Jangan-jangan puasa dianggap aturan beku yang mau tidak mau harus diikuti apabila tidak mau dianggap Islam atau Katolik abal-abal dan sebagai cara memperoleh pengakuan di lingkungannya sebagai umat yang katanya beriman.
Belum lama ini (masih pada bulan puasa 2022) ada kasus yang mencoreng sakralnya bulan puasa. Pada 11 April 2022 mahasiswa-i yang dikoordinasi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar demo di depan gedung DPR.
Pada momen itu, seorang dosen komunikasi UI sekaligus pegiat medsos, Ade Armando hadir untuk menolak wacana presiden 3 periode. Namun, seorang provokator yang bukan dari golongan mahasiswa menghunjam bogem mentah ke muka Ade, sehingga menyulut kericuhan publik terutama kegeraman segelintir pembenci Ade Armando. Pengeroyokan terjadi. Ade Armando nyaris ditelanjangi.
Parahnya pengeroyokan diiringi seruan “'Lailahaillallah” dan “darahnya (Ade Armando) halal” oleh segelintir umat Islam. Ironis mengingat pada bulan Puasa, dendam dan ketidaksukaan dilimpahkan dengan wujud kekerasan. Apakah mereka tidak berpuasa? Kalau pun tidak, apakah pantas apabila mereka mengeroyok sesamanya bahkan pada bulan yang suci dan penuh berkah ini?
Mabuk Agama
Sebuah tulisan karya seniman Gindring Waste berkata “Agama melarang kita mabuk, tetapi kita malah mabuk agama” Sentilan ini menohok secara blak-blakan mengenai cara kita beragama. Umat beragama cenderung berfokus pada aturan maupun dogma yang formal dan cenderung kaku ketimbang mengimplementasikan esensi aturan atau dogma tersebut.
Mabuk agama pun menihilkan akal sehat yang seyogianya berguna untuk merespons situasi dan kondisi dalam suatu realitas dan konteks tertentu. Fenomena mabuk agama ini mengakibatkan seseorang menjadikan ajaran agamanya sebagai satu-satunya kebenaran dibanding ajaran agama lain maupun ideologi yang bertentangan dengan kepercayaannya.
Miris rasanya karena fenomena mabuk agama ini menutup akal sehat dan hati nurani. Kasus pengeroyokan Ade Armando membuktikan bahwa ada para manusia yang kehilangan rasa kemanusiaannya. Artinya, ia kehilangan esensinya sebagai makhluk yang berbudi sekaligus berhati nurani. Posisi Ade Armando di ranah politik dianggap oleh sebagian orang menimbulkan kontroversi.
Terjadi silang argumen dan ideologi merupakan hal yang lumrah dalam demokrasi. Namun, pertentangan ideologi tersebut tidak etis diwujudkan dengan tindak kekerasan yang bisa mengakibatkan seseorang celaka fisik maupun batin. Perbedaan orientasi politik pun seharusnya menjadi ruang bersama untuk membangun bangsa dan negara.
Bila kritik justru dilampiaskan dengan hasrat ingin menang sendiri yang artinya menghalalkan segala cara untuk menaklukkan lawan politik sudah sepatutnya ia merasa malu dan bertanya pada diri sendiri: ngapain sih aku berpuasa?