Mohon tunggu...
Handy Chandra Bassang
Handy Chandra Bassang Mohon Tunggu... Konsultan - Sekadar mengisi waktu (kalau ada) || Semoga bermanfaat || E Cogito Ergo Sum

Maritime Business

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Pena dan Otak Independen

21 Agustus 2020   14:07 Diperbarui: 14 Oktober 2020   11:57 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ALKI 1, 2 dan 3. Sumber Gambar: The Indonesian Institute (TII).

Direktur Leadership Writing, University of Chicago, Larry McEnerney menceriterakan bahwa tulisan itu dibuat untuk para pembaca (readers), bukan untuk si penulis atau isi otaknya. Dengan demikian, tulisan-tulisan Sahaya terkait reklamasi yang menjadi "viral" sudah pada rel/jalur yang benar.

Artikel yang ditulis, semuanya memberikan wawasan buat pembaca, memberitahukan aspek-aspek teknis bagi pembaca secara mudah, menunjukkan manfaat reklamasi bagi masyarakat dan bagi pemerintah yang bersangkutan.

Sekarang, mari kembali ke inti topik perbedaan pendapat antara Penulis dengan Pemerintah Singapura.

Pertama, dari sisi Penulis. 

Reklamasi lahan di Singapura, sejak diberhentikan ekspor pasir laut dan pasir darat dari Indonesia, menurut beberapa oknum pelaut yang Penulis sitir/acu, dilakukan dengan mengeruk pasir di ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia). Dilakukan pergi-pulang sampai kapalnya penuh, lalu bongkar di Singapura. Silakan lihat gambar utama pada tulisan ini, alur pelayaran ALKI yang berwarna ungu.

Ini semata-mata aspek teknis dan aspek rekayasa operasional. Sebagai orang yang bekerja dibidang kemaritiman dan kelautan, hal teknis adalah hal mudah dan rutin. Namun, perihal legalitas aktifitas kapal bukan wewenang Penulis, juga aspek operasional perusahaan dan aspek proyek reklamasi itu sendiri.

Artikel di media elektronik kolom Kompas berfokus pada manfaat reklamasi, bukan pada aspek teknis dan legalitas sumber material.

ALKI adalah jalur lalu-lintas kapal-kapal Internasional yang merupakan wilayah lalu-lintas laut Internasional, tetapi milik Indonesia. 

Ada tiga (3) ALKI di Indonesia, Pertama di selat Malaka dan selat Sunda , lalu menuju laut Natuna, lalu ke Laut China Selatan. Kedua, di selat Makassar lalu menuju Selat Lombok lalu ke Samudera Indonesia. Ketiga, dari Samudera Pacific, lalu ke laut Maluku, laut Seram, Laut Banda dan terus ke Australia atau samudera Indonesia.

Karena status laut tersebut milik Indonesia tetapi wilayah lalu-lintas Internasional, maka setiap kapal yang lewat jalur itu tidak wajib melaporkan statusnya secara detail ke Indonesia. Disitulah peluang dilakukannya pengerukan pasir, menggunakan penghisap dari kapal keruk (hisap) yang melaluinya. 

Satu hal lain yang membuat semakin mungkin, karena perangkat AIS (automatic identification system) kelas A, yang dipasang diatas kapal dapat dengan mudah direvisi informasinya. Sedangkan, petugas di pelabuhan pengawas hanya melihat data AIS di radar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun