Petang hari, ketika matahari Senin mulai memudar, datanglah sebuah suara lembut di telinga.
- Halo ... Selamat sore Mas Handy. Nggak mengganggu kan telepon ini?
+ Halo ... Tentu tidak Mbak. Ada kabar apa nih? Kayaknya serius banget.
- Mas Handy, ada waktu buat webinar tanggal 27 Agustus 2020 nanti, sebagai narasumber?
+ Berarti sekitar sepuluh hari lagi ya. Acaranya tentang apa Mbak?
- Tentang kegiatan riset sampah laut dan pengelolaannya. Nanti Mas Handy mempresentasikan aspek teknik rekayasa kapal sampah dan hasil yang sudah tersedia.
+ Baik Mbak. "Deal". Bungkus.
Banyak hal terjadi selama sepuluh hari menjelang acara Webinar. Tapi kita singkat saja, langsung ke hari H.
Seminar elektronik ini mengambil tema : Model Sinergitas Pengelolaan Sampah Laut Indonesia Berbasis Socio-Engineering. Tepat jam 09.03 WIB acara dimulai.Â
Pemandu acaranya Pak Triyono (Kepala Bidang) dan Ibu Aida (Peneliti). Anggota tim administrasi (host) aplikasi adalah Pak Hikmat (Kepala Sub-bidang), Pak Daul (Peneliti) dan Pak Adi (Pranata Komputer). Aplikasi webinar yang dipergunakan adalah aplikasi Zoom, dengan maksimal audiens sampai 266 peserta dan penonton di media elektronik youtube.com sekitar 900an, dengan nama akun: Pusat Riset Kelautan. Ini tautannya: https://youtu.be/CQky3LBVcJ4
Acara dibuka dengan sambutan oleh Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bapak Prof. Sjarief Widjaja, PhD.Â
Poin penting sambutan Bapak Kepala BRSDM KP, bahwa solusi sampah di laut dan badan air adalah tata kelola yang bersifat komprehensif. Mulai dari hulu sampai ke hilir harus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat yang terlibat dalam penanganan sampah. Istilah teknisnya ekonomi-berputar (circular economy).
Menurut Penulis, jargon-jargon ekonomi-berputar memang mudah diucapkan, tetapi perlu kekuatan besar untuk pelaksanaannya. Ini membutuhkan kekuatan data sampah yang valid, data sumber sampah utama yang kredibel, dan data keekonomian pengolahan sampah yang rasional.Â
Masalahnya, semua data tersebut belum ada (tersebar secara parsial) dan juga belum pernah diterbitkan oleh badan resmi pemerintah. Ambil contoh seperti lembaga BPS (Badan Pusat Statistik), yang menyediakan data untuk berbagai sektor ekonomi dan berbagai wilayah di Indonesia. Kita perlu "BPS" (badan pendataan sampah) untuk efektifitas pengelolaan ini.
Acara kemudian dilanjutkan dengan presentasi narasumber, lalu diskusi dengan pembahas dan diskusi dengan peserta. Tepat jam 11.55 WIB acara bisa selesai dan semua pertanyaan peserta bisa dijawab dengan baik dan lancar.
Berikut catatan-catatan point penting dari tiap narasumber.
Dr. Devi Dwiyanti S.
- Poin penting presentasi Ibu yang menelepon Penulis ini adalah nilai-tambah (added value).
- Dalam menata dan mengelola sampah di badan air, baik di laut maupun sungai, adalah nilai-tambah yang diperoleh pelaku individu ataupun kolektif (masyarakat). Jika masyarakat atau individu tidak memperolah selisih untung dalam menata dan mengelola sampah, adalah "non-sense" program pengelolaan sampah bisa berkelanjutan.
- Bapak lulusan Jerman dan juga pemateri pada Sekolah Staf dan Komando TNI memperlihatkan, bahwa berdasarkan jejak satelit pelampung sampah (debris-drifter) yang dilepas dari muara Gembong, sampah terapung dapat hanyut sampai samudera Hindia.
- Ini merupakan fakta kuat, yang mendukung dan membuktikan pemodelan matematika yang telah dilakukan, bahwa sampah dari muara sungai teluk Jakarta dapat tehempas di pesisir dan juga hanyut sampai samudera Hindia.
- Pemateri ini memberikan solusi inovasi, untuk pengelolaan sampah di pulau-pulau kecil, kabupaten berkepulauan, dan provinsi berkepulauan, menggunakan kapal induk pembakar sampah dan kapal pengumpul sampah.
- Melalui inovasi disain dan inovasi model operasional, biaya bisa diturunkan, waktu operasi bisa diperpendek, dan masalah lahan untuk pembakaran sampah bisa teratasi.
- Referensi disain diambil berdasarkan wawancara dan diskusi dengan Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI.
Dr. Eng Mochamad Syamsiro
- Dosen Universitas Janabadra lulusan Jepang ini sudah mengembangkan dan melakukan sosialisasi pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Pola pemikiran dan konsep pemanfaatan sampah yang kolaboratif dan memberikan nilai-tambah buat masyarakat sangat bisa diterapkan di Indonesia.Â
- Penulis yakin, bahwa Pemerintah bisa mendukung percontohan (yang sudah dilakukan Pak Syamsiro), pada setiap propinsi untuk membuat purwarupa pengelolaan sampah menjadi energi. Kemauan politik adalah kuncinya.Â
Dr. Dedi S Adhuri
- Pemateri ini sudah mencapai tahap tertinggi dalam karir sebagai Profesor Riset di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam bidang Sosial dan Antropologi Kemaritiman.
- Beliau memberikan sebuah poin penting, bahkan menurut Penulis sangat penting, bahwa kegiatan menata dan mengelola sampah di pesisir dan laut adalah proses. Bukan seperti makan cabe yang langsung pedes terasa dalam sekali gigit.
- Pengalaman para peneliti LIPI di daerah kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, membuktikan kesuksesan pengelolaan sampah adalah melalui proses yang cukup lama, sekitar tiga tahun. Mereka berhasil membangun kelembagaan (bank sampah), penyediaan peralatan pengolah sampah, dan juga pengiriman ke Makassar untuk didaur ulang.
Masukan-masukan Pembahas.
Bapak Dr. Saleh Nugrahadi, dari Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarvest).
- Bapak yang baru dilantik menjadi Asisten Deputi di Kemenkomarvest ini menceriterakan, bahwa proses penanganan sampah di laut melibatkan 16 Kementerian dan Lembaga. Yang mana, hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) no. 83 tahun 2018.
- Dikisahkan pula bahwa akar permasalahan soal data sampah perlu segera diselesaikan, agar program dan kegiatan bisa lebih efektif. Hal ini sesuai dengan pemikiran Penulis, bahwa diperlukan semacam "BPS (badan perhitungan sampah)", agar tata kelola sampah bisa tepat sasaran.
- Juga diinformasikan, bahwa akan ada kapal pengolah sampah bantuan dari Korea untuk dioperasikan di teluk Jakarta.
Bapak Muhammad Yusuf, MSi, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, KKP.
- Rekan Penulis dari Sulawesi Selatan ini menceriterakan kesulitan bergerak secara struktural. Hal ini karena masalah sampah laut hanya ditangani setingkat kepala seksi (eselon 4). Menurutnya untuk urusan ini perlu setingkat eselon 2, karena tugasnya cukup berat.
- Selain itu, Pak Yusuf juga menceriterakan program-program yang sudah dilakukan dalam penanganan sampah di pesisir. Baik itu dengan program seremonial bersih-bersih pantai, gerakan cinta laut (Gita Laut), KPBU (kerjasama pemerintah badan usaha atau "public private partnership"), penyediaan sarana pengolah sampah, dll.
Diakhir acara, Bapak moderator menyarankan untuk semua peserta agar membaca UU no. 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; UU no. 32 tahun 2014, tentang Kelautan; Serta, Perpres no. 83 tahun 2018, tentang Penanganan Sampah Laut. Ini perlu dilakukan agar pemahaman dan pola pikir kita semua bisa seirama. Sehingga, sumbang pikir dan kerja bisa efektif dan juga bermanfaat.
Penutup
Pengelolaan sampah perlu kebersamaan gerak dan pemikiran dari semua "stake holder". Istilah keren kekinian adalah kolaborasi semua pihak. Kolaborasi dimulai dari awal (hulu) sejak dari daratan, penanganan di darat dan sampai di lautan. Juga, merangkul masyarakat, pelaku usaha dan Pemerintah untuk bekerja bersama.
Proses dan nilai-tambah adalah kunci sukses. Pekerjaan ini perlu proses dan masyarakat yang terlibat perlu mendapatkan nilai-tambah agar bisa berkelanjutan semua upaya tata-kelola sampah laut. Banyak kegagalan program yang telah terjadi karena mengabaikan dua faktor ini.
Semoga ringkasan kecil ini, bisa bermanfaat buat para pembaca dan semua pemangku kepentingan.
Lantai 5, diatas daratan yang dulunya laut, di Jakarta Utara.
Handy Chandra van JB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H