Mohon tunggu...
Johara Masruroh
Johara Masruroh Mohon Tunggu... Guru - Teacher and mother of two kids

Reading and writing are my remedy.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Virus Cinta Ningsih

25 Agustus 2021   14:35 Diperbarui: 25 Agustus 2021   14:42 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Darmin memasuki rumah dengan  bersungut-sungut. Mukanya masih merah padam setelah mengunjungi rumah Ningsih, janda beranak satu. Di depan janda itu Pak Darmin meluapkan semua cacian yang telah lama mengendap di tenggorokannya.

Rupanya hal itu belum juga cukup. Pak Darmin melanjutkan sisa emosinya di rumah. Anto, bungsu Pak Darmin hanya terdiam melihat tingkah bapaknya. Dengan kasar tangan Pak Darmin menggebrak meja kayu tepat di hadapan putranya.

"Sekali lagi kamu masih berhubungan dengan Ningsih, kamu tak perlu lagi menganggapku masih hidup di dunia ini," ucap Pak Darmin dengan penuh amarah.

Tangannya terkepal menggebrak meja. Nafasnya sedikit tak beraturan. Mata Pak Darmin memandang lurus ke wajah Anto. Dilihatnya Anto masih tak berkutik. Mengucap sepatah kata pun tidak. Padahal ia hanya menginginkan sebuah janji. Janji yang ia nanti akhir-akhir ini karena Pak Darmin teramat resah dengan kelakuan putranya.

Menurut Pak Darmin, hubungan Anto dan Ningsih hanya akan mempermalukan martabat keluarga. Ningsih tak hanya jauh lebih tua, dia juga janda dengan seorang anak usia delapan tahun. Mantan suaminya pergi begitu saja seminggu setelah ia melahirkan.

"Ayo bicara!" bentak Pak Darmin sambil menggebrak meja di depannya sekali lagi.

Anto tetap bergeming. Ia menundukkan kepala dalam-dalam. Perasaannya bingung di antara  tetap memperjuangkan perasaannya terhadap Ningsih atau mengalah saja asal bapaknya senang. Ia sendiri tak mengerti mengapa cintanya begitu tumbuh subur untuk wanita yang tak lain adalah tetangga sendiri dengan usia yang seumuran dengan kakak tertuanya.

"Kamu ini masih bocah. Menurutlah sama orang tua." Pak Darmin mulai melunak karena kehabisan cara menasehati putranya.

"Wajahmu kan juga ganteng. Pasti banyak gadis yang bersedia kamu nikahi. Berhentilah mengejar Ningsih mulai detik ini." Pak Darmin berharap Anto bisa mengerti betapa ia sangat peduli akan masa depannya.

Kepala Anto terangkat perlahan. Ia menelan ludah dan mengatur nafas. Ia sendiri sebenarnya tak yakin dengan apa yang akan ia ucapkan. Hanya saja jiwa mudanya terus memberontak. Ia merasa sudah bukan zamannya masalah percintaan diatur oleh orang tua. Lebih-lebih dia seorang lelaki. Sudah seharusnya lelaki bisa bebas menentukan pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun