Mohon tunggu...
Joko_Siswanto
Joko_Siswanto Mohon Tunggu... -

tak ada kata terlambat untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Menyongsong Integrasi Asuransi ASEAN

4 Oktober 2016   08:54 Diperbarui: 4 Oktober 2016   09:25 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam pidato kuncinya pada Indonesian Young Leaders Forum II 2013 yang diselenggarakan oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Jakarta minggu lalu, Presiden SBY mengingatkan kembali pentingnya bersiap diri menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Peningkatan daya saing menjadi faktor kunci dalam memenangi persaingan MEA yang akan terbentuk kurang dari dua tahun lagi.

Kompleksitas isu di tiap sektor ekonomi dan tenggat waktu yang ketat untuk mencapai target-target yang ditetapkan dalam cetak biru MEA menjadi tantangan tersendiri untuk dikelola. Sebuah komite nasional MEA yang akan segera dibentuk – meski agak terlambat – sangat mendesak untuk segera bekerja. Tugas pokoknya melakukan koordinasi lintas sektor dan antar pemangku kepentingan, sesuatu yang 'mahal' di negeri ini.

Koordinasi mutlak diperlukan mengingat setiap sektor ekonomi memiliki forumnya sendiri dengan pemangku kepentingan yang berbeda. Pada agenda besar pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, misalnya, isu yang dibahas meliputi bagaimana agar lalu lintas perdagangan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja dapat bergerak bebas antar negara. Kelima isu tersebut dibahas oleh kelompok kerja (working group) yang berbeda dan melibatkan regulator yang beraneka rupa. Tentu tak ketinggalan peran serta pelaku usaha, akademisi dan masyarakat luas yang peduli akan dampak dari terbentuknya MEA.

Meskipun dibahas terpisah, pada hakekatnya kelima elemen tersebut saling terkait satu sama lain. Ekspor suatu komoditas, misalnya, pasti juga melibatkan peran sektor jasa seperti transportasi, logistik, telekomunikasi, dan keuangan. Kegiatan ekspor juga erat kaitannya dengan investasi yang melibatkan pula lalu lintas uang dan modal antar negara. Kegiatan ekspor pun pasti memerlukan sejumlah tenaga kerja terampil dan produktif dalam proses produksinya. 

Ilustrasi tadi menggambarkan betapa tali temali pembentukan pasar tunggal dan basis produksi ASEAN memiliki simpul satu sama lain. Diskusi mengenai MEA harus diletakkan dalam kerangka berpikir integratif sebab MEA dibentuk dengan keinginan menjadi kawasan ekonomi yang menyatu dengan segenap sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian ASEAN dapat tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang diperhitungkan di tingkat global.

Sebagai kawasan ekonomi yang terintegrasi tentunya peran sektor keuangan dalam MEA memegang peranan sangat penting. Tak hanya memiliki fungsi strategis dalam kegiatan intermediasi, sektor keuangan juga sangat berperan dalam menciptakan dan menjaga kestabilan ekonomi di kawasan. Kondisi ekonomi dan keuangan yang stabil akan memberikan kepastian dan rasa aman dalam berusaha.

Karena perannya yang sangat strategis itulah maka sektor keuangan pun perlu terintegrasi di kawasan. Inisiatif untuk menyatukan sektor keuangan ASEAN sesungguhnya bukanlah ide yang baru. Di bawah forum para menteri keuangan ASEAN pada tahun 2003 diluncurkan Peta Jalan Integrasi Moneter dan Keuangan ASEAN (RIA-Fin). Penjabarannya melalui pengembangan pasar modal, liberalisasi jasa keuangan dan neraca modal, dan kerjasama mata uang ASEAN.

Namun dalam perkembangannya integrasi keuangan dirasakan berjalan sangat lamban, bahkan diskusi kerjasama mata uang tidak berlanjut. Salah satu sebabnya adalah ketidakjelasan arah penyatuan moneter dan keuangan itu sendiri. Baru kemudian ketika pembahasan tentang pembentukan MEA mulai digulirkan dan terasa lebih konkrit dengan diterbitkannya Cetak Biru MEA pada tahun 2007 oleh seluruh pemimpin ASEAN, diskusi tentang integrasi keuangan kembali mengemuka.

Perlahan tapi pasti diskusi tentang integrasi sektor keuangan ASEAN mulai menunjukkan pola dan bentuknya ketika seluruh gubernur bank sentral ASEAN bertemu pada tahun 2011 di Bali. Mereka meluncurkan Kerangka Kerja Integrasi Keuangan ASEAN (AFIF), dengan agenda prioritas integrasi pada sub sektor perbankan karena perannya yang paling dominan di seluruh anggota ASEAN. Seiring dengan itu dilakukan pula diskusi tentang kebebasan lalu lintas modal dan penyatuan sistem pembayaran sebagai pendukung integrasi keuangan.

