Mohon tunggu...
Joker Merah
Joker Merah Mohon Tunggu... pegawai negeri -

the real Joker

Selanjutnya

Tutup

Catatan

I Want to Live Longer. . .

16 Mei 2011   00:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:38 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apakah saya termasuk ODHA?" pernah ngga bertanya seperti itu? Ya, teman saya juga sulit menjawab ciri-ciri seperti apa sih yang memutuskan dia menjalani serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui status HIV nya. Teman saya bilang, kadang ciri-ciri itu terlihat jelas, tapi ada juga kasus dimana tidak ditemukan sama sekali ciri itu. Namun, jawab saja pertanyaan ini...


  1. Apakah pernah melakukan hubungan seksual beresiko? (hubungan seksual sesama jenis, hubungan seksual dengan pekerja seksual, termasuk juga hubungan seksual tanpa pengaman dengan orang yang tidak diketahui riwayat seksualnya --> bisa jadi pasangan kita sendiri lho...)
  2. Apakah pernah menggunakan narkoba suntik?
  3. Apakah pernah menerima transfusi darah?
  4. Apakah pernah mengalami infeksi menular seksual berulang?
  5. Apakah pernah sakit berturut-turut dalam waktu yang lama (3 bulan atau lebih?)
  6. Apakah mengalami penurunan berat badan secara drastis (lebih dari 10%)?
  7. Apakah ada jamur di mulut atau tenggorokan?


kalau ada satu saja yang iya, siapkah teman mengikuti VCT (Voluntary Counseling and Testing -- ilustrasinya adalah melakukan test status HIV atas kesadaran sendiri, dimana dalam melakukannya teman-teman mendapatkan dampingan dari konselor, dimana peran konselor adalah memberikan informasi seputar hiv/aids, membantu teman dalam melaksanakan test, dan juga mendamping teman-teman saat mendapatkan hasil test, apapun hasilnya (positif atau negatif) -- lebih rincinya teman-teman dapat mengunjungi klinkik-klinik yang menyadiakan layanan VCT, beberapa puskesmas rujukan juga sudah ada kok)

Nah nah nah... diawal cerita saya sudah bilang kan teman, tidak mudah menerima kenyataan menjadi ODHA. Ingin menyalahkan keadaan, tidak bisa menerima keadaan, makanya menurut saya, peranan konselor menjadi penting untuk melewati tahap-tahap ini. Bukan suatu keharusan untuk membuka 'status hiv' kita kepada siapapun juga. Namun, adalah suatu kewajiban agar menghentikan status ODHA sampai di diri kita sendiri. Setidaknya, mengetahui status ODHA membuat teman-teman mempunyai tanggungjawab baru, menjaga agar pasangan kita, keturunan kita nantinya, terbebas dari HIV. Begitulah misi dari organisasi yang teman saya ikuti itu...

Bagaimana ini bisa terjadi?

Teman, sampai saat ini, resiko infeksi HIV diketahui berasal dari beberapa kelompok resiko.


  1. Lewat cairan sperma dan cairan vagina, melalui hubungan seks penetratif (penis masuk kedalam Vagina/Anus), tanpa menggunakan kondom, sehingga memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (untuk hubungan seks lewat vagina), atau tercampurnya cairan sperma dengan darah, yang mungkin terjadi dalam hubungan seks lewat anus. Hubungan seksual secara anal (lewat dubur) paling berisiko menularkan HIV, karena epitel mukosa anus relatif tipis dan lebih mudah terluka dibandingkan epitel dinding vagina, sehingga HIV lebih mudah masuk ke aliran darah. Dalam berhubungan seks vaginal, perempuan lebih besar risikonya daripada pria karena selaput lendir vagina cukup rapuh. Disamping itu karena cairan sperma akan menetap cukup lama di dalam vagina, kesempatan HIV masuk ke aliran darah menjadi lebih tinggi. HIV di cairan vagina atau darah tersebut, juga dapat masuk ke aliran darah melalui saluran kencing pasangannya.
  2. Jarum suntik/jarum tattoo, jika jarum suntik yang sudah tercemar HIV dipakai bergantian tanpa disterilkan, misalnya pemakaian jarum suntik dikalangan pengguna Narkotika Suntikan. Atau ada juka kasus melalui pemakaian jarum suntik yang berulangkali dalam kegiatan lain, misalnya : peyuntikan obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus kulit, misalnya alat tindik, tato, dan alat facial wajah
  3. Penerima transfusi darah, yang menerima produk darah yg sudah tercemar HIV
  4. Mother-to child-transmission, penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang HIV positif, dan melahirkan secara normal (lewat vagina), kemudian menyusui bayinya dengan ASI.
  5. Terpapar tidak sengaja, maksudnya terjadi pertukaran cairan tubuh dengan ODHA secara tidak sengaja, ekstrimnya sih kata teman saya, ada kasus dimana anggota re***** terpapar HIV karena dalam melakukan penyelidikan kasus, terutama terhadap pengguna narkoba, suka melakukan kekerasan fisik. Padahal, kekerasan fisik itu selain membuat luka di tubuh ODHA, juga meninggalkan luka di lengan re***** tadi, sehingga memungkinkan terjadinya kontak darah dengan ODHA. Akhirnya, anggota re***** tadi jadi terpapar hiv juga... (mungkin pertanyaan di -I'm with HIV/AIDS- harus saya tambah satu, Apakah saya merupakan anggota/istri dari anggota re***** yang suka menggunakan kekerasan fisik?)


Yang mendapat perhatian saya teman, adalah point 1 dan 4 di atas. Mengapa? Karena, teman-teman saya yang terpapar karena pasangannya sebagian besar tidak mengetahui status HIV pasangannya. Alasan utamanya bukan karena pasangannya
yang merahasiakan, tapi karena sama-sama tidak mengetahui. Dan tidak menyadari, bahwa kegiatan beresiko yang pernah dilakukannya meninggalkan HIV di dalam tubuhnya.

Untuk point ke 4 di atas, teman... Ada satu kisah, dimana saya tidak mampu menahan haru. Walau tetap berusaha sembunyikan. Salah satu responden saya merupakan keluarga ODHA. Ibu, bapak dan seorang anak kecil berusia empat tahunan, sama dengan anak saya yang bungsu. Walau tidak ada dalam kuisioner, saya menanyakan pada orangtuanya, hal apa yang mendasari mereka memeriksakan status HIV anaknya...

Setelah sakit yang berkepanjangan, batuk-batuk tak henti, si ayah memeriksakan diri untuk mengetahui apa penyakitnya. Dalam pemeriksaan, setelah mengetahui riwayat si ayah yang mantan pengguna narkoba suntik (padahal kegiatan itu sudah dia hentikan sepuluh tahun yang lalu, jauh sebelum ia menikah), dokter menyarankan test hiv. Hasilnya pun positif. Si ayah menolak menerima kenyataan dan berharap telah terjadi kesalahan pada waktu test. Lalu ia mendatangi rumah sakit lainnya untuk menjalani test yang sama. Hasilnya? Tetap positif... Akhirnya, dia memutuskan untuk bercerita kepada istrinya tentang statusnya, dan memeriksa kesediaan istrinya untuk memeriksakan dii juga. Demikian juga dengan buah hati mereka. Sekarang mereka harus menerima kenyataan bahwa keluarganya adalah keluarga ODHA (si kecil, sejak lahir sudah sakit-sakitan, menurut orang tua dahulu, mungkin keberatan nama, hingga akhirnya si kecil sudah 3 kali ganti nama). Namun, tidak ada satupun keluarga mereka yang mengetahui keadaan ini. (yang sangat saya mengerti alasannya setelah saya mengunjungi rumahtangga pendampingnya sebagai kontrol). Prosedur dari survey ini adalah saya harus mendatangi rumahtangga pendamping sebagai kontrol, yang merupakan tetangga dari responden saya ini, tanpa membuka status responden saya sama sekali. Dengan kata lain, saya tetap berkewajiban merahasiakan status keluarga tadi. Awalnya, si ibu menolak, ketakutan. Butuh waktu untuk meyakinkannya bahwa saya berjanji akan merahasiakan statusnya. Hingga akhirnya dia mengantarkan saya kepada salah satu tentangganya...

Setelah pertanyaan-pertanyaan dasar, masuklah kepada pertanyaan yang intinya ingin mengetahui ada/tidaknya diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS. Dimulai dari pengetahuan rumahtangga terhadap penyakit menular seperti HIV/AIDS, apa yang mereka ketahui, darimana memperoleh informasi.
Lalu pertanyaan berikutnya adalah, "pernahkah bertemu dengan ODHA?" yang dijawab "iya..".
Dengan rasa deg-degan tak karuan, saya takut secara tidak sengaja saya membuka status keluarga tadi, saya bertanya "di mana?" padahal pertanyaannya tidak ada di kuisioner...
"Di kampung ini mbak, tapi sekarang orangnya udah ngga ada, sudah kita usir..."
Saya sedikit bernafas lega, bukan respondenku berarti...
Saya lanjutkan bertanya "Memangnya mbak tahu dari mana orang itu kena HIV?", ya, kadang untuk menggali informasi, walaupun pertanyaan tidak ada di kuisioner ditanyakan juga.
"Gini mbak... kan anak itu pacaran sama anak kampung sini. Eh masa, pas lagi pacaran, ceweknya dipegang, trus si ceweknya kejang-kejang, dibawa ke rumahsakit, terus meninggal deh... ya udah, kita usir aja itu anak dan keluarganya..."
Di dalam hati ingin deh bilang "Mbak ini, jangan-jangan kalo kejang-kejang ceweknya itu kena epilepsi..." dan saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarga yang terusir tadi, juga bisa mengerti ketakutan keluarga tadi seandainya tetangga mengetahui statusnya...

Lalu, dengan pengetahuan seadanya, saya sampaikan pada rumahtangga ini, bahwa HIV/AIDS tidak menular melalui makan dan minum bersama, atau pemakaian alat makan minum bersama, pemakaian fasilitas umum bersama, seperti telepon umum, WC umum, dan kolam renang, ciuman, senggolan, pelukan dan kegiatan sehari-hari lainnya atau lewat keringat, dan gigitan nyamuk. Maksudnya, biar tidak salah informasi lagi...

I want to live longer...
Menjadi ODHA bukanlah suatu pernyataan bahwa 'Kamu akan mati besok'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun