Saya pun merasa tidak enak jika menolaknya. Hanya karena perasaan tidak enak maka tindakan yang nyata-nyata salah ini saya lakukan juga.
Untunglah sebulan atau dua bulan kemudian ada tawaran untuk mengajar di universitas lain. Saya pun melamar dan diterima di universitas tersebut. Dengan berat hati saya pamit kepada para atasan dan terpaksa tidak bisa lagi melanjutkan untuk membantu menulis (baca: menjoki) disertasinya.
Saya yakin setelah kepindahan saya ke kampus lain, para atasan tersebut akan mencari orang lain untuk menjadi joki ilmiah.
Mengapa demikian? Karena saya melihat mereka tidak memiliki kemampuan untuk menulis karya ilmiah.Â
Penjoki ilmiah dapat ditemukan di lingkungan ilmiah pula, di lingkungan akademis (baca: di universitas), karena seseorang tersebut memiliki kemampuan akademik yang lebih daripada teman atau koleganya.
Jangan bayangkan bahwa di suatu universitas semua dosennya memiliki kemampuan akademik dalam berbagai macam kajian. Bisa saja seseorang tersebut ahli dalam suatu kajian, namun sulit untuk memahami tata bahasa.
Sebaliknya, seseorang yang mahir dalam tata bahasa, belum tentu mahir dalam bidang tertentu lainnya, termasuk bagaimana menyusun suatu karya ilmiah.
Namun bagaimanapun, menggunakan orang lain sebagai joki ilmiah tidaklah dapat dibenarkan. Oleh karenanya, perlu hukuman yang tegas untuk pelaku pengguna maupun penjoki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H