirnya, gelar Pahlawan ataupun Pengkhianat yang akan disematkan pada diri seorang Karna selamanya akan menjadi perdebatan. Karena itu semua kembali kepada sudut pandang masing-masing orang. Sama halnya seseorangan akan disebut sebagai pemberontak atau pahlawan, itu tergantung sudut pandang penyebutnya. Bagi Bangsa Indonesia, Pangeran Diponegoro adalah Pahlawan, tapi bagi penjajah, Pangeran Diponegoro adalah pemberontak. Ingat, sejarah ditulis oleh para pemenang. "Salam Budaya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun