Sekadar Holding, tidak mampu tingkatkan kinerja BUMN
Public issue yang diangkat Menteri Rini di tahun 2017 adalah "Holding BUMN", seolah-olah jika ada holding, maka kinerja BUMN akan meningkat. Tentu pemikiran ini sangat salah, karena bicara holding tidak sekedar menyatukan laporan dari setiap perusahaan yang menjadi anggota Holding, tetapi bagaimana mampu meningkatkan kinerja BUMN itu sendiri. Saking seriusnya mem-PR-kan holding, sampai Kementerian Kominfo menyelenggarakan diskusi dengan forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema "Mengapa Perlu Holding BUMN"?. Sukses story yang diangkat adalah Semen Indonesia.
Sebenarnya holding di Semen Indonesia (dulu bernama Semen Gresik) sudah dilakukan sejak tahun 1995, saat Semen Padang dan Semen Tonasa dijadikan anak usaha Semen Gresik. Tahu hasilnya", sampai tahun 2005 atau 1o tahun sejak holding Semen Gresik dibentuk kinerja grup BUMN semen tersebut (3 perusahaan) keuntungan selama 10 tahun fluktuatif dikisaran Rp 300 miliar sd 400 miliar.Â
Keuntungan Semen Gresik (sekarang Semen Indonesia) melonjak sejak tahun 2005-2014 dari Rp 500 miliar menjadi Rp 5,4 triliun, lalu menurun lagi di tahun 2015 sebesar Rp 4 triliun dan diperkirakan tahun 2017 keuntungan kembali turun di angka Rp 2,5 triliun. Keuntungan di tahun 2017 sebesar Rp 2,5 triliun ini adalah sama dengan keuntungan di tahun 2008 atau 9 tahun yang lalu.
Artinya meski sudah holding sejak lama, ada titik dimana kinerja Semen Indonesia kembali menurun. Apa yang dialami Semen Indonesia tidak separah apa yang terjadi di Holding perkebunan, karena holding perkebunan terus merugi sejak dibentuk tahun 2015 yang lalu. Sudah disuntik modal negara tahun 2016 seperti yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, sampai September 2017 kinerja BUMN perkebunan termasuk PTPN 3 yang menjadi holding justru terus merugi.Â
Berarti menjadi holding tidak serta merta membuat BUMN untung, tetapi pengelolaan setiap perusahaan yang ada didalamnya adalah yang paling utama. Kinerja perusahaan anggota holding yang cemerlang, tentu secara konsolidasi akan menjadikan kinerja holding juga cemerlang. Meski kinerja Holding Perkebunan, justru karir Elia Massa Manik moncer dengan diangkat jadi Dirut Pertamina menggantikan Dwi Soetjipto.
BUMN Jagoan Itu Terus Bertumbangan
Selain Semen Indonesia yang dalam 3 tahun terakhir kinerjanya terus menurun, pada saat asset dan kapasitas produksi terus bertambah. Maka ada 2 BUMN yang dulu sangat populer sebagai BUMN jagoan, yaitu PGN dan ANTAM yang untungnya senantiasa diangka "triliun". Pada daftar perusahaan yang merugi sampai Desember 2017 yang dirilis oleh Tempo, salah satunya adalah ANTAM dengan kerugian mencapai Rp 331,480 miliar, bandingkan dengan tahun 2012 saat ANTAM masih mencetak laba Rp 2,99 triliun.
PGN ditahun 2016 masih mencetak untung Rp 4 triliun, namun ditahun 2017 keuntungannya akan anjlok, karena sampai dengan semester 1 (Januari-Juni 2017) keuntungan PGN hanya Rp 670 miliar dan sampai semester 3 2017 capaian laba hanya Rp 1,3 triliun (silahkan Googling untuk menguji data).
Dari sisi harga saham, maka ketiga BUMN Semen Indonesia, ANTAM dan PGN harga saham terus turun. Jika di tahun 2014 harga saham Semen Indonesia masih menyentuh Rp 16.200 maka sepanjang tahun 2017 hanya bergerak antara Rp 9.000 -- Rp 10.000 menurun kisaran 40% atau Pemerintah kehilangan uang dalam bentuk penurunan harga saham sebesar Rp 40,33 triliun.Â
Harga saham PGN di awal Desember 2017 bergerak dikisaran Rp 1.600, sangat jauh dibandingkan harga saham PGN tahun 2014 yang mencapai Rp 6.000 atau turun 73,3% atau negara kehilangan uang dalam bentuk penurunan harga saham sebesar Rp 107,9 triliun. Harga saham ANTAM saat ini adalah Rp 610 sedangkan tahun 2014 sebesar Rp 895 atau menurun 31,8% sehingga pemerintah kehilangan uang dalam bentuk penurunan harga saham sebesar Rp 6,7 triliun.Â