***
Mamat Saidi, itulah nama lelaki yang tertera dalam akta kelahiranku. Aku masih bisa mengingat masa kecil saat hampir setiap sore merengek padanya minta dibelikan jajan di warung dekat rumah. Betapa senangnya hati ketika bapak menuruti keinginanku, meski terkadang ia menolak dengan alasan tak punya uang.
Sebenarnya aku berusaha untuk melupakan apa yang diceritakan Marni. Namun, cerita itu justru membuat pikiranku tak tenang. Â Sampai suatu hari, ibu dan bapak bertengkar karena bapak kepergok selingkuh. Ibu marah besar. Aku hanya bisa mengunci diri di dalam kamar dengan perasaan takut dan kesal. Buruknya lagi, ternyata yang diceritakan Marni itu benar.
"Lelaki kurang ajar. Beraninya kamu main perempuan!"
Terdengar suara benda-benda jatuh ke lantai. Mungkin ibu sedang melempari bapak dengan benda-benda yang ada di depannya, atau ibu hanya melempar benda-benda itu tak tentu arah. Entahlah, Â aku tak tahu.
"Diam kamu! Apa kamu lupa siapa dirimu? Kamu dulu tidur dengan siapa saja? Mardi, Anto, Beni, dan Parto juga kan? tetapi hanya aku yang harus menanggung anakmu. Kamu harus berterima kasih karena aku telah bersedia mengawinimu!"
"Cukup! Kamu tak perlu mengungkit hal itu lagi. Desi itu anakmu!"
"Oh ya? Dari mana kamu tahu?"
Kudengar ibu menangis. Bulir-bulir kesedihan juga membasahi pipiku. Bapak akhirnya meninggalkan rumah dan sejak itu ia tak pernah lagi kembali. Aku tak ingin mencarinya. Kupikir tak perlu mencari seseorang yang tak jelas dia siapa. Dia bisa jadi bapakku, bisa jadi juga bukan. Dia bisa jadi hanya seseorang yang pernah menikmati daging ibuku.
Sejak kejadian itu, ibu melacurkan tubuhnya untuk menghidupiku. Apa pun yang kumakan dan apa pun yang menempel di tubuhku adalah hasil dari keringatnya bersama para lelaki hidung belang. Aku tumbuh besar dari uang haram. Namun, semua itu tak menjadikanku berhenti bermimpi bahwa aku bisa menjalani hidup dengan benar.
Sekolah tetap kujalani meski asal-asalan saja. Lulus SMA, seorang pria meminangku. Hidupku terasa normal. Sayangnya setahun setelah menikah, ibu meninggal karena sakit. Aku sangat terpukul.