Mohon tunggu...
Johara Masruroh
Johara Masruroh Mohon Tunggu... Guru - Teacher and mother of two kids

Reading and writing are my remedy.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengejar Dilla 2

10 Agustus 2021   15:20 Diperbarui: 10 Agustus 2021   15:59 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya Mengejar Dilla 1

Setelah pernikahannya dibatalkan, Dilla lebih banyak mengurung diri di dalam kamar. Tubuhnya tampak lebih kurus karena jarang makan. Begitu pula dengan pak Rama dan bu Yanti yang memilih lebih banyak berada di rumah dan hanya ke luar untuk urusan pekerjaan. Mereka sangat malu kepada para tetangga bahkan khawatir tak akan ada pria yang mau meminang putrinya. Ditinggalkan calon suami tentu aib bagi keluarga mana saja.

"Bagaimana kabarmu, wahai Tuan Putri?"

Sebuah pesan mengagetkan Dilla yang tengah merenungi nasibnya. Nomor itu tak dikenal, hanya saja Dilla tahu siapa yang selalu memanggilnya tuan putri. Itu pasti Niko. Dengan cepat tangan Dilla memencet tombol panggil pada nomor itu. Berkali kali, tapi tak diangkat oleh Niko.

"Tenanglah, kamu tak perlu buru-buru menelponku."

"Niko, kamu di mana? Tega sekali kamu melakukan ini semua padaku! Apa salahku?" balas Dilla.

"Apa salahmu? Kau menghancurkan hidup orang yang paling aku sayangi, padahal dia satu-satunya yang kupunya di dunia ini."

"Apa maksudmu? Aku tak menyakiti siapa pun. Bukankah kamu tak punya siapa-siapa?"

Di tempatnya kini singgah, Niko terkekeh melihat kegelisahan Dilla. Dia merasa puas telah berhasil membuatnya menderita. Dia masih tak berniat membalas pertanyaan Dilla. Niko ingin membuat Dilla dalam kekalutan seperti yang dulu pernah ia rasakan. Dulu ia begitu terpuruk ketika Wahyu meninggalkannya sendirian.

***

Wahyu adalah seorang office boy di sebuah perusahaan. Sore itu sepulang kerja, seperti biasa ia akan menunggu bus di halte tempat ia biasa menunggu. Namun, sore itu tak seperti biasanya. Wahyu bertemu seorang gadis yang menurutnya berparas paling ayu. 

Gadis itu tanpa sungkan duduk di sampingnya menanti bus juga. Ia adalah Dilla. Dari gaya berpenampilannya Wahyu tahu bahwa Dilla berasal dari keluarga kaya yang terlalu sempurna untuk disejajarkan dengannya. Wahyu mengurungkan niatnya untuk mendekati Dilla, meski hatinya telanjur terpesona.

Tanpa disangka oleh Wahyu, Dilla justru mengajaknya berkenalan. Wahyu yang memang sudah terpikat dari awal tak bisa menolak. Sore itu mereka mengobrol panjang karena bus juga terlambat datang. Kejadian sore itu berlanjut ke sore-sore berikutnya. 

Mereka sering bertemu di halte  dan mengobrol lebih banyak lagi. Wahyu semakin mengagumi Dilla dan menganggapnya seperti malaikat dalam wujud manusia. Bagaimana tidak, gadis kaya mau berteman dengan orang biasa. Apa sebutan yang pantas untuknya bila bukan malaikat?

Suatu hari Wahyu bertekad mengungkapkan perasaannya kepada Dilla dan Dilla menerimanya begitu saja. Wahyu bahagia bukan kepalang dan semenjak itu ia bekerja sangat keras agar nantinya bisa menikahi Dilla dan menafkahinya dengan layak. Mungkin tak akan sebaik yang orang tuanya berikan, tapi Wahyu berjanji akan mengedepankan kebahagiaan Dilla di atas kebahagiaannya sendiri. Itulah yang selalu dipikirkannya.

