Komunitas Teater Jaran Abang mementaskan pertunjukan dengan tajuk Nyonya Anie di pendopo Asdrafi, Ngasem, Yogyakarta (27/6). Pentas ke-4 komunitas ini mengangkat bangunan bersejarah Hotel Toegoe, Yogyakarta, hotel termasyur di Jogja pada masa penjajahan Belanda sebagai sumber inspirasi.
Showcase Teater Jaran Abang yang bekerja sama dengan Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) ini diadakan untuk menyambut peluncuran platform media sosial @infoteaterjogja yang digagas Teater Jaran Abang sekaligus pentas perdana bagi anggota baru komunitas sebelum beraksi dalam pentas besar beberapa bulan ke depan. Â Â Â
Penonton yang hadir disambut selayaknya bangsawan yang menghadiri pesta para elit Belanda. Mereka menempati kursi khusus dan meja bundar lengkap dengan lilin serta vas bunga sebagai penghias. Pentas berdurasi 45 menit ini dimulai dengan adegan dansa oleh para bangsawan Belanda. Penonton disuguhkann aksi dansa para elit Belanda dengan musik iringan khas periode 1890-an. Tak ketinggalan penonton yang berperan sebagai figuran juga disuguhkan sajian berupa minuman dan camilan khas negeri kincir angin.
"Naskah ini cukup menantang dari segi teknis antara penonton dan aktornya sendiri yang mana saya harus mencari cara agar aktor bisa berinteraksi dengan penonton secara dekat tanpa melepas kararakter mereka." ujar Junior F. Kambey, stage manager pentas Nyonya Anie.
Nyonya Anie bercerita tentang perjuangan seorang perempuan pribumi berparas jelita setotok noni Belanda dalam melawan penindasan elit Belanda di bumi Nusantara. Nyonya Anie kecil hidup penuh tekanan lantaran sang ayah menyiksa ibunya karena tuduhan perselingkuhan dengan meneer Belanda. Setelah orangtuanya tiada, Anie kecil diadopsi oleh janda Belanda, Valencia. Bersama Valencia, wawasannya terbuka luas terhadap praktik imperialisme Belanda di bumi Nusantara.
Ia pun kembali ke negara asalnya, Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) dan mendirikan hotel termewah dan termegah di Yogyakarta. Bermisi mengangkat derajat perempuan pribumi, Nyonya Anie melawan imperialisme Belanda dengan penyamaran yang elegan dan manipulatif. Ia pun harus berhadapan dengan Meneer de Vos, pejabat tinggi Belanda yang gila harta dan wanita.
Drama dimulai dengan obrolan para mevrouw (nyonya) Belanda yang bergosip tentang pribumi dan empunya hajat, Nyonya Anie. Rumor latar belakang Nyonya Anie seorang Indo mulai tercium.Â
Obrolan mereka bertransisi pada sisi percakapan de Vos dan asisten residen (pejabat pemerintahan Belanda) tentang sebuah proyek bernama Eurospeech Wijk. Konflik muncul ketika de Vos diberitahu ajudannya bahwa Nyonya Anie terlibat dalam pembunuhan di Mantingan.Â
Kegeraman de Vos semakin menjadi-jadi ketika babu Nyonya Anie tidak sengaja menumpahkan cangkir minuman di jasnya. Tuan de Vos yang naik pitam hendak memukul babu itu sebelum dihentikan Nyonya Anie yang sigap dengan pistolnya. Konflik semakin memanas karena ajudan de Vos pun ikut campur tangan.
Babak dua dibuka dengan de Vos yang dalam kondisi mabuk menyewa kamar di hotel Toegoe bersama nyai yang ia dapat di selatan stasiun. Ia menyewa kamar terbaik di sana untuk meluapkan hasrat seksualnya.Â
Tak disangka, Nyonya Anie telah menyusun rencana untuk menumbangkan de Vos lengkap dengan surat perjanjian yang telah ditandangani de Vos dalam kondisi mabuk. Nyonya Anie pun membongkar penyamarannya ketika de Vos dalam kondisi sekarat. Ia berdiri sebagai wanita pribumi yang independent, elegan, dan feminis.
Pentas Nyonya Anie yang disutradarai oleh Inggit Muhammad dan John Kei ini mengangkat soal perjuangan membela bangsa dan negara dapat dilakukan dengan beragam cara, salah satunya dengan memanfaatkan ketamakan dan nafsu seks pejabat Belanda yang telah menyengsarakan rakyat jelata. Nyonya Anie digambarkan sebagai sosok yang cerdas dan elegan dalam menghadapi penjajah Belanda. Ia melawan dengan strategi cerdik yang menempatkan wanita pribumi tak bisa dipandang sebelah mata.
Adapun para aktor yang terlibat dalam pentas ini adalah Daphne Mahardika (Nyonya Anie), Sectio Surya (de Vos), Sergio Johanes (asisten residen), Teguh (ajudan de Vos), Annisa larassati (Keasberry), Srikandhi Astriana (Mirriam), Dita Azmy (Beatrix), Intan Nur (Tuti), Rr. Lati Pilihan (Sinem), Bayu Murti (Budi), Â Mugi (Tarjo), dan Rosyad Nur (Paijo).Â
Sementara itu, tim produksi diisi oleh Dandi Dandyto (pimpinan produksi), Inggit Muhammad (sutradara), John Kei (astrada), Junior F. Kambey (stage manager), Elva Dwinda (humas), Â Rizki Mulya (operator), Diahelf (MUA), Aulia Zahra (MUA), dan Dayat Aditama (MC dan kostum).Â
"Nyonya Anie adalah pertunjukan yang membangkitkan semangat anak muda untuk lebih suka pada cerita sejarah atau fiksi sejarah. Nyonya anie juga merupakan tokoh feminis yang memperjuangkan hak-hak wanita dengan caranya." ungkap Inggit Muhammad, sutradara Nyonya Anie.Â
Dalam dialog terakhir sebelum pertunjukan usai, Sinem, nyai yang diselamatkan dari kebejatan de Vos bertanya, "Apa yang bisa saya lakukan, Nyonya?" Dengan tegas Nyonya Anie menjawab, "Menjadi pejuang."Â
Inilah pesan sekaligus inti dari pentas ini. Kita semua dipanggil untuk menjadi pejuang yang berani menegakkan keadilan yang manusiawi tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan. Dengan satu kesadaran sebagai bangsa yang nasionalis, kita semua bahu-membahu membela bangsa untuk bebas dari segala bentuk penjajahan.
Kabarnya, akan ada sekuel Nyonya Anie yang sedang digodok tim Teater Jaran Abang. Nantikan pentas berikutnya dengan karya unik, menarik, dan kreatif. Viva La Teater!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H