Kita mencetak sawah baru di Aceh jaya dan Aceh timur demi swasembada pangan nasional. Halangan dan rintangan yg kita jumpai setiap hari, memperkuat tekad kami membangun ibu pertiwi bersama rakyat. Sawah seluas 30hektar hanya dikerjakan oleh 4 petani, full mekanisasi dari olah lahan, pembenihan otomatis, ditanam oleh transplanter dan dipanen dgn combine harvester persis di luar negri.
Perjuangan menanam padi ini luar biasa susah.Alat pertanian saya ditangkap dan ditahan 13 bulan oleh bea cukai dan kementrian perdagangan dan hanya dibebaskan setelah wakil presiden mengirim seorang deputi untuk membebaskan alat kami.
Seolah ujian ini belum cukup, lahan kami di aceh tamiang di ganggu oleh dinas kehutanan tamiang bersama perusahan perkebunan sawit, pt.mpli, katanya lahan sawah saya terkena hutan produksi sehingga saya diusir dari sana. Akhirnya dilokasi itu padi tidak boleh ditanam tetapi boleh ditanam sawit, bayangkan nakalnya pejabat dinas kehutanan tamiang dan perkebunan sawit.
Kredit ketahanan pangan dan energi yg dijanjikan kementrian pertanian tidak pernah direalisasi karena terganjal permentan no.8/2012 yg membatasi lahan di 4 hektar, karena saya nanam 30hektar saya tidak memenuhi syarat pembiayaan, bodoh bener kemarin mentan minta saya tanam 1000 hektar.30hektar saja sudah salah...musim depan saya nanam 4 hektar saja sesuai permentan.
Ujian baru dari BPN datang, sertifikat sawah saya yg sudah saya urus hampir satu tahun tak kunjung juga selesai.
Oh, Indonesia tercinta, kami telah berbuat begitu banyak tetapi ternyata belum saatnya dirimu merdeka karena bangsa kita telah dikerjai oleh bangsa kita sendiri melalui peraturan dan kebijakan publik yang buruk, hubungan antar pejabat kementrian yg jelek serta bangsa yg punya pikiran buruk.
Masa mau membangun bangsa dan negara harus juga memiliki 1000 macam ijin?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H