"Pemerintah-pemerintah di negara-negara industri maju, daging-daging raksasamu yang lelah, bajamu yang lelah dan membosankan. Aku datang dari ruang cyber, sebuah ruang baru bagi pikiran, mewakili masa depan, aku minta kau yang berasal dari masa lalu untuk meninggalkan kami sendiri. Kalian tidak disambut di sini. Kalian tidak Punya kadaulatan di mana tempat kami berkumpul." Itulah karya John Perry Barlow Tahun 1996 "A declaration of the independence of the cyberspace"
Gambaran tentang dunia yang sekarang kita jalani merupakan sebuah Ruang baru bagi pikiran, bukan fisik yang tidak diatur oleh konstitusi apapun. Ruang itu tepat berada pada kita dan kitalah yang sepenuhnya berdaulat.Â
Ide yang kita tuangkan bisa menjadi pikiran banyak orang dan mampu mengubah persepsi orang-orang yang percaya pada kita. Di situ konstitusi apapun tidak mampu mengatur. Ini merupakan realita generasi kita.Â
Apapun kewarganegaraan dan agama kita, kita bermain dalam sebuah ruang. Inilah yang saya cerna ketika mendengar sebuah video. Informasi merupakan sebuah entitas fundamental selain masalah dan energi, yang hadir pada semua proses natural, fisik, biologi, ekonomi, dan lainya, melingkupi alam semesta dari level genetika hingga level peradaban.Â
Nilai dari sebuah fenomena ditentukan oleh kotribusinya terhadap pemrosesan informasi tersebut. Jadi keseluruhan evolusi sejarah manusia dapat dipandang sebagai sebuah proses peningkatan efisiensi dalam pemrosesan informasi.
Kita ketahui bahwa sejarah mengatakan hal yang membedakan manusia dan jenis kera adalah di mana manusia mampu membuat tulisan-tulisan benda dan berakal budi. Sedangkan hewan sepintar simpansepun tidak dapat melakukanya.Â
Jadi, hanya manusia lah yang dapat menerima, menyimpan, dan mengelola informasi. Segala hal sejatinya akan teraih jika kita mampu mengelola informasi. Sederhananya, informasi menuntun manusia membangun peradaban.Â
Memang informasi tidak harus faktual dan bisa di verifikasi, namun, jika diproses informasi bisa dipercara orang untuk menuntun. Hal yang bisa membuat kita bertahan dan dominan adalah karena kemampuan kita mengelola informasi.Â
Misalnya informasi bahwa matahari itu namanya amaterasu omikami, bahwa di puncak gunung Olimpus terdapat dewa Zeus, dan lainya. Kita menjadi sapiens karena bijak mengelola informasi, masalahnya di era cyberspace terdapat sebuah pertentangan.Â
Banyak informasi yang dibuat oleh The Goverment of The Industrial World tidak berbasis data. Informasi selalu menuntun manusia, benar atau tidaknya merupakan urusan yang berbeda. Dulu orang membangun mitos sekuler yang bisa mempengaruhi. Saat ini tidak bisa. Data apa adanya adalah data, sehingga kita mengenal apa yang bernama big data. Big data merupakan data tentang hal-hal yang terkumpul dalam jumlah besar dan kecepatan yang cepat.Â
Dari sinilah muncul hukum variasi, jumlah, dan kecepatan. Sederhananya, big data adalah sebuah konsep tentang kemampuan kita menganalisa dan mengerti jumlah data yang cukup besar dan datang setiap harinya.
Cerita yang dipilih akan menjadi citra, citra yang dipilah akan mejadi mitos. Pemenang di era sekarang mampu melakukan abstraksi. Pendidikan yang kita terapkan saat ini gagal membawa kita untuk memiliki imajinasi.Â
Sebelumnya saya memang sangat setuju bahwa jika kita ingin menarasikan sesuatu kita harus memiliki imajinasi. Kemampuan imajinasi homo sapiens mampu berevolusi dan menjadi makhluk superrior di dunia. Imajinasi menghasilkan mitos kolektif yang membuat sapiens mampu bekerja sama dalam kelompok yang besar, Bahkan dengan orang yang asing.Â
Mari kita mengingat sejarah. Uang menjadi sebuah penemuan yang menarik, penemuan shekel perak di era mesopotamia menjadi terobosan besar soal uang. Menariknya, tidak seperti gandum, shekel perak tidak dapat dikonsumsi.
Tapi karena cukup banyak orang yang percaya dengan Nilai shekel perak itulah kemudian orang menggunakan shekel perak sebagai alat tukar. Penemuan uang merupakan sistem terpercaya yang bisa menjembatani orang tanpa memandang apapun latar belakangnya. Bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun bisa bekerja sama dengan baik dan mempercayai nilai dari sebuah uang.Â
Archie J Bahm megatakan bahwa setiap orang karena kemampuan berpikirnya pada akhirnya akan mempertanyakan dirinya sendiri, kehidupan dan masa depan hidupnya. Pertanyaan tersebut akan mengiring pada hakikat manusia dan alam semesta. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mengiring orang kepada jawaban-jawaban yang ada di balik hidup fisik dunia.Â
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di balik kenyataan hidup  merupakan masalah-masalah pokok di bidang metafisika yang sangat bermanfaat bagi kehidupan nyata terutama dalam usaha memahami pandangan-pandangan dunia dewasa ini. Seperti yang kita ketahui, bahwa metode metafisika umum merupakan suatu refleksi yang terakhir.Â
Refleksi terakhir adalah suatu sarana metodik mengeksplitasikan dan mentematisasikan pra-pengetahuan. Metafisika bergerak di bidang faktawi dengan pra-pengetahuan yang telah ada.Â
Metafisik memanfaatkan kedua kutub tersebut untuk menjelaskan. Saya akan berpindah ke metode Lorens Bagus. Ia menunjuk metode abstraksi sebagai metafisika. Abstraksi dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu fisik, bentuk (matematik), dan metafisik. Kosmologi metafisik menempatkan segala dimensi yang didalami ilmu-ilmu lain dalam satu perspektif.Â
Kosmologi filsafati berusaha memperoleh pemahaman yang membahas tentang kosmos, tentang hubungan yang ada di dalamnya, baik hukum dan norma-normanya kosmologi filsafati memberikan pemahaman kritis bagi kosmologis empiris.Â
Manusia bukanlah makhluk satu-satunya dalam kosmos, namun terdapat hal yang membedakan manusia dengan makhluk lainya, yakni pada kesadaranya. Imajinasi kosmologis adalah daya refleksi manusia dalam membingkai realitas.Â
Sebagai bagian dari kesadaran manusia, imajinasi kosmologi terwujud dalam kosmosentrisme, teosentrisme, antrosentrisme, dan longosentrisme. Seharusnya kosmologi menstimulus kita dalam menemukan kebijakan yang tidak hanya berkutat sebagai aspek kekayaann intelektual manusia. Informasi harusnya bukan hanya sekedar konsumsi otak sebagai physical body, melalinkan juga konsumsi dan harus diapresiasi etheric.Â
Pembahasan saya mengennai hal ilmiah adalah akibat literasi saya, masih banyak hal yang sangat bisa dan Mungkin untuk dikoreksi dalam sudut penerimaanya.
Kembali kepada substansi, algoritma harus bisa menerjemahkan imajinasi. Kita harus membuat algoritma untuk mengatasi masalah yang belum ada, bukan hanya untuk menyelsaikan masalah-masalah yang sudah ada. Kita harus bisa mengomputasikan tindakan-tindakan kita baik itu dalam sektor ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan dan lainya.
 Mampukah kita membangun fiksi baru agar manusia bisa bertahan? Generasi saat ini harus mampu mengidenntifikasikan apa yang terjadi ke depan. Akan ada faktor kecerdasan buatan yang mendistribusikan cara belajar kita.Â
Banyak hal yang perlu kita pertimbangan. Apakah ilmu yang kita pelajari saat ini masih relevan untuk beberapa tahun ke depan. Pola berpikir kita selama ini harus dirubah, jika dulu kita berpikir bahwa kita belajar untuk bekerja, saat ini bekerjalah untuk belajar, belajar merupakan tujuanya.Â
Begitu pula dengan dunia industri Bahkan industri besar sekalipun, dunia industri juga harus bisa mengikuti riset agar tetap relevan. Kita akan membutuhakan ahli-ahli teknik dan filsuf, Â kita harus mengatahui problem-problem etik untuk menjelaskan masalah yang sulit bersifat empiris saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H