Suatu siang Wahyu datang ke kampus Dilla untuk memberi kejutan. Ia membawa setangkai mawar dan sekotak coklat untuk Dilla. Ia mendapati Dilla sedang asyik mengobrol bersama teman-temannya. Wahyu mendekat dan tak sengaja mendengar obrolan mereka. Tanpa Wahyu sangka ternyata ia sedang menjadi bahan pembicaraan.

"Ciyee yang pacaran sama office boy," sorak teman-teman Dilla. Wahyu mendengar itu, tapi Dilla dan teman-temannya tak tahu bahwa yang mereka bicarakan ada bersama mereka.

"Pacar? Dia itu lugu dan tolol. Aku tak mungkin berpacaran dengannya." Dilla bahkan menjawab dengan tertawa.

"Bukankah selama ini kalian sangat dekat?" Teman Dilla menimpali.

"Sebenarnya  aku hanya mengajaknya bicara di halte bus. Aku melakukannya untuk mengusir sepi.  Dia benar-benar manusia dungu. Dia pikir aku ini bisa hidup dengannya? Miskin dan tak punya masa depan." Dilla melecehkan Wahyu di hadapan teman-temannya.

Wahyu mendengar itu semua dengan perasaan hancur. Dia tak menyangka bahwa Dilla tak pernah benar-benar mencintainya. Wahyu hanyalah pengusir sepi di saat Dilla tak punya teman untuk pulang. Wahyu berjalan menjauhi Dilla. Ia  membuang setangkai mawar dan coklat di tangannya ke tempat sampah. Sejak itulah Wahyu sering merenung dan menangis di pojok kamarnya.

***

Niko memencet nomor gadis yang pernah dilukainya. Kini dia telah merasa puas mempermainkan perasaan Dilla. Sudah saatnya Dilla mengetahui alasan ketidak hadirannya di hari pernikahan. Tak lama setelah dihubungi, Dilla mengangkat teleponnya.

"Hallo, masih menantikanku wahai Tuan Putri?"

"Keluargaku sangat terpuruk atas ulahmu Niko. Sebenarnya apa yang kamu inginkan?"

"Kamu masih ingat Wahyu, lelaki yang sangat mencintaimu?"

Dilla mencoba mengingat-ingat kembali nama itu. Dulu sebelum memutuskan menikah dengan Niko, Dilla memang dekat dengan banyak pria sehingga Dilla hampir benar-benar lupa dengan nama yang Niko sebutkan.

"Kau tak ingat, Tuan Putri? Kau tak ingat office boy itu?"

Kini Dilla mengingatnya. Namun, Dilla tak mengerti mengapa Niko menanyakan Wahyu. Dilla sudah lama tak melihat pria itu lagi. Dan pertemanannya dengan Wahyu terjadi bertahun-tahun yang lalu.

"Kamu bertanya tentang si bodoh itu? Aku bahkan tak pernah bertemu dengannya lagi Niko. Mengapa kau menanyakannya?"

"Kamu sungguh bodoh Dilla ... kamu bodoh. Pria itu adalah kakakku. Dia mencintaimu dan dia pikir kamu juga mencintainya. Dia sangat terluka ketika tahu kamu hanya berpura-pura. Ia mengakhiri hidupnya karenamu. Kamu puas!"

Dilla gemetaran memegang ponselnya. Ia masih tak percaya dengan apa yang baru saja Wahyu katakan. Kini dia mengerti bahwa selama ini Niko juga tak pernah benar-benar mencintainya. Niko datang ke dalam hidup Dilla hanya untuk melakukan hal yang sama seperti yang pernah ia lakukan pada kakak Niko.

Dilla memilih mengakhiri percakapannya dengan Niko. Baru kali ini ia merasa sangat ketakutan. Ia tak pernah mengira bahwa perasaan palsu yang ia tunjukkan pada Wahyu bisa membuat ia mengakhiri hidupnya. Dia tak pernah mengira kesalahan yang ia anggap sepele akan menghancurkan hidupnya dan mencoreng nama besar keluarganya. 

Dilla meringkuk memeluk guling di atas kasur. Dia menangis, bertambah parah lukanya. Luka yang belum sembuh akibat ditinggal Niko harus ditambah dengan penyesalan atas sikapnya terhadap Wahyu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun