Mohon tunggu...
John Simon Wijaya
John Simon Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

✉ johnsimonwijaya@gmail.com IG/LINE : @johnswijaya

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Integrasi Objek Pariwisata di Jogjakarta

27 September 2013   09:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:20 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_291159" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)"][/caption]

Apa paket wisata yang jamak dan umum saat ada rombongan wisatawan pergi ke Jogja?

Yang sering kita temui adalah, satu paket wisata meliputi: Pantai Parangtritis, Kraton Jogja – Malioboro – Taman Sari , Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Semua paket populer tersebut ada begitu saja karena letaknya berdekatan. Yang terjadi di lapangan, paket wisata domestik dan mancanegara ternyata berbeda. Apa penyebabnya?

HAMPIR DIKALAHKAN SOLO

Sebelum Jokowi hijrah ke Jakarta, tentu masih segar dalam ingatan kita bahwa Solo ini sudah menunjukkan taringnya untuk bersaing langsung head to head dengan Jogja. Bertarung dengan cara sehat tentu saja. Saya respect dengan Sri Sultan, saya juga respect dengan Pak Jokowi.

Jika kita tilik kembali, sesungguhnya kota Solo tidak memiliki hal hal ikonik yang bisa dijual, dia tidak dekat dengan Borobudur, tidak juga dekat dengan  Prambanan, tidak juga memiliki Pantai, atau Gunung Merapi. Aneh kalau ternyata kotanya akan jauh lebih menarik dan nyaman dikunjungi dibanding Jogja itu sendiri. Betapa memalukan jika samapai Jogja dikalahkan Solo. Jadi yang salah siapa?

Sebenarnya mau dibawa ke mana Jogja ini?

BUAH DARI SISTEM POLITIK DEVIDE ET IMPERA

Ada beberapa pemikiran yang secara tidak langsung secara tidak disadari membuat industri pariwisata kita terus tertinggal dari negara regional ASEAN. Pariwisata Indonesia rata-rata masih terpecah-pecah dan tidak terintegrasi menjadi satu.

Di era digital ini ternyata masih ada segelintir orang yang menganggap Borobudur adalah hal yang terpisahkan dari Jogja, beda propinsi.

Dikotomi dari Candi Borobudur yang masuk ke dalam kabupaten Magelang milik Propinsi Jawa Tengah seharusnya tidak perlu dipeributkan lagi. Adalah sudah menjadi kesadaran bersama bahwa Candi Borobudur itu milik Indonesia, bahkan milik dunia, warisan cagar budaya UNESCO.

Jadi hal-hal tentang ikon propinsi tujuan wisata kedaerahan sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman. Seharusnya kita tidak perlu mempeributkan lagi Brobudur ini masuk paket wisatanya Jawa Tengah, bukan Jogja, kan aneh.

GRAND DESIGN INTEGRASI PARIWISATA

Hari ini, akses pariwisata di Jogja dan sekitarnya masih dijalankan dengan sistem tradisional. Coba kita bayangkan bersama, ternyata betapa ribetnya bule yang mau jalan-jalan ke Borobudur setelah turun dari Bandara Adi Sucipto. Para bule ini (sebagian) mau tidak mau harus sewa motor di kawasan pasar kembang dan sekitarnya. Para bule nekat yang naik motor ke Borobudur ini rata-rata adalah bule yang sudah terbiasa bawa motor di Bali, tapi tidak sedikit juga yang baru pertama kalinya merasakan sensasi mengendarai motor. Super Ribet bukan?

Yang tidak bisa naik motor bagaimana? Beberapa terjebak dengan guide nakal atau memilih menyewa taxi seharian. MIRIS.

Itu baru salah satu contoh gambaran betapa ribetnya akses ke Borobudur, belum Parangtritis, belum Kaliurang, Belum Merapi. Atau berbagai pantai di Gunung Kidul yang tidak kalah indahnya dengan Bali dan Lombok, bule tidak kita temukan di sana, karena mereka tidak tahu.

--

“yang seperti ini kok mau mengalahkan jumlah kunjungan wisatawan ke Malaysia. Mimpi.”

--

Jogja sendiri sebenarnya sudah memiliki kawasan backpacker seperti halnya kawasan Poppies Kuta atau Jalan Jaksa Jakarta yaitu di daerah Sosrowijayan. Suasana dan atmosfer Sosrowijayan kurang lebih sama. Kawasan ini sudah sangat dekat dengan stasiun Tugu Jogjakarta.

Tapi apa?

Ternyata potensi dan akses yang sudah tertata ini ternyata tidak dioptimalkan dengan baik. Selama 70 tahun merdeka, wisatawan harus pergi ke Candi Borobudur dan Candi Prambanan dengan cara yang susah. Bahkan sengaja dibuat susah terkesan agar uangnya masuk ke tangan tangan orang tidak bertanggung jawab.

==

Jadi apakah hal mendasar untuk menyatukan Prambanan-Borobudur-Pantai Selatan dan Kraton Jogja ini?

Transportasi publik berbasis rel adalah jawabannya. (ilustrasi 01)

[caption id="attachment_268829" align="aligncenter" width="578" caption="Jogja Railway System"]

1380249310206596341
1380249310206596341
[/caption]

Agar perjalanan wisatawan lebih mudah untuk mengakses seluruh kawasan tersebut, maka harus segera dibangun rel kereta yang menghubungkan antara stasiun Tugu sampai tepat di titik depan tiket box candi Borobudur. Dengan KRL ground railway standar, Borobudur hanya akan ditempuh dari stasiun Tugu dalam tempo 30 menit saja. Praktis bukan? Bandingkan jika harus menggunakan Bus melalui Muntilan yang harus ditempuh selama sejam, belum lagi jika ternyata bus-bus ini harus nge-tem tidak jelas di terminal Jombor.

Jalur Kereta Api ini nantinya harus dibangun melalui jalur Moyudan-Sayegan-Ngluwar sehingga akan praktis memotong jarak tempuh. Jalur kereta api yang pernah dibuat Belanda yaitu Jogja-Muntilan-Magelang sendiri sekarang kondisinya jauh lebih berat untuk direvitalisasi lagi. Sebagian rel tersebut ternyata tertanam pelebaran jalan, sudah didirikan trotoar, bahkan ada pula yang sudah dibangun rumah.

Setelah jalur Airport Baru - Stasiun Tugu - Candi Borobudur aktif nantinya, ini akan menjadi preseden positif untuk dikembangkan. Proyek bisa terus dikembangkan ke arah selatan untuk menuju Parangtritis melalui Bantul. Setelah semua jaringan tersambung menjadi satu, seluruh ikon kawasan wisata penting bisa diakses secara langsung dari Stasiun Tugu.

POTENSI JOGJA YANG TIDAK ADA DI PROPINSI LAIN

Kita ketahui bersama, Jogja punya raja yang sangat disayangi rakyatnya, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Nah inilah potensi besarnya, hal yang mungkin lewat dari benak kita bersama! Seperti apa potensinya?

Kita tahu saat Sri Sultan terdahulu, yaitu HB IX dengan ide cemerlangnya mampu mengajak rakyat membangun jaringan Selokan Mataram, menyatukan sungai Opak dan Progo. Betapa panjangnya selokan tersebut. Tahukah anda bahwa kanal ini setara dengan kualitas kanal kanal di Inggris yang bertahan hingga ratusan Tahun.

Dan fakta yang harus menjadi keprihatinan bersama, ternyata setelah puluhan tahun ini, dalam sejarahnya baru proyek Selokan Mataram sajalah proyek besar yang pernah dibangun di Jogja.

Selama 70 tahun merdeka ini, kita bisa rasakan bersama kawasan Jogja dan sekitarnya sudah lama tertidur dalam kenyamanan. Do Nothing !

Sesungguhnya untuk menjalankan proyek kolosal seperti layaknya Selokan Mataram. Jika Sri Sultan sudah bertitah “tanah berikut akan kita bangun bersama sebagai jaringan jalur kereta api yang baru!” maka dengan serta merta dan senang hati rakyat Jogja akan memberikannya dengan legowo, ini kan perintah raja “ Inggih Sultan monggo..”.

Inilah salah satu potensi yang tidak mungin kita temukan di propinsi lain.

===

Jadi bagaimana? Bukankah lebih praktis dan menyenangkan jika Borobudur, Prambanan, dan Parangtritis bisa dijangkau langsung dari Stasiun Tugu.

Sampai Kapan kita harus memakai kendaraan pribadi atau agen travel hanya untuk menuju Borobudur, Prambanan dan Parangtritis?

---

Related Post:

Malioboro Tram

______________________

John Simon Wijaya © 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun