Mohon tunggu...
Johnamboness
Johnamboness Mohon Tunggu... -

Nyong Amboina, pemerhati pemuda dan kebangsaan, pecinta budaya & sejarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Reuni SMAN 1 Kairatu yang Tak Terlewatkan

11 Maret 2017   18:56 Diperbarui: 12 Maret 2017   04:00 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

21 tahun, ternyata waktu yang cukup. Cukup untuk meninggikan tubuh, menggemukan badan. Cukup untuk berkelana ke seantero penjuru. Ada yang berubah penampilan sehingga butuh beberapa menit untuk mengingat saat berjabat tangan. Perkenalan terjadi layaknya pertemuan pertama. Komentar singkat, dulu tidak seperti begini. Sudah tidak dikenal lagi. Bahkan ada yang bertanya itu siapa? Itu dulu jurusan apa? Padahal keluarga alumni yang dikira sesama alumni. Juga ada yang tertipu bahwa ada ajudan orang penting hadir memantau acara. Dapat ditebak selanjutnya, memanfaatkan sela-sela acara untuk berfoto, berdua, bertiga, bahkan beramai. Baik berselfie ria ataupun ikut bergabung pada rekan yang sedang berpose. Menarik untuk dicermati gaya berfoto, dominan membuat gaya jempol dan angka 2 dengan jari. Ada yang mengartikan dengan good untuk jempol dan victory/kemenangan untuk angka 2. Tidak sedikit juga yang menghubungkan dengan dinamika sosial politik yang menimpa wilayah dan negara akhir-akhir ini. Semuanya sah-sah saja karena inilah kebebasan berekspresi. Obrolan pun mengalir, ada yang mengenang sepatu temannya dibakar karena memakai yang tidak sesuai aturan, ada yang mengisahkan kena pukul rotan karena tidak kembali setelah bakti masal. Dijemur di tiang bendera bersama teman sekelas karena bolos bersama, ada yang kena pukul karena menirukan ibu guru yang sedang berdoa bersama di aula. Lebih memilih diam di toilet yang agak bau daripada masuk ruang kelas karena takut pada guru. Kisah-kisah ini dapat diperpanjang jika semuanya dapat diajak wawancara karena kenangan ini hanya melibatkan beberapa teman saja entah 1 kelas, satu jurusan, satu rute jalan pulang dan yang lainnya. Salah satu permainan yang digemari saat itu adalah main pena. Permainan untuk saling menjatuhkan pulpen lawan sehingga tersisa 1 pulpen di meja yang menjadi pemenang. Tak jarang meja guru dijadikan arena pertandingan karena ukurannya yang besar mengingat banyaknya yang berminat. Kelihaian dalam meletakkan posisi pulpen adalah satu penentu keberhasilan. Itulah sepenggal kisah di reuni yang dulu dianggap biasa namun 21 tahun kemudian menjadi cerita yang menyenangkan untuk dikenang bersama.       

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun