Mendengar namanya dinyanyikan melalui lantunan lirik lagu dan tari zo wuwu mai, maka mereka bergerak memasuki area kegiatan sambil membawa persembahan berupa nasi yang disimpan dalam salah satu wadah yang berbahan daun lontar yang disebut Wati (maki sewati) daging ayam dan moke dua botol, menuju Nabe (batu datar) tempat meletakkan persembahan . Makanan dan minuman yang dihantar akan dijadikan santapan bersama setelah rangkaian acara tersebut berakhir
Menurut teori kulturkreis, Wuwu  sama dengan Ulu wuwu yaitu ubun-ubun/cakra mahkota. Misteri konsep zo wuwu mai terasa dekat dengan filsafat Tao (China) Wu Wei.Dengan sikap Zo yang berarti  menganugerahkan pemberian ikhlas dari 'atas' (Dewa Zeta) yang diteruskan secara pasif, natural dan sadar ("wuwu") oleh manusia ("kita ata") yang "mai" (datang berproses) sebagai "existenz" (penyalur berkat dari Sang Maha Ada yang menghendaki kita selalu ada dalam lingkaran tarian hidup bersama yang berpasangan secara pantas dan serasi seperti yang Dia telah tetapkan (titi bhigi tegha wegha) dari semula. Muncul misalnya dalam karakter generalis isi Deru yang suka (mudah) memberi, tidak pelit, penyayang dan pengasih, suka menolong, dan baik hati. Demikian tanggapan Dr. Drs Watu Yohanes Vianey, M.Hum pengajar Ilmu Filsafat di Universitas Katolik Widya Mandira Kupang dalam sebuah diskusi di media sosial (john lobo)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H