Meramaikan festival budaya di sekitar danau Toba juga bisa menjadi trik jitu mendatangkan wisatawan. Sebenarnya banyak sekali festival budaya sepanjang tahun yang bisa dinikmati di sekitar danau Toba seperti Karnaval Si Gale-Gale, Toba Caldera World Music Festival, Festival Danau Toba (FDT), Pesta Adat Sihaporas, Festival Tumba, Festival Rondang Bittang, pesta Budaya Oang-Oang, dan beberapa lainnya.
Namun sangat disayangkan, sampai saat ini berbagai festival tersebut belum mampu menambah jumlah pengunjung secara signifikan. Bahkan pada tahun 2019 kemarin, dikabarkan FDT tidak berjalan sesuai harapan. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya festival ini.
Untuk itu pemerintah perlu mencari cara mempromosikan festival budaya secara besar-besaran dan mengemas kegiatan festival semenarik mungkin agar semakin dikenal. Pemerintah setempat sebaiknya mengevaluasi dan belajar dari festival daerah lain yang  selalu sukses menarik pengunjung seperti festival budaya di Bali, misalnya.
Pekerjaan Rumah (PR) pemerintah
Tercatat beberapa bencana sempat menimpa wilayah Danau toba, seperti banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan. Banjir bandang disertai longsor sempat menimpa kawasan wisata Parapat, 13 Mei 2021 lalu. Bahkan tercatat banjir bandang seperti itu telah berulang kali terjadi, seperti pada Desember 2018, Februari 2019, dan Juli 2020.
Menurut penelusuran yang saya dapatkan, banjir tersebut diakibatkan oleh penebangan hutan di Sitahoan dan kawasan hutan Sibatu Loting. Artinya, terjadi kerusakan lingkungan di wilayah sekitar  wisata Danau Toba yang perlu ditangani secara serius. Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh gegabah melakukan deforestasi untuk pembangunan di kawasan wisata.
Agustus kemarin, kebakaran hutan mencapai puluhan hektar terjadi di Tongging, Kabupaten Saro, yang berdekatan dengan kawasan wisata Danau Toba. Berdasarkan berita yang saya dapatkan dari Suarasumut.id, kebakaran tersebut diduga dilakukan oleh seorang warga  yang ingin membuka lahan dengan membakar ilalang agar tumbuh rumput baru untuk makan ternaknya. Hal ini mengindikasikan lemahnya pengawasan pemerintah setempat pada kawasan hutan serta kurangnya edukasi terhadap warga setempat.
Bencana semacam ini semestinya segera ditangani agar tidak sampai terulang. Karena produk utama yang ditawarkan dari wisata Danau Toba adalah wisata alamnya, sudah tentu daya dukung lingkungan harus menjadi hal yang diprioritaskan.
Pemerintah sudah sepatutnya tidak hanya memusatkan pengembangan wisata pada pembangunan infrastruktur saja tanpa memperhatikan lingkungan sekitar Danau Toba. Jika keseimbangan lingkungan tidak terjaga, bukan tidak mungkin nantinya akan menjadi bumerang bagi kawasan wisata itu sendiri. Maka dari itu, kelestarian alam dan keaslian kawasan di wilayah Danau Toba menjadi hal yang perlu dilindungi.
Selamat bekerja pemerintah dan masyarakat Danau Toba. Wujudkan Wonderful Indonesia pada dunia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H