Seorang guru dan murid di sekolah membuat kesepakatan pukul 16: 00, belajar sore, mengakhiri mata pelajaran yang tertunda.Â
Cerita ini, siswa SMA kelas 3 akan tamat sekolah. Pak guru merasa bangga dengan jumlah muridnya sebanyak 25 orang yang dinilai sangat  pintar-pintar. Lantas pak guru mengasumsi mereka akan menjadi orang hebat di kemudian hari.Â
Di sela-sela belajar-mengajar, pak guru bertanya satu per satu sama murid-muridnya.Â
 "Siapa yang mau menjadi orang sukses?" Tanya pak guru
"Mereka semua menjawab ada yang  guru, dokter, polisi, Tentara. Sedang salah seorang siswa bernama Zakarias harapannya untuk menjadi "anak bupati".Â
Semua temannya keheranan mendengar hal  itu.Â
"Haa? aneh sekali harapanmu Zakarias"! Ucap LaurensÂ
"Iya! Kenapa kamu mau jadi anak bupati?
 Kenapa tak jadi bupatinya saja, Zakarias?" Tanya LaurensÂ
"Kenapa kamu menjadi anak bupati?" Tanya pak Guru sambil keheranan
Jawaban Zakarias dengan santainyaÂ
"Biar kalau cari kerja tak perlu capek-capek cari info lowongan kesana-kemari. Mau jadi anak bupati agar bisa dibantu sama bapak"Â
Teman-teman dalam seisi kelas pun tertawa karena jawab Zakarias.
Jadi Zakarias dalam cerita ini harapan menjadi "anak bupati" bukan arti fisik saja tetapi sebuah ilustrasi tentang konteks pesta demokrasi selalu berkelanjutan di masa jabatan kepala daerah terpilih itu
Maka janganlah salah pilih dalam menentukkan Pemimpin kepala daerah. Pilihlah orang yang melihat kebutuhan masyarakat, pilih bapak,om, kakak , atau orang asli dari suku yang kalian berada. Agar dengannya  memberi  lowongan kerja yang mudah dan cepat.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI