Â
Memasuki bulan ketiga bekerja di rumah. Awalnya menyenangkan, karena dulu banyak orang berpikir, "Enak ya kalau kita bisa tetap kerja tanpa keluar rumah..."
Lama-kelamaan, kebosanan mulai melanda. Aktivitas yang sehari-harinya sibuk, hilir mudik ke sana ke mari, diganti dengan tuntutan menyelesaikan pekerjaan di rumah, tapi multitasking dengan kegiatan domestik mengurus rumah tangga. Memang, pengeluaran transportasi juga berkurang sih, tapi kemungkinan mendapatkan pemasukan tambahan juga menurun.
Jika hal itu kita alami, maka patutlah kita disebut terpapar 'Stres', yakni sebuah keadaan yang terhindarkan karena perubahan dalam hidup atas pola aktivitas yang cukup signifikan, terutama di tengah Pandemi Covid 19.
"Apalagi, banyak berita beredar membuat kita kalut dan mengganggu kehidupan. Belum lagi ancaman gagal mudik juga jadi stressor," kata Analisa Widyaningrum, psikolog yang menjadi narasumber ahli pada video series  Employee Assistance Centre (EAC) Series di Youtube PLN.
Menurut pendiri lembaga konsultan profesional Analisa Personality Development Center (APDC) ini, stres dapat  berakibat buruk dalam kesehatan.
"Untuk itu, penting sekali agar kita memiliki kemampuan mengelola stress yakni 'Coping Skill'," jelasnya.
"Karena jika tidak bisa mengatasi stres, kita bisa mengalami psikosomatis, yakni munculnya keluhan fisik akibat kondisi psikologis," paparnya.
Diuraikannya, 'Coping Skill' bisa dilakukan dalam dua bentuk, yakni 'Emotional Focused Coping' yakni fokus pada emosi yang dirasakan daripada masalah utamanya serta 'Problem Focused Coping' yakni fokus pada penyelesaian masalah utamanya.
Mengelola stres melalui 'Emosional Focus Coping' boleh-boleh saja, seperti belanja online, nonton film, baca buku, tapi tetap jangan lupa fokus pada masalah utamanya.
"Yang pertama adalah 'Acceptance'. Terima kenyataan, terima persoalan itu. Teknis sederhananya dengan self talk, bicara pada diri sendiri. Mendengarkan inner voice atau suara hati bisa membawa manfaat besar," ungkapnya.
Perempuan yang akrab disapa Ana itu mencontohkan, kala orang tua sakit tapi tak bisa kita jenguk karena terhalang protokoler pada Pandemi Corona.
"Lakukan hal yang kita bisa. Misalnya banyak menelpon, kirim makanan, banyak telpon, serta monitor kondisi kesehatan orang tua dari jarak jauh," sarannya.
Misalnya, karena sebulan batuk tak kunjung sembuh tapi takut berobat ke rumah sakit. Maka keluarlah kalimat, "Seandainya tak ada Virus Corona, saya akan ke RS. Seandainya tak ada Virus Corona, saya pasti sudah sembuh."
Kita sebaiknya menghindari pernyataan semacam itu dan fokus menyelesaikan masalah yang kita hadapi. "Kalau memang tak bisa ke rumah sakit, ya cari dokter secara online," begitu solusinya.
Ketiga, 'Sitting Down Is The Key'.
"Duduk sejenak. Ambil nafas dalam-dalam sampai tenang. Lalu berpikir apa yang sebaiknya diambil ke depan," urainya.
Keempat, Cobalah berterimakasih ada diri sendiri atas semua hal yang telah dilakukan. "Ungkapkan rasa syukur. Apresiasi apa yang kita miliki, dan jangan kecewa atas apa yang tak kita miliki," jelasnya.
Terakhir, Learn to Let Go The Problem. Ini adalah salah satu cara membiarkan masalah itu pergi dengan sendirinya.
"Percayalah, semua masalah itu akan bermuara pada satu kata: Selesai," kata Analisa meyakinkan kita.
So, apapun yang sedang kita alami dan kita rasakan, jangan dilawan. Terima saja. Biarkan pikiran dan energi positif menghadirkan solusi positif, sehingga jiwa kita fresh dan bisa berkaya lebih produktif daripada sebelumnya. "Jangan lupa juga, jangan pernah merasa sendiri menghadapi masalah dalam hidup di dunia ini," pungkas Analisa Widyaningrum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H