Lautan Bunga Di Bawah Gunung Tianshan adalah budidaya berbagai bunga dan buah-buahan oleh masyarakat lokal di wilayah Yining. Memiliki luas sekitar 7.000 hektar, ladang yang dulunya tandus kini ditanami berbagai bunga seperti bunga lavender dan bunga peony. Selain dua bunga ini, mereka juga menanam anggur dan apel. Sebanyak 2000 orang dari berbagai etnis bekerja di ladang pertanian ini. Untuk membantu pertanian tumbuh dan memiliki hasil yang maksimal, pemerintah daerah memberikan subsidi untuk kebijakan pengentasan kemiskinan.
Mulai tahun 2016, peternakan ini harus menunggu selama empat tahun sebelum menghasilkan keuntungan. Bunga peony digunakan sebagai bahan obat, sedangkan lavender diolah menjadi minyak untuk berbagai keperluan, seperti aromaterapi, kosmetik, obat-obatan, dll.
Selain untuk tujuan perindustrian, ladang pertanian ini menarik banyak pengunjung untuk berfoto karena keindahan hamparan bunga tak terbatas seperti lautan. Gunung Tianshan yang tertutup es berada di belakangnya menambah keindahan alam khas Xinjiang.
Bunga lavender yang ditanam tidak hanya untuk pasar lokal Tiongkok tetapi juga untuk ekspor ke luar negeri, terutama ke Eropa. Dengan akses kereta api yang menghubungkan Xinjiang dengan dataran Asia Tengah dan Eropa, kegiatan ekspor menjadi lebih cepat.
Budidaya bunga sangat efektif dalam meningkatkan taraf ekonomi masyarakat setempat. Sepuluh tahun yang lalu, pendapatan masyarakat di daerah ini sangat rendah, namun setelah masyarakat dan pemerintah bekerja sama, pendapatan mereka meningkat, seiring dengan kemauan dan kerja keras untuk membangun bisnis pertanian secara bersama-sama.
Keberagaman suku di wilayah ini juga tidak menjadi halangan bagi warga untuk bergotong royong membangun usaha pertanian untuk kesejahteraan masa depan. Kini, bunga peony dan lavender juga menjadi ikon wisata di kota Yining di Xinjiang. Semua berkat ketekunan komunitas multietnis di Xinjiang.
Tempat kedua adalah Desa Yangbulake di Yining. Desa ini secara historis memiliki suasana budaya tradisional Uighur yang mengagumkan. Selama tiga tahun terakhir, desa ini telah diubah menjadi desa wisata tradisional oleh anak-anak muda yang telah kembali setelah menempuh pendidikan universitas di kota.
Seorang pria Uighur bernama Wuerkaixi dengan antusias menjelaskan bagaimana mengembangkan industri pariwisata yang berfokus pada tradisi dan budaya Uighur. Desa Yangbulake merupakan pemukiman kaum Uighur dan layak untuk ditonjolkan dan dipromosikan ke masyarakat luas.
Gaya arsitektur Desa Yangbulake masih sepenuhnya mempertahankan ciri-ciri tradisionalnya, diwariskan, dan berkembang dengan baik. Setiap keluarga di desa ini dengan hangat menyambut pengunjung. Mereka selalu berpikir bahwa orang yang datang mengunjungi mereka berasal dari jauh dan pantas diperlakukan dengan baik.