Mohon tunggu...
GUS EKO
GUS EKO Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas berbagai kebijakan publik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengamat kebijakan publik

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pengguna Sosial Media Kebanyakan Narsis

20 November 2012   16:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:59 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir semua pengguna internet di Indonesia ikut dalam sosial media.

[caption id="attachment_210451" align="alignright" width="300" caption="Kata Kita bertema Kita dan Sosial Media. Buat katarsis doang?"][/caption] Program talkshow Kata Kita Kompas TV pekan ini tampil dalam suasana berbeda. Mengambil latar dialog di tengah arena Kompasianival di Gandaria City, Timothy Marbun membawakan bahasan khusus mengenai penggunaan sosial media dalam kehidupan masyarakat. Bintang tamunya gak nanggung-nanggung, Fitri Tropika alias @fitrop, entertainer yang punya lebih dari 1,5 juta pengikut di akun twitternya. Fitri didampingi Nukman Luthfie alias @nukman, mantan jurnalis yang kini lebih dikenal sebagai praktisi sosial media. Hadir juga, peneliti litbang Kompas, Bestian Nainggolan, yang menampilkan berbagai data terbaru perkembangan dunia internet dan sosial media.

“Menarik untuk menyadari bahwa 99% pengguna internet di Indonesia ikut dalam sosial media,” kata Bestian. Untuk saat ini, sosial media yang paling aktif digunakan didominasi oleh Facebook dan Twitter. Bedanya, Facebook lebih bersifat menjaring pertemanan, meski jumlah teman dibatasi hanya sampai 5 ribu. “Sementara twitter lebih kepada jejaring informasi. Seseorang menjadi follower karena tertarik dengan konten yang disampaikan. Tak jarang, meski teman tak di­-follow, karena memang tak suka pada kicauannya,” kata Nukman.

Perkembangan sosial media di Indonesia menunjukkan fenomena baru saat masuk ke dalam ranah politik. Kemenangan pasangan Jokowi-Ahok juga karena mereka menang dalam “pertarungan” di arena jejaring sosial. “Volume percakapan tentang Jokowi-Ahok terbukti paling tinggi bila dibandingkan kandidat lain,” jelas Nukman.

Saat ini, dari 248 juta penduduk Indonesia dan pengguna telpon genggam mencapai 270 juta, ternyata pengguna jejaring sosial di Indonesia baru 18 persen. “Padahal, di China, penetrasinya bisa sampai 41 persen,” papar Bestian.

Dampak sosial media

[caption id="attachment_210450" align="alignleft" width="300" caption="Ramainya Kompasianival. Situs jurnalisme warga terbesar."]

1353428557333604535
1353428557333604535
[/caption] Bicara mengenai dampak penggunaan sosial media, ada tiga tahapan dasar yang bisa menjadi kategori: untuk memberi informasi baru, menanamkan penyikapan, hingga mendorong perilaku. “Di Amerika, terbukti, 30 persen pengguna sosial media terpengaruh sampai pada tahap perubahan perilaku. Mereka ikut memilih kandidat berdasarkan kampanye di sosial media,” kata Bestian. Sementara di Indonesia, 90 persen penggunaan sosial media berupa konten katarsis, misalnya memberitahukan sedang berada di mana, melakukan apa, atau mengunggah foto-foto terbaru. “”Baru 10 persen sisanya masuk aspek lain, misalnya ngobrolin politik saat Pilkada,” tambahnya.

Litbang Kompas juga memaparkan, aktivitas penggunaan internet di Indonesia kebanyakan berturut-turtu untuk membuka situs berita, jejaring sosial, situs hiburan, chatting, membuka dan mengirim email, mengerjakan tugas serta untuk mengunduh musik dan film. Kepuasan penggunaan jejaring sosial dirasakan karena dapat memangkas cara dan waktu berkomunikasi. “Meski ternyata tetap saja diperlukan ketemu bareng untuk ngobrol dan tatap muka secara langsung,” kata Bestian.

Berkaca pada kasus matinya jejaring sosial seperti Friendster, ia memperkirakan di masa depan bisa saja hadir jenis sosial media yang dapat memenuhi semua alat indera manusia. “Kalau sekarang kan hanya visual dan audio saja yang terpenuhi, mungkin nanti hadirsosial media yang bisa kita cium baunya,” selorohnya.

Di akhir dialog, Fitrop berpesan, tak penting kita memutuskan menjadi pengikut siapa di jejaring sosial macam twitter. “Yang penting, follow your heart,” katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun