Dari awal perkembangan industri vape memang syarat dengan gejolak dan rintangan, dari mulai black campaign hingga regulasi yang membatasi peredaraan rokok elektrik. Regulasi masih bisa dimaklumi karena tujuannya mungkin demi kebaikan dan kemajuan, tapi kalau black campaign itu pembodohan publik.
Faktanya vape atau rokok elektrik itu memang menarik, dari beberapa penelitian dan kajian medis membuktikan bahwa vape mampu meminimalisir risiko dari beberapa zat kimia yang terdapat pada rokok konvensional. Belum lagi nuansa flavouring yang ditawarkan, beraneka jenis rasa dari makanan atau minuman dipadukan membuat vape menjadi lebih atraktif.
Hal ini mampu mengundang minat banyak orang terutama dari kalangan perokok konvensional yang mencari media/alternatif lain dalam menikmati nikotin. Daya tarik vape bahkan sampai ke telinga non smoker, termasuk anak-anak di bawah umur yang ingin sekedar mencoba menikmati sensasi flavour.
Industri vape yang prospektif dengan berbagai keunggulan membuat banyak pihak gerah. Terutama industri rokok konvensional yang mulai terusik eksistensinya, mereka berusaha mempertahankan status quo dengan segala cara.
Tak jarang kita sering disuguhi berita negatif seputar rokok elektrik dari media mainstream dengan narasi yang berlebihan. Bahkan ada juga unsur kesengajaan, artikel by demand yang menyudutkan industri vape sebagai bagian propaganda anti vaping.Â
Isu kesehatan yang membahas bahaya rokok elektrik sering dijadikan amunisi yang ampuh untuk menyerang industri vape. Dari beberapa artikel yang sering saya temui, didominasi penyajian dan gambaran umum efek samping vape jika digunakan tanpa pengetahuan dan keahlian. Terkesan tendensius, hanya melihat vape dari sisi negatif tanpa melihat aspek manfaat dan kegunaan yang bisa diperoleh dari vape.Â
Misalnya tulisan tentang efek penggunaan nikotin di dalam rokok elektrik, yang sebenernya ini juga ada pada rokok bakar. Dari judul yang dibuat, pembaca terlebih dahulu digiring ke sebuah sentimen negatif. Ternyata isinya tak lebih dari bahaya nikotin bagi tubuh jika dikonsumsi dalam dosis yang berlebihan. Penekanan alur tulisan hanya fokus pada bahaya rokok elektrik, mengabaikan esensi nikotin yang juga ada pada produk tembakau lainnya.Â
Berita terkait bahaya vape belakangan mencuat kembali, beberapa kasus remaja di Amerika yang terindikasi anak di bawah umur, harus melalui perawatan intensif akibat penggunaan vape. Warta itu dibuat seolah-olah vape secara umum menyebabkan iritasi paru-paru yg membuat penggunanya kesulitan bernafas akibat adanya peningkatan tekanan di dalam paru-paru.Â
Judul berita pun digeneralisir, meskipun belum ada klarifikasi dari tim medis tentang jenis perangkat vape dan liquid yg digunakan. Sudah ada penggiringan opini di masyarakat awam, bahwa apapun bentuk dan jenis vape yang digunakan akan mengakibatkan disfungsi organ pernafasan seperti yang terjadi pada remaja tersebut.Â
Sebagai pengguna vape saya sama sekali tidak menyangkal, berita itu memang benar adanya. Bahwa ada beberapa remaja yg terkena dampak negatif akibat penggunaan vape itu bukan isu belaka. Namun, saat berita itu diturunkan belum diketahui detail penyakit dan penyebabnya karena memang belum ada pernyataan resmi dan penyelidikan lanjutan dari pihak terkait. Terlalu dini membuat kesimpulan bahwa vape sebagai produk alternatif tembakau lebih berbahaya dibanding rokok konvensional.Â
Setelah dilakukan penelitian menyeluruh, dilansir washington post fakta terbaru menyebutkan semua kasus yang terjadi akibat penyalahgunaan vape. Disinyalir remaja-remaja tersebut mengkonsumsi liquid yang mengandung unsur THC yang dijual illegal.Â
Kasus-kasus seperti itu mayoritas menimpa remaja di bawah umur yang belum masuk usia legal vaping atau underage. Mereka biasanya membeli liquid itu secara ilegal di jalanan atau ke pengedar, karena anak-anak di bawah umur tidak diijinkan membeli produk-produk vape di vapestore. Peraturan di US sangat ketat terkait penggunaan vape, FDA sebagai lembaga yang mempunyai wewenang mengawasi peredaran rokok elektrik membatasi pengguna vape minimal harus berusia 18 tahun.Â
THC atau Tetrahydro Cannabinol sendiri merupakan bahan psikoaktif yang terdapat di dalam ganja. Hasil ekstraksi dari THC ini berwujud oil based, akibat proses pemanasan vape, oil based akan menjadi uap yang kemudian masuk ke paru-paru melalui inhalasi.Â
Namun setelah suhu kembali normal, oil based akan kembali berbentuk seperti semula. Ini yang berbahaya, oil based akan mengendap di dalam paru-paru mengakibatkan adanya bercak-bercak hitam yg menyumbat pori-pori. Kondisi ini menyebabkan peningkatan tekanan di dalam paru-paru yang membuat pasien kesulitan bernafas.Â
Pertanyaannya sekarang, apakah oil based ini juga terdapat di dalam liquid umumnya? Ada beberapa liquid yang dijual di pasaran menggunakan THC sebagai salah satu bahan campuran. Akan tetapi jumlahnya tidak banyak, dosisnya kecil umumnya produk liquid dari US yang memang melegalkan ganja di beberapa negara bagian.Â
Biasanya liquid yang mengandung oil based ada aturan pakainya, dan jika dilihat sekilas larutannya tidak bisa menyatu seperti minyak di dalam air. Sedangkan bahan-bahan lain di dalam liquid selain nikotin, seperti PG, VG dan flavouring sudah melalui kajian medis dan dianggap aman untuk dikonsumsi. Terbukti selama belasan tahun, semenjak vape pertama kali dikenalkan ke khalayak belum ada kasus disfungsi paru-paru yang menimpa penggunanya.Â
Publikasi negatif biasanya langsung tersebar luas, kekawatiran masyarakat yang berlebihan tentang dampak sebuah teknologi membuat mereka enggan mengetahui lebih detail penyebab dan prosesnya. Masih banyak kasus lain yang hanya mewartakan dampak buruk penggunaan vape, tanpa ada penjelasan dan kronologi yang jelas. Salah satu contoh misalnya berita vape meledak, itu murni human error.Â
Sama halnya perangkat teknologi lain yang menggunakan baterai, baterai sebagai sumber daya mempunyai kapasitas masing-masing. Jika digunakan melebihi kemampuan, baterai akan cepat panas dan rentan adanya kebocoran partikel sehingga kemungkinan terjadi risiko meledak sangat besar. Itulah kenapa vaping bukan sekedar produk alternatif tembakau, tapi dibutuhkan pengetahuan dalam penggunaan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Â
Sangat disayangkan, ketika ada klarifikasi atau sanggahan ilmiah sepertinya jarang dimuat untuk konsumsi publik. Yang sering terjadi adalah cover both sides, kurang etis dimana opini publik terlanjur dijejali berita-berita negatif tentang vape tanpa mendapatkan informasi berimbang dari penggunanya langsung. Paradoks memang, di saat banyak muncul industri baru yang menyediakan lapangan pekerjaan alternatif, justru media menjadi kontraproduktif.Â
Diakui mayoritas pengguna vape, bahwa vaping memang tidak sepenuhnya aman. Masih ada zat adiktif disitu namanya nikotin yang secara medis jika terakumulasi dalam dosis yang berlebihan akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Jelas disini bahwa vape sebenarnya hanya boleh digunakan oleh perokok konvensional untuk menurunkan risiko. Bukan untuk mereka yang belum terpapar tembakau bakar.Â
Idealnya no smoking dan juga no vaping, disini substansi vaping hanyalah sebagai media bantu untuk transfer nikotin yg lebih aman. Mampu meminimalisir risiko 4000 bahan kimia yang ada di dalam rokok konvensional.Â
Karena di dalam liquid secara umum hanya terdapat 4 bahan utama, yaitu PG, VG, flavouring dan nikotin. Semua bahan sudah melalui uji klinis, perangkat lain seperti kawat, kapas dan material atomizer pun juga disesuaikan dengan tingkat pemanasan vape. Sehingga kemungkinan terjadi penguraian senyawa dan zat-zat baru yang muncul akibat pemanasan sangat minim.Â
Tulisan ini tidak ada tendensi menyudutkan produk tembakau lainnya, saya hanya mencoba memberikan klarifikasi berita-berita yang kurang proporsional. Masyarakat awam berhak memperoleh informasi yang berimbang bahwa vaping itu aman dikonsumsi selama dibekali pengetahuan dan skill yang memadai. Aman bukan berarti tanpa risiko, masih ada efek samping yang setidaknya harus diantisipasi sebelum akhirnya bisa terlepas dari kertergantungan nikotin.Â
Sumber :Â
2Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H