Mohon tunggu...
Johara Masruroh
Johara Masruroh Mohon Tunggu... Guru - Hobi menulis sejak menjadi seorang ibu

Ibu dua anak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suara Azan

13 Agustus 2021   15:22 Diperbarui: 15 Agustus 2021   15:31 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidupku kembali rumit karena kebahagianku bersama suami ternyata tak berlangsung lama. Lelaki yang kuanggap baik itu ternyata juga doyan banyak wanita. Aku diceraikan dan diusir dari rumah tanpa bekal sepeser pun. Tak ada gubuk untuk kutinggali, untuk makan besok pun belum kupikirkan.

Mimpiku menjalani hidup sebaik-baiknya mulai goyah. Aku berpikir kehidupan ataupun kematian tak akan ada bedanya bagiku. Mungkin ini sudah takdir bagi seorang anak yang tak jelas asal-usulnya. Tidak ada gunanya memperbaiki diri, toh aku tetap anak dari entah siapa. Bisa jadi Mamat, bisa jadi Mardi, bisa jadi Anto, bisa jadi Beni atau bisa jadi juga Parto.

  Aku tiba di sebuah jurang yang dikenal angker oleh warga. Setan-setan di sini berbisik bahwa mereka siap berkawan denganku kapan saja. Aku menatap jurang itu lama. Bisa kubayangkan semua kesedihan akan hilang ketika tubuhku remuk setelah mencapai dasarnya. Namun, rupanya aku tak punya cukup nyali.

Aku terduduk lesu, masih di tepi jurang itu. Memikirkan tentang hidupku membuat kepalaku serasa pecah. Akhirnya kubatalkan  niat melompat ke jurang itu, tetapi aku telah memikirkan untuk melompat ke jurang yang lainnya.

Aku akan melompat ke jurang yang setidaknya aku masih bisa hidup dan makan di dalamnya. Di mana lagi kalau bukan tempat pelacuran. Tempat dulu ibuku bekerja. Ya, tempat ibu menghasilkan uang untuk menghidupi anak satu-satunya. Anak yang dia sendiri tak tahu dari lelaki mana ia mendapatkannya.

Langkahku gontai mendekati tempat itu. Dulu pernah beberapa kali aku menemui ibu untuk sekadar meminta uang. Gemerlap pakaian dan aroma parfum yang menusuk tak lagi asing bagiku. Aku sudah pasti diterima bekerja di sini karena aku mewarisi kecantikan ibu.

Tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam mendekat dan pemandangan memilukan terjadi di depan mataku. Seorang pelanggan menendang keluar seorang wanita dari dalam mobilnya. Ia mengucap caci maki tak karuan. Aku tentu tak tahu sebab musababnya. Mungkin memang biasa terjadi di saat pelanggan tak cukup puas atas pelayanan yang diberikan.

Aku merasa aneh, bukan karena pemandangan tak mengenakkan itu. Namun, karena wanita yang ditendang keluar dari mobil tiba-tiba berubah wujud menjadi ibuku. Aku mengucek mata berkali-kali dan kulihat kembali wanita itu, tetapi ia masih saja berwujud serupa ibu. Air matanya berlinang sembari mengusirku.

Aku menuruti wanita serupa ibuku dan pergi dari tempat itu. Tak jelas sudah ke mana arah kakiku melangkah. Sayup-sayup kudengar suara memanggil. Entah apa yang membimbingku melangkah menuju suara itu. Tangisku pecah. Azan Subuh memanggil tubuhku tanpa bertanya siapa bapakku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun