Mohon tunggu...
John Tirayoh
John Tirayoh Mohon Tunggu... -

"Life was like a box of chocolates. You never know what you're gonna get." \r\n\r\n"God created Universe and the rest is all made in ChIna" :D

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Review Film "Soekarno" 'Tendensi Hanung Bramantyo Mengisahkan Soekarno'

16 Desember 2013   16:23 Diperbarui: 4 April 2017   17:54 6653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SOEKARNO: Tendensi Hanung Bramantyo Mengisahkan Soekarno

Semenjak bangkitnya film nasional di akhir tahun 90-an, sedikit sekali film bertema sejarah dan mengangkat kisah para pahlawan nasional. Film mengenai drama percintaan dan horor begitu eksis hadir di bioskop tanah air. Film-film perjuangan yang menceritakan kisah para pahlawan nyaris tidak ada yang hadir di layar lebar.

Film bertema sejarah yang objektif menjadi barang langka di Indonesia. Film Janur Kuning dan film G 30 S/PKI sangat-sangatlah fenomenal. Namun, dari sisi sejarah banyak yang menyangsikan. Kedua film tersebut, dianggap lebih bersifat politis. Karena lebih menguntungkan rezim yang berkuasa saat ditayangkan. Bahkan seiring bergulirnya waktu, dua film yang saya sebutkan di atas, banyak pihak yang merasakan kisah sejarah di film itu dipelintir sedemikian rupa dan membohongi masyarakat banyak.

Saya mungkin orang yang paling bahagia di Indonesia, ketika mendengar bahwa kisah mengenai Bapak Proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia tersebut akan diangkat ke layar lebar.

Kebahagiaan saya memuncak, ketika mendengar nama Hanung Bramantyo yang akan membesutnya.

Kehadiran MVP sebagai rumah produksi juga membuat lega. Dengan MVP, Hanung Bramantyo gilang-gemilang membuat film biopic KH. Ahmad Dahlan. Selain sukses di pasaran, film ini mendapat kritik positif dari media dan pujian dari para sineas.

Membuat film Soekarno, artinya menceritakan bagaimana sejarah Republik Indonesia berdiri.

Mengangkat ke layar lebar mengenai Sang Proklamator, berarti ada begitu banyak peristiwa penting dalam hidup Soekarno. Tentunya begitu banyak tokoh penting lainnya yang bersamaan hidup di jaman Soekarno. Mulai dari Hatta, Syahrir, Agus Salim, dan HOS. Cokroaminoto. Selain itu, masih banyak nama pahlawan yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

Di kepala saya, masuk akal ketika Hanung mengatakan bahwa film Soekarno berhenti sampai Proklamasi 1945. Karena kisah hidup dan perjuangannya tidak mungkin terangkum dalam 2 jam di bioskop. Saya makin senang. Kesimpulan di kepala saya, kalau film ini sukses tentunya akan ada kisah lanjutan Soekarno yang menceritakan perjuangan pasca proklamasi 1945.

Soekarno Versi Hanung

Setelah menyimak Bapak Bangsa Soekarno selama 137 Menit, saya termenung ketika lampu bioskop menyala dan credit title muncul. Soekarno yang saya harapkan rupanya berbeda dengan visualisasi Soekarno versi Hanung Bramantyo. Literatur yang saya baca mengenai Soekarno mungkin berbeda dengan literatur yang menjadi patokan Hanung Bramantyo ketika menggarap Soekarno.

Sudut pandang saya setelah menonton film ini, Hanung menggambarkan semenjak kecil Soekarno sudah mempunyai bakat playboy layaknya don juan dengan memikat hati perempuan Belanda.

Setelah cinta-nya digagalkan oleh perbedaan kasta, hanya butuh adegan tak lebih dari 10 menit dinasehati HOS Cokroaminoto (Pendiri Sarikat Islam) dan tak butuh lama, Soekarno remaja terbakar rasa nasionalisme-nya ketika HOS Cokroaminoto berorasi.

Adegan langsung lompat mengisahkan Soekarno dewasa dengan lantang berpidato di depan rakyat.

Dengan represif Pemerintahan Hindia Belanda langsung menangkap dan memenjarakan Soekarno.

Momen penting diperlihatkan ketika Soekarno menyampaikan pledoi Indonesa Menggugat yang akhirnya membuat Soekarno hidup dalam pembuangan.

Dalam pembuangan di Bengkulu, Soekarno akhirnya bertemu dengan Fatmawati. Proses bertemu-nya Fatmawati digambarkan begitu detail oleh Hanung Bramantyo. Kisah pertemuan dengan Fatmawati dan keretakan rumah tangga Soekarno dengan Inggit jadi fokus Hanung Bramantyo.

Adegan lalu memperlihatkan bahwa Soekarno lebih sibuk mengurusi persoalan cinta dengan Fatmawati dibandingkan memikirkan langkah perjuangan yang akan ditempuh saat Jepang mulai masuk Indonesia. Konflik Soekarno dengan Inggit makin runcing ketika Inggit secara sinis menyindir Soekarno soal kehadiran fatmawati.

Jepang lalu masuk Indonesia setelah Hindia Belanda menyerah. Soekarno seperti pria ketakutan digambarkan harus bekerja-sama oleh Jepang. Dengan extreme, Hanung menggambarkan Soekarno menuruti apa saja yang diinginkan Jepang. Mulai membujuk menyerahkan pangan ke Jepang hingga menjadi OPERATOR LAPANGAN menyediakan perempuan Indonesia untuk jadi pemuas seks para serdadu Jepang.

Soekarno akhirnya dipindahkan di Jakarta dari pembuangannya di Bengkulu. Disinilah Hatta dan Syahrir bertemu Soekarno dengan perbedaan pendapat untuk menentukan langkah apa yang harus disikapi menghadapi penjajah baru bernama Dai Nippon. Ironisnya, ketika Jepang semakin mendesak agar Soekarno, Hatta, dan tokoh lainnya musti menuruti kemauan Jepang, digambarkan Soekarno justru lebih galau memikirkan kisah cinta-nya dibandingkan perjuangan yang harus ditempuh.

Selama Penjajahan Jepang, Soekarno digambarkan sebagai kolaborator Jepang dalam membujuk Rakyat Indonesia bekerja-sama dengan Jepang. Hingga akhirnya, ketika Jepang kalah perang, konflik dengan pemuda digambarkan oleh Hanung. Meski hanya sepenggal-sepenggal, dilukiskan mulai dari pertemuan Soekarno di Saigon (meskipun sebenarnya di kota Dalat yg berdekatan dengan Saigon) hingga konflik dengan pemuda, Peristiwa Rengas-Dengklok hingga detik-detik peristiwa Soekarno membacakan Proklamasi.

Film Sebagai Propaganda Ampuh
Film Soekarno versi Hanung membuat saya sakit kepala. Bagi saya, film ini tentunya menjadi daya tarik bagi remaja atau pemuda agar mengetahui sejarah kemerdekaan dan mengetahui kisah perjuangan Soekarno. Maklum saja, secara subjektif, saya melihat remaja dan pemuda sekarang lebih hafal para personil band korea dibandingkan sepak terjang Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka, dan tokoh lainnya.

Namun, Hanung menggambarkan sosok Soekarno lebih berkutat pada kisah cintanya dengan Inggit dan Fatmawati, kolabarasi-nya dengan Jepang, serta penggambaran detik-detik peristiwa sebelum pembacaan Proklamasi digambarkan dengan sepenggal-sepenggal.

Saya mengerti bahwa jalan cerita Film mengenai Soekarno akan datar-datar saja apabila mengikuti kurikulum buku sejarah yang kita dapatkan di bangku SMP dan SMA. Namun, bagi pandangan saya, Porsi percintaan Soekarno dengan Inggit dan Fatmawati lebih kental dibandingkan dengan perjuangan dan penderitaan Soekarno dari awal membangun PNI dan membangun kelompok perlawanan terhadap penjajah.

Hanung tidak fair dalam hal ini. Tanpa bermaksud menjadi Tuhan, saya berpikir bisa jadi para remaja sekarang yang melihat sosok Soekarno lewat film ini, menyimpulkan Soekarno adalah tokoh playboy dan kolaborator Jepang. Penonton tidak melihat perjuangan riil Soekarno selain gambaran Soekarno pidato dan orasi yang berapi-api. Soekarno memang memilih bekerja-sama dengan Jepang sebagai perjuangan taktis menuju

Indonesia merdeka. Namun, penggambaran Hanung justru bisa blunder di mata penonton. Penikmat film akhirnya bisa berkesimpulan, Soekarno memang 100 persen tunduk kepada Jepang daripada menghadapi maut. Padahal dalam banyak literatur sejarah menjelaskan, Soekarno sering melakukan tawar-menawar ke Jepang hingga akhirnya lagu Indonesia Raya bisa berkumandang dan Merah Putih berkibar. Bukan sekedar kemurahan hati Jepang saja boleh melakukan hal tersebut.

Saya pernah menonton film biografi bapak bangsa Irlandia bernama Michael Collins besutan Neil Jordan. Disitu Neil Jordan fair dalam mengisahkan Michael Collins yang kontroversial. Penggambaran

Michael Collins merebut kekasih teman seperjuangannya dan menanda-tangani perjanjian dengan Inggirs yang membuat Irlandia menjadi terbelah dua diceritakan. Namun, Neil Jordan juga mempertontonkan perjuangan heroik dengan alur yang nikmat hingga penonton mengerti dan bisa menafsirkan sendiri mengenai sosok Michael Collins.

Peristiwa menjelang Proklamasi juga mengganjal hati saya. Dari banyak sumber mulai penulis sejarah Julius Poor berjudul” Djakarta 45”, Wawancara Soekarno dengan Cindy Adams, serta buku Ben Anderson yang berjudul “Java in a Time of Revolution” sepakat menuliskan para pemuda berbeda pendapat tajam dengan Soekarno Cs.

Hanung memang menggambarkan hal tersebut tanpa melenceng. Namun, Saya sangat terpukul ketika Hanung Bramantyo menggambarkan Sukarni (tokoh Pemuda) sebagai sosok seorang pemuda yang cengengesan dan sepanjang adegannya seperti badut lucu. Kenapa buku sejarah menulis Sukarni Cs yang menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok karena Sukarni di jaman tersebut merupakan tokoh pemuda yang disegani dan berwibawa bersama Wikana, Chaerul Saleh, dan tokoh pemuda lainnya. Jadi penggambaran Sukarni yg cengengesan dan tak berwibawa benar-benar menohok bagi saya yang menganggap Sukarni adalah pemuda gagah berani.

Penggambaran semenjak pulang dari Rengasdengklok suasana tegang sebenarnya terjadi menyelimuti Soekarno. Hal itu tidak terlihat. Malah dengan sederhana, Laksamada Maeda tampil sangat humanis dan sudah mengumpulkan para anggota BPUPKI di kediamannya untuk memberikan tempat dan waktu bagi Soekarno Cs menyusun proklamasi.

Selain itu, suasana Pegangsaan Timur yang dibangun Hanung, begitu tenang dan damai di pagi jelang pembacaan Teks Proklamasi. Seakan-akan pembacaan proklamasi hal yang biasa. Padahal suasana saat itu begitu menegangkan. Kenapa banyak anak muda membawa bambu, karena atas perintah Sukarni Cs agar para pemuda bersiap menjadi tameng apabila Jepang membubarkan acara.

Sakralisasi peristiwa menjelang pembacaan Proklamasi tak saya dapatkan. Meski ini film mengenai Soekarno, namun proklamasi merupakan momen paling penting dalam hidup Soekarno. Naskah Proklamasi yang ditanda-tangani Soekarno-Hatta menjadi patokan Indonesia Merdeka. Suasana haru dan menggetarkan hati, tidak terjadi dalam diri saya saat menonton adegan tersebut.

Terlebih ketika digambarkan pemanis banyak pedagang kaki-lima berjualan saat proklamasi. Jelas-jelas saat itu sedang bulan puasa. Hampir tidak mungkin ada pedagang menjaja makanan kaki lima.

Hanung memang bebas saja membuat film Mengenai Soekarno berdasarkan literatur yang dia baca dan pandangannya mengenai Soekarno. Tetapi hendaknya penting juga untuk memikirkan bahwa film mampu menjadi propaganda ampuh kepada penonton. Dengan penggambaran Soekarno versi Hanung, justru lebih kental percintaan dibandingkan penderitaan Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Bagi saya, Hanung tidak imbang mengisahkan perjuangan dibandingkan kisah cinta-nya Soekarno yang kontroversial. Dalam film ini, saya menilai lebih disuguhkan kehidupan pribadi Soekarno yang gampang menyukai perempuan dibandingkan ide-ide membangun Indonesia Merdeka. Meski saya tahu kok, sampai ajalnya ada sembilan istri Soekarno.

Namun saya tetap mengapresiasi para tim pembuat film ini. Mengenai sinematografi, Hanung memang berhasil membangun suasana dan lokasi saat pembuangan di Bengkulu pada jaman penjajahan Hindia Belanda dengan baik. Kita seakan jadi tahu suasana saat jaman tersebut.

Kediaman Soekarno di Pegangsaan Timur juga tampil apik dan mirip seperti sebenarnya. Terlebih ketika muncul suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi dengan visual layar bioskop hanya hitam. Seakan-akan kita kembali di era revolusi fisik sedang mendengarkan kado terindah kemerdekaan Indonesia lewat siaran suara radio.

Mengenai akting, saya tergetar ketika Ario Bayu begitu baik memerenkan Soekarno. Meski, bagi saya, Maudy Kusnaedi tampil brilian memerankan Inggit Garnasih.

Secara keseluruhan Film Soekarno di mata saya bukanlah master-piece dari karya Hanung Bramantyo. Ayat-Ayat Cinta dan Sang Pencerah masih menjadi film teratas karya Hanung di mata saya. Soekarno seakan menjadi anti-klimaks setelah ekspektasi besar saya terhadap Hanung yang tak pernah mengecewakan saya semenjak dirinya membesut Lentera Merah. [John Tirayoh]

Link : http://entertainment.seruu.com/read/2013/12/16/195492/tendensi-hanung-bramantyo-mengisahkan-soekarno

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun