Suatu hari tetangga saya tergopoh-gopoh datang ke rumah. Sebut saja namanya Suli. Ia mengatakan sedang sangat butuh uang untuk membayar uang sekolah anaknya yang duduk di bangku SMP.
"Tolonglah, setelah aku gajian, akan segera kukembalikan," pintanya.
Karena sudah mengenalnya dengan baik, saya pun meminjamkan uang sejumlah yang ia butuhkan.
Sebelum ia berpamitan, Suli menceritakan sesuatu tentang anaknya. Tak saya sangka ternyata Suli sebenarnya sudah menyisihkan sebagian gaji dan memberikan kepada anaknya untuk membayar uang sekolah, tapi uang itu dihabiskan untuk mentraktir teman-temannya.
Singkat cerita, anak Suli terpaksa melakukan hal tersebut karena ia berulang tahun beberapa waktu yang lalu.Â
Si anak merasa tak enak hati kalau tidak mentraktir teman-temannya makan. Pasalnya, ia juga sering ditraktir teman saat ada yang berulang tahun.
Saya turut sedih mendengarnya. Kisah yang dialami Suli, saya yakin juga pernah menimpa sebagian orang tua dari anak-anak usia puber.Â
Di masa ini, anak-anak memang mengalami sejumlah permasalahan. Mulai dari terlalu mencemaskan jerawat yang muncul di wajah, berlebihan dalam menampakkan ketertarikan pada lawan jenis, termasuk juga cara yang kurang tepat untuk membuktikan eksistensi diri di hadapan teman-temannya. Anak Suli tadi mengalami permasalahan yang terakhir.
Coba simak beberapa cerita yang pernah viral berikut ini. Di Ponorogo, remaja berusia 16 tahun nekat membakar rumah orang tuanya sendiri karena tak kunjung dibelikan ponsel.Â
Sang bapak sebenarnya sudah berjanji akan membelikan ponsel setelah lebaran. Namun, si anak tetap tak sabar menunggu dan memaksa dibelikan pada hari itu juga. Karena permintaan si anak tidak dipenuhi, akhirnya terjadilah cekcok dan berujung pembakaran rumah.
Kisah lain datang dari Pemalang, Jawa Tengah. Seorang anak nekat memanjat sutet dan mengancam akan bunuh diri jika tak dibelikan sepeda motor.Â
Tidak dibelikannya sepeda motor oleh orang tua si anak sebenarnya bukan tanpa alasan. Orang tuanya mengaku memang tidak memiliki cukup uang untuk mengabulkan permintaan anaknya tersebut.
Orang Tua Berperan sebagai Pendidik Pertama dan Teman Dekat
Tidak diragukan lagi bahwa orang tua, khususnya seorang ibu, merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Hal tersebut senada dengan yang pernah diucapkan oleh Rasul bahwa ibu adalah sebagai madrasah pertama.
Selain itu penting bagi orang tua mengajak anak untuk berpikir dan bersikap secara tepat. Â
Mengajarkan nilai-nilai kebaikan dirasa sangat penting sehingga anak usia puber tidak akan salah jalan yang bisa merusak kehidupan masa depannya.
Selain sebagai pendidik, orang tua juga diharapakan mampu berperan sebagai teman dekat bagi anak yang menginjak usia puber.Â
Maka dari itu, orang tua sebaiknya bersifat terbuka terhadap informasi dan memahami perkembangan remaja masa kini.
Sehingga orang tua tidak harus memakai gaya-gaya mendidik seperti orang zaman dahulu. Karena hal itu tidak selalu cocok diterapkan kepada anak-anak sekarang.Â
Kuncinya, orang tua perlu memiliki wawasan luas dan terus punya niat untuk belajar.
Mengajarkan Kesederhanaan
Saat orang tua berperan sebagai pendidik dan teman dekat secara tepat dan disukai anak, maka orang tua akan dengan mudah mengajarkan nilai-nilai kebaikan sebagai modal anak untuk menjalani kehidupannya.
Mengajarkan nilai-nilai kesederhanaan pada anak usia puber menjadi salah satu hal terpenting saat ini.Â
Seperti yang sudah kita tahu, beberapa problem remaja biasanya terkait dengan gaya-gaya hidup hedonis untuk sekadar membuktikan eksistensi diri.Â
Kasus yang saya kemukakan sebelumnya juga bisa menjadi alasan penting bahwa ajaran kesederhanaan perlu ditanamkan pada remaja.
Banyaknya tayangan-tayangan televisi masa kini yang justru mempertontonkan gaya hidup mewah dan akses mudah untuk mengetahui kehidupan artis idola tentu saja mempengaruhi anak-anak remaja.Â
Kita bisa melihat sendiri betapa banyak anak-anak di sekitar kita yang berusaha meniru gaya artis yang mereka gandrungi.
Maka tidak heran jika kini kita melihat bibir terpoles lipstik, pemakaian softlens dan maskara, serta dandanan berlebihan yang menghiasi wajah anak-anak SMP, SMA dan bahkan tidak menutup kemungkinan dari kalangan anak-anak SD.
Untuk melawan gaya-gaya hidup hedonis tersebut, penting sekali rasanya mengajarkan nilai-nilai kesederhanaan pada anak usia puber.Â
Anak-anak perlu memahami bahwa kebahagiaan hidup tidak ditentukan oleh penampilan fisik yang kece, atau merk pakaian apa yang dikenakan dan lain sebagainya.Â
Namun, kebahagiaan sesungguhnya adalah hidup dengan cara sederhana, seberapa pun materi yang kita miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H