Sejak saat itu dimulailah babak baru upaya penyatuan sektor keuangan di ASEAN dengan membentuk panitia pengarah yang dipimpin oleh pejabat setingkat deputi gubernur. Di level teknis dibentuk gugus tugas yang saat ini dipimpin bersama (co-chair) oleh Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia.

Bersamaan dengan itu diskusi penyatuan dan pengembangan pasar modal pun dilakukan pada forum terpisah, yang diikuti oleh seluruh otoritas pasar modal di ASEAN (ACMF). Belakangan (awal 2013) mulai dibahas integrasi asuransi ASEAN di bawah kolaborasi antara Panitia Kerja Liberalisasi Jasa Keuangan (WC-FSL) dan Regulator Asuransi ASEAN (AIRM). Dengan demikian, tiga pilar utama sektor keuangan ASEAN (perbankan, pasar modal dan asuransi) praktis secara paralel mulai bergerak ke arah integrasi. Sektor keuangan yang terintegrasi merupakan syarat mutlak mendukung integrasi ekonomi secara keseluruhan dan pada saat yang sama industri keuangan ASEAN menjadi tuan rumah di kawasan sendiri, di tengah dominasi industri keuangan non ASEAN.

Meskipun relatif belakangan mulai dibahas, tidak berarti asuransi tidak lebih penting perannya dari pada dua sub sektor keuangan lainnya. Semakin maju perekonomian suatu negara akan semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk memiliki asuransi. Hal ini bisa dilihat dari semakin meningkatnya angka belanja asuransi per kapita (density ratio) dan terhadap PDB (penetration ratio). Sebagai ilustrasi, penetration ratio negara-negara maju (anggota OECD, NAFTA, dan EU) berkisar 8-10 persen dari PDB, dengan nilai density ratio berkisar 3.000-4.000 dollar AS per kapita (OECD Stat, 2013).

Sementara di Asia, ekonomi maju seperti Jepang, Korea Selatan, Hong Kong dan Taiwan memiliki rasio penetrasi di kisaran 12-17 persen dari PDB. Sedangkan di ASEAN angkanya cukup bervariasi. Indonesia bersama Filipina dan Vietnam memiliki rasio penetrasi di bawah dua persen, sementara Singapura, Malaysia dan Thailand di sekitar 4-6 persen. Adapun rasio densitas untuk asuransi jiwa di kedua kelompok negara tersebut masing-masing  di bawah 60 dollar AS dan 200-500 dollar AS, kecuali untuk Singapura sekitar 3.000 dollar AS per kapita (Sigma, 2012).

Perbedaan tingkat ‘kesadaran asuransi’ yang cukup kontras di antara negara ASEAN itu memberikan tantangan tersendiri dalam upaya membentuk integrasi asuransi ASEAN. Namun di sisi lain juga dapat dilihat sebagai peluang bagi industri asuransi untuk memperluas pasarnya. Terlebih jika disimak hasil studi awal tingkat liberalisasi asuransi di ASEAN yang menunjukkan bahwa secara umum kegiatan asuransi lintas negara masih relatif terbatas. Begitu pula pergerakan tenaga kerja di sektor asuransi. Jenis kegiatan terkait intermediasi dan  asuransi kerugian pun relatif tertutup dibandingkan kegiatan asuransi lainnya.

Bagaimanapun diskusi dan rencana kerja integrasi asuransi di ASEAN telah bergulir. Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia harus memainkan peranan secara aktif dan memastikan integrasi asuransi ASEAN berjalan harmonis dengan kepentingan nasional, mengurangi disparitas kemajuan dan kapasitas industri asuransi di ASEAN, serta tetap memprioritaskan kestabilan ekonomi dan keuangan di kawasan, termasuk aspek perlindungan konsumen.

Untuk itu partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan di bidang keuangan (seperti Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan), industri, akademisi dan masyarakat luas sangat diperlukan, agar Indonesia tidak cuma menjadi penonton tetapi pemain utama di panggung integrasi asuransi ASEAN dan MEA 2015.

Jakarta, 22 April 2013

Catatan:

Saat ini ASEAN telah menyepakati Cetak Biru MEA 2025 yang memuat Rencana Aksi Strategis (Strategic Action Plan/SAP) periode 2016-2025, dimana salah satunya memuat SAP di sektor perasuransian. Salah satu target utama integrasi asuransi ASEAN 2025 adalah kemudahan bagi seluruh penduduk ASEAN untuk menikmati produk atau jasa asuransi secara lintas batas, di manapun obyek asuransi itu berada di seluruh negara anggota ASEAN. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun