Akhir-akhir ini seorang Ahok atau Bapak Basuki Tjahaja Purnama, semakin saja fenomenal di mata rakyat Indonesia, seiring semakin banyaknya argumen-argumen yang saling menjatuhkan sesuai dengan ciri khas politik di Indonesia, hingga ke permaslahan yang baru saja terjadi, yaitu pengunduran diri Ahok dari Partai Gerindra karena tidak sependapat RUU Pilkada yang diajukan oleh partainya.
Debat pro-kontra pun seakan turut menghiasi keputusan tersebut, yang tentu saja sesuai dengan ciri media yang selalu menambahi bumbu-bumbu tertentu, sehingga mampu membangkitkan emosi dari penonton-nya sendiri.
Penulis disini kurang tertarik untuk membahas permasalahan politik antara dua kubu Pak JKW dan KMP yang sedang berselisih, tetapi di sini penulis lebih tertarik melihat ke strategi apa yang sedang dimainkan  oleh produsen politik (pemain politik) untuk bertemu dengan konsumenya (pemirsa politik/masyarakat pemilih), ya bisa dianggap olahraga otak lah daripada cuma eforia saja, tetapi ya juga harus membaca apa dibalik sebuah peristiwa tersebut.
Seperti biasanya tarik-menarik dalam politik itu selalu menciptakan momentum sehingga  menarik rasa emosional masyarakat (pemirsa politik) ke titik momentum tersebut, yang tentu saja momentum tersebut akan dimanfaatkan oleh produsen politik (pemain politik), sebagai jalan pembuka langkah politiknya.
Yah seperti di dunia pasar modal begitu, di setiap langkah itu pasti melahirkan transaction cost ekonomi, yaitu ada yang untung dan tentu saja ada yang rugi, pemain-pemain tersebut tidak bisa jika harus untung terus, atau rugi terus, yang ada mereka malah akan menciptakan momentum menjaga posisi terbuka untuk ambil untung. Makanya urut-urutanya itu selalu ada 'pihak' (pemain) yang menciptakan momentum, yang selanjutnya memancing eforia momentum, dan diakhir tentu saja si pemain tersebut akan move posisi profit (posisi yang menguntungkan) begitu momentumnya tepat.
Nah dalam peristiwa-peristiwa tarik-menarik politik tersebut, tentu saja ada etika-etika yang harus dipegang, yah mudahnya orang politik itu kan orang partai. Jadi selama wajah-wajah politikusnya adalah tipe peloncat Indah, ya jangan pernah berharap tokoh tersebut akan selalu berpegangan pada tongkat yang dia bawa, loyal dan berintegritas tinggi pada partai, Artinya, jika kepada partai saja yang mengantarkan tokoh tersebut ke kursi jabatan saja tidak loyal, apa lagi kepada rakyatnya nanti, Lah kalu sudah begitu apa masih ada yang namanya etika ? atau yang ada hanya 'etiket' ?
Apa sih etika itu ? sebagai bangsa timur Indonesia sangat terkenal dengan budaya ber-etika tinggi-nya, namun ada beberapa macam versi pengartian etika sendiri, berikut yang penulis kutip tentang definisi etika berdasarkan Wikipedia.
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno "ethikos", Â yang berarti "timbul dari kebiasaan", adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana yang mempelajari tentang nilai atau kualitas yang menjadi acuan untuk penilaian moral. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dengan sudut pandang moral yang baik.
Lantas apakah etiket itu ? Etiket itu kalau kita mengenal dunia Flexible Packaging, yang namanya Etiket itu adalah istilah dari 'bungkus rokok', Nah rokok karena ada etiket-nya, tentu dia memiliki dua macam wajah, wajah rokok itu sendiri, dan wajah etiket-nya yang tentu saja lebih manis dan punya 'nilai' jual. Atau kalau dalam bahasa bisnis Etiket itu juga bisa digunakan sebagai bahasa bercanda'an yang artinya 'etika di tengah dompet', yah  artinya kalau orang itu etika-nya rendah biasanya etikanya ada di tengah dompet, alias haus akan duniawi dan menghalalkan segala cara.
Nah berikut ada beberapa kisah yang penuh dengan pelajaran, dan penuh dengan kejujuran 'etika', seperti berikut ini,
1. Dalam cerita pewayangan Bharatayudha, Arjuna ketika bertemu pertama kalinya dan akan bertanding dalam perang tersebut dengan Bisma kakeknya. dia lemah lunglai ketika melihat wajah kakeknya, busurnya tergeletak di tanah di hadapanya, tenaganya seolah-olah habis tiada berdaya sehingga diapun jatuh terduduk, melihat itu sang kakek Bisma pun menasehati dia untuk tegar dan kuat, menasehati Arjuna agar mengambil busurnya dan mengarahkan anak panah padanya. Arjuna pun menjawab,