Mohon tunggu...
John Pieter Oliyanto
John Pieter Oliyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer yang ingin terus belajar

Banyak-banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Aroeboesman Hingga Jokowi yang Tak "Soft Landing"

9 Februari 2024   17:33 Diperbarui: 9 Februari 2024   17:35 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi- Bandara Aroeboesman-

Aroeboesman adalah nama populer sebuah dan satu-satunya bandara yang terdapat di kota Ende-Flores. Nama ini diambil dari nama Haji Hasan Aeroboesman yang adalah raja terakhir di Ende (1949-1962). Beliau juga merupakan bupati ke dua di kabupaten Ende. Pada tanggal 6 februari 2024, saya Bersama istri menuju bandara ini untuk terbang ke Jakarta guna memperdalam pemahaman saya akan Bahasa Inggris di UI. 

Sungguh menakjubkan memandangi pesona alam yang terbentang di sekitar bandara. Ruang tunggu bandara berhadapan langsung dengan gunung Meja dan hamparan perbukitan Arubara ditambah teduhnya Pantai Bitta di pagi hari. Inilah pesona wisata premium yang murah meriah di tanah kelahiran saya.

Ada beberapa hal yang menarik perhatian saya selain pemandangan alam tadi yakni desain interior bandara, tataletak bandara serta keramahan petugas bandara yang sangat bertolak belakang dari 10 tahun lalu ketika saya kembali menginjakkan kaki selepas kuliah di Jogja. Desain interior bandara sekarang sudah hampir serupa dengan bandara-bandara yang ada di Indonesia bagian barat. Begitu juga tataletak bandara, sudah jauh berbeda. 

Bandara yang sekarang terletak kearah lebih ke timur dari lokasi sebelumnya. Petugas bandara kini lebih sigap dalam melayani tamu, senyum ramah menebar di setiap sudut ruangan. "Wow" kata saya dalam hati, kota kecilku kini menjadi sangat indah karena pembangunan. "Terima kasih pak presiden" gummanku di dalam hati.

Peran Survey di Daerah

Renovasi bandara merupakan satu dari sekian wujud pembangunan yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Selain bandara, terdapat bendungan, jembatan, jalan juga dibangun oleh pemerintah. Terbersit harapan  bahwa masyarakat di kabupaten saya bisa merasakan dampak positif yang besar khususnya dibidang yang berkaitan dengan transportasi udara.

Ketersinggungan saya dengan bandara Aroeboesman cukuplah kental. Saya pernah dua kali menghadap pimpinan bandara  bersama dengan tim Swiss Contact Wisata untuk sekedar meminta ijin melaksanakan Exit Survey pada tahun 2016 dan 2017. Survey ini dimaksudkan untuk menggali kesan dan pesan wisatawan asing yang mengunjungi pulau Flores. 

Kala itu saya didapuk sebagai tenaga survey lapangan dengan jobdesk membagikan kuesioner dan mewawancarai wisatawan. Harapan yang diperoleh dari kuesioner diatas adalah adanya masukan berupa kritik dan saran agar sektor pariwisata berkembang serta memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal.

Gambaran besar dari hasil survey adalah kurangnya penguasaan Bahasa asing, infrastruktur yang belum memadai serta tata krama yang jauh dari kata ramah. Hasil survey ini kemudian diberikan kepada pemda dan Swiss Contact Wisata untuk mendiskusikan langkah strategis yang harus dibuat kedepan.

Pada saat melakukan survey, bandara yang dipakai masih merupakan bandara yang lama, itulah mengapa saya sangat terkejut ketika tiba kembali kebandara yang sama setelah beberapa tahun tidak menginjakkan kaki ke tempat itu lagi. Melihat perubahan wajah bandara yang semakin ciamik, saya berguman didalam hati; apakah ini berkat survey yang tim Swiss Contact Wisata kerjakan? Dugaan besar saya adalah "ya". Mengapa? Karena Pembangunan yang terjadi di pelosok merupakan hasil pendataan kebutuhan yang diperoleh pemerintah pusat melalui banyak hal salah satunya adalah hasil survey.

Terus terang saya sangat senang menjadi tenaga survey lapangan karena saya bisa memperdalam ilmu Bahasa Inggris, menambah relasi, dan memperluas pengetahuan tentang budaya atau perilaku wisatawan asing. Saya ingin selalu menjadi bagian dari tenaga survey tersebut. Sayangnya, beberapa tahun lalu Swiss Contact telah meninggalkan kabupaten Ende dan beralih ke Labuan Bajo. 

Aktivitas survey otomatis berhenti.  Saya berharap bahwa pemerintah daerah bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan survey independen tanpa embel-embel kerja sama dengan lembaga asing. Saya pikir pengalaman survey yang telah dibuat bersama Swiss Contact Wisata bisa dijadikan acuan untuk memperoleh data yang akurat dilapangan bukan hanya dibidang pariwisata tapi juga dibidang-bidang lain. 

Saya sempat bertanya kepada para pemerhati sekaligus juga pelaku wisata di kabupaten Ende; mengapa survey sejenis tidak berjalan lagi? Katanya, pertama; tidak semua orang merasa bahwa survey kepuasan perjalanan wisatawan asing di Flores itu penting. Kedua; tidak ada dana yang dianggarkan untuk mengadakan survey.

Kedua pernyataan diatas bisa menarik Ende keluar dari tatanan pembangunan yang sedang digalakan. Lebih jauh, saya bisa membaca adanya kelemahan mental daerah dalam menentukan pembangunan yang terjadi. Mental yang menunggu perlu dirubah. Mustahil ada pembangunan fisik jika pembangunan mental diabaikan. Dalam istilah kekinian; revolusi mental dan revolusi fisik harus dipertegas di daerah-daerah guna menyongsong Indonesia hebat dan kuat.

Revolusi Mental dan Gunjang-Gunjing Keberpihakan

Dalam kacamata pembangunan, kita sepakat bahwa pembangunan suatu wilayah harus mencakup pembangunan fisik dan mental. Dalam tulisan yang diinisiasikan oleh Direktorat Jendral Informasi dan Komunikasi Publik Kementian Komunikasi dan Informasi RI, revolusi mental pertama kali digaungkan oleh presiden Soekarno pada tahun 1957. 

Pada saat itu beliau membaca situasi bangsa yang loyo pasca pendudukan Belanda dan Jepang.  Soekarno kemudian menyentak perilaku masyarakat Indonesia dengan menggalakkan revolusi mental. Hal ini dirasa Soekarno penting karena sebuah bangsa yang besar membutuhkan masyarakat yang tangguh, patriotik, memiliki etos kerja dan etos pikir yang baik untuk bisa berdiri sejajar dengan bangsa- bangsa barat.

Laju revolusi mental dipercepat oleh presiden Jokowi dengan mengimplementasikan karya-karya pembangunan yang nyata dan bisa dirasakan oleh masyarakat disetiap pelosok Indonesia termasuk di kabupaten saya. Hilirisasi pembangunan baik fisik dan mental mulai terasa sukses. Ditangan presiden Jokowi, harapan bahwa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan kuat terbuka lebar. Tapi apakah Jokowi bisa konsisten membawa harapan rakyat Indonesia kearah yang lebih baik?

Sejauh pengamatan kita bersama akhir-akhir ini presiden Jokowi menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak, mulai dari lawan politik yang dahulunya adalah teman, rohaniawan dan akademisi tentang keterlibatannya yang disinyalir tidak fair terhadap perlakuan kepada salah satu paslon presiden dan wakil presiden.

Bukan rahasia lagi jika calon wakil presiden, Gibran, merupakan anak presiden. Sudah tidak perlu dijelaskan jika, dalam persepsi kebanyakan orang, Gibran sudah meluluhlantakkan negara ini dengan bantuan presiden. Ada dilema yang melekat pada pribadi presiden yang merangkap ayah dari Gibran. Secara tidak sadar kisruh pemilu kali ini mempertanyakan apa peran ayah dan peran presiden. 

Apa peran kepala keluarga dan peran kepala negara? Ketika peran seorang ayah disandingkan dengan peran seorang presiden, maka peran itu membesar selanjutnya memberi dampak nasional tapi peran tersebut bisa mengecil jika sebaliknya. Dengan hadirnya Gibran dalam kontestasi politik nasional maka Jokowi tampaknya menjadi ketiadaan fokus sebagai presiden. Jika benar presiden kehilangan fokus memimpin, perlahan tapi pasti Gibran dalam pusaran politik nasional membunuh mental presiden Indonesia.

 

Pesawatku Indonesia

Perjalanan saya ke Jakarta bersama istri menggunakan Wings Air. Rute perjalanannya adalah Ende-Labuan Bajo-Jakarta. Sambil merenung beberapa rangkaian peristiwa yang terjadi di Indonesia, saya merasa bahwa saya sedang meneropong Indonesia melalui bandara kecil di tengah pulau Flores. Popularitas presiden Jokowi kian mengalami penurunan berdasarkan tingkat kepuasan yang di tulis oleh Kompas edisi November 2023 dari yang semula 80% ke 75,8%. Beritasatu.com juga menyampaikan nada serupa dengan mencatat 79,1% pada awal Desember 2023.

Seiring dengan turunnya pesawat kami ke bandara internasional Soekarno-Hatta, saya merasa bahwa revolusi mental yang digalakan oleh Presiden Soekarno bisa hancur lebur di tangan Presiden Jokowi jika dilemma "ayah atau presiden" tidak segera dituntaskan. Tidak seperti pandangan kebanyakan pengamat yang menuntut etika presiden, Margarito Kamis dalam ILC tanggal 1 februari 2024 secara lugas menjelaskan bahwa ada undang-undang yang memperbolehkan presiden berpihak pada salah satu paslon. Prinsipnya adalah etika atau rasa tidak bisa menjadi penentu benar atau salah suatu teks undang-undang karena hukum akan kehilangan kepastiannya.

Di Tengah arus pro dan kontra tentang pemilu kali ini, revolusi mental harus tetap dilakukan  mulai dari pucuk pimpinan sampai pada akar pemerintahan. Presiden Jokowi sedang diuji oleh revolusi mental yang menjadi ikonnya selama ini. Jika diibaratkan presiden Jokowi adalah pilot bangsa ini maka masyarakat Indonesia jadi penumpannya. 

Semua berharap bahwa Indonesia bisa mendarat di bandara kesejahteraan, kemakmuran yang adil dan beradab sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 45. Turbulence sedang terjadi pada pesawat kita. Tanpa mental yang kuat, Indonesia akan landing dengan buruk di akhir pemerintahan Presiden Jokowi.  Jadi, kencangkan sabuk pengaman saudara-saudara !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun