Mohon tunggu...
John Simon Wijaya
John Simon Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

✉ johnsimonwijaya@gmail.com IG/LINE : @johnswijaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menagih Janji Jokowi

2 April 2014   15:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:11 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_301516" align="aligncenter" width="600" caption="Jakarta, photo: koleksi pribadi"][/caption]

Sebagaimana kita ketahui bersama, janji Jokowi yang paling utama, (dan hari ini boleh kita asosiasikan sebagai hutang) adalah menyelesaikan masalah macet dan banjir Jakarta.

Oleh karena itu, untuk memperdalam lagi hal-hal yang akan kita tagih mari kita pelajari dulu metode apakah yang bisa kita gunakan untuk menyelesaikan masalah MACET dan BANJIR Jakarta ini.

Penyebab macet sangatlah kompleks, bukan hanya disebabkan sistem transportasi yang amburadul dan terbengkalainya beberapa proyek Transportasi Publik selama belasan tahun. Namun kromosom rusaknya tatanan tata kota Jakarta sudah dimulai jauh-jauh hari, salah satu penyebab utamanya karena faktor “salah-asuh” sejak Indonesia dijajah Jepang.

Dimulai dari kebijakan blunder Soekarno yang menginginkan trem digantikan bus saja. Kemudian diperparah lagi dengan langkah blunder Gurbernur Ali Sadikin yang mengambil preseden kota dari Las Vegas untuk Jakarta. Kota dirancang dengan jalanan lebar agar mobil-mobil pribadi bisa berjalan leluasa di tengah kota. Ya jelas tidak cocok. Jadilah Jakarta yang hari ini, CBD tumbuh linier mengikuti jalan lebar. Ditambah dengan tren penduduk yang terlanjur menggemari transportasi pribadi.

Kesimpulan dari a whole story di atas adalah penyakit Kota Jakarta adalah cacat bawaan sejak kotanya lahir. Sudah ada dari dulu, sudah ada sejak Kota ini berganti nama dari Batavia menjadi Jakarta, hal tersebut diperparah lagi karena ada keengganan dari beberapa Gurbernur sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini secara komprehensif menggunakan metode jangka panjang.

SOLUSI MENGATASI MACET JAKARTA

Solusi jangka panjang mengatasi kemacetan Jakarta adalah mengatur lagi Rencana Tata Ruang dan Wilayah Jakarta menjadi kota ideal tingkat dunia. Serta mempopulerkan kembali transportasi publik massal sebagai salah satu kebutuhan utama penduduk.

Solusi taktis yang bisa dilakukan dalam tempo 5-10 tahun ke depan adalah membuka kembali kran pembangunan transportasi publik yang sudah telat deadline 30 tahun.

Sedangkan solusi praktis fungsional. Tentu saja selama proses edukasi mempopulerkan transportasi publik tersebut sedang berjalan: jalanan yang ada harus terus halus, enak dilalui. Agar kemacetan tidak dirasakan semakin parah. Perawatan harus tetap dilakukan dengan handal.

Lalu kemudian, masalah yang muncul seperti apa?

Ternyata tidak seluruh solusi bisa diselesaikan secara efektif oleh Pemimpin DKI (Gurbernur) seorang.

Jakarta ternyata tidak benar-benar murni dinahkodai satu kepala. Jalan-Jalan protokol utama ( Jalan Nasional) seperti salah satu contohnya Sudirman- Thamrin, Rasuna Said, Gatot Subroto beserta Toll yang melintasinya menjadi scope kerja dan di bawah wewenang Pemerintah Pusat. Anggaran yang harus dikeluarkan untuk merawat langsung perbaikan aspal, penghalusan beserta optimalisasi trotoar di kiri-kanan Jalan Nasional tadi ternyata harus melalui Dinas Pekerjaan Umum. Jadi ini murni porsi kerja pemerintah pusat. Sedangkan pemprov DKI sendiri ternyata hanya diberi kewenangan penuh pada jalan arteri dan gang kecil di seluruh DKI Jakarta. [1] [2] [3]

Satu lagi, untuk membedah serta merapikan kembali Tata Ruang Jakarta yang sudah amburadul ini, mengatur ulang lagi pola penataan CBDnya seperti apa, ternyata tidak bisa atas kehendak Gurbernur seorang. Lagi-lagi harus melalui jalur dan wewenang langsung Pemerintah Pusat bahkan harus pula melalui persetujuan DPR.

---

Kita berlanjut ke masalah Banjir.

Seperti yang sudah diketahui bersama banjir Jakarta tidak semata-mata disebabkan oleh hujan di DKI-nya itu sendiri. Tidak semata-mata disebabkan oleh aliran air di DKI-nya itu saja. Melainkan menjadi kesatuan masalah bersama daerah penyangga Bodetabek di sekitarnya.

Hampir serupa dengan permasalahan macet di atas, ternyata kewenangan aliran sungai yang melintasi DKI tidak sepenuhnya berada di tangan Gurbernur. Salah satu contohnya: Pintu air Manggarai harus dibuka tutup kapan dan berapa lama dibukanya ternyata harus ada lampu hijau terlebih dahulu dari Istana negara. Khusus untuk permasalahan pintu air ini ternyata wewenang Gurbernur hanya sebatas memantau. Sedangkan keputusan membuka pintu air kapan tetap menunggu lampu hijau dari Istana. Itu baru pintu air, sedangkan aliran air dan waduk-waduk utama itu sendiri ternyata diatur Undang-Undang sebagai kewenangan Pemerintah Pusat. Sungai-sungai besar seperti Ciliwung, Kali Sunter dan Cipinang, Buaran, Krukut, Angke, dan Persanggarahan ternyata juga kewenangan penuh pemerintah pusat [4].

Tidak terbatas ke masalah aksi mengatasi banjir. Untuk solusi preventif seperti membangun sudetan Ciliwung-BKT ternyata (lagi-lagi) juga menjadi wewenang dan scope kerja Presiden beserta jajaran kabinetnya. Yang ternyata selama 10 tahun memerintah sudetan tersebut tidak kunjung juga dibangun.

Koordinasi dengan daerah penyangga yang melibatkan kepala daerah sekitarnya pun ternyata tidak bisa seenaknya diputuskan dari satu pihak gurbernur seorang. Ide Jokowi untuk membagi aliran Ciliwung dari Katulampa bercabang ke Cisadanepun mental di tangan Kepala Daerah lain yang merasa akan dirugikan dengan hadirnya sudetan tersebut.

SOLUSI MENGATASI BANJIR JAKARTA

Selain membangun kesadaran penduduknya untuk hidup bersih. Kunci penyelesaian banjir kiriman adalah koordinasi dengan daerah penyangga, Bodetabek. Bahkan solusi membeli lahan untuk waduk itupun bukanlah solusi jangka panjang. Karena banjir di Jakarta ini bukan sekedar membawa aliran air. Malainkan membawa serta sedimen tanah hasil gerusan air dari kawasan hulu yang mulai menggundul dan dipenuhi villa-villa.

Solusi komprehensifnya bukan sekedar waduk, deep tunnel dan penambahan sudetan-sudetan. Karena sudetan tersebut akan dengan mudah dipenuhi sedimen kembali dan harus terus dikeruk secara periodik.

Reboisasi di kawasan hulu adalah satu satunya solusi jangka panjang yang sudah mendesak untuk segera dilakukan. Dan lagi-lagi segala permasalahan ini ternyata merupakan wewenang Presiden berserta jajaran kabinetnya, yang seharusnya selama 10 tahun terakhir ini sudah bisa dengan mudah diwujudkan.

METODE MENAGIH JANJI

Jika kita merunut kembali seluruh permasalahan di atas, upaya paling bijak untuk menyelesaikan segala permasalahan Jakarta terutama Banjir dan Macet adalah adanya koordinasi yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI. Presiden dan jajaran kabinetnya dengan Gurbernur. Yang ternyata selama 2 tahun terakhir ini bisa kita simpulkan GAGAL bersinergi dengan baik karena Pemerintah Pusat justru menganggap kemacetan adalah wewenang dan solusi penanggulangannya merupakan tanggung jawab penuh pemerintah daerah. Bahkan SBY sendiri malah bilang seperti ini: “sistem pemerintahan kita desentralisasi” [5].

--

Jadi, posisi saya di sini adalah jelas ikut Menagih Janji Jokowi.

Bagaimana cara saya menagihnya?

Karena saya konsisten, agar Jokowi mampu menuntaskan janji janjinya. Tugas utama saya adalah tanpa lelah mendorong Jokowi agar benar-benar dilantik menjadi Presiden pada November 2014. Karena permasalahan DKI Jakarta akan jauh lebih mudah diselesaikan setelah duduk di Medan Merdeka Utara. Apalagi sudah ada poin tambahan bahwa  sang Presiden ternyata sudah memahami seluk beluk mendalam permasalahan Jakarta, serta sudah memiliki relasi koordinasi kerja yang sangat dekat dengan Gurbernur Jakarta mantan rekan kerjanya.

Saat Jokowi jadi presiden nanti, otomatis program mobil murah tidak akan ada lagi. Di kemudian hari kita tidak akan mendengar lagi ada kalimat “Saya merasa malu bertemu PM negara lain dan dikeluhkan masalah macet” sehingga harus menyalahkan Gurbernur Jakarta. Curhat ke pemimpin negara lain dan malah nyalahin bawahannya sendiri.

Jadi bagaimana? Apakah anda salah satu pihak yang ikut serta Menagih Janji Jokowi? Mari kita tagih bersama-sama.

Jakarta, 2 April 2014

______________________

John Simon Wijaya © 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun