Pertemuan Dilla dan Niko diawali sejak  Dilla masih di bangku kuliah semester akhir. Niko memang telah lama mengincar Dilla. Ia melakukan pendekatan dan tidak butuh waktu lama Dilla jatuh dalam pelukannya. Niko memang berparas tampan sehingga tak terlalu sulit baginya meluluhkan hati wanita yang ia kehendaki.
Niko dikenal sebagai pria yang baik dan sopan. Bahkan pak Rama dan bu Yanti juga dengan mudah menerima Niko sebagai kekasih putrinya. Niko jujur mengakui bahwa ia seorang yatim piatu dan hal tersebut tidak lantas membuat pak Rama menentang Niko berhubungan dengan putrinya. Pak Rama percaya pada Niko yang mengaku telah memiliki usaha restoran sendiri dan cukup mandiri selama ini.
***
Niko mendekap sebuah foto di dadanya kemudian menatap foto itu lekat. Mendekapnya lagi dan menatapnya lagi. Begitu ia lakukan berulang-ulang hingga tak terasa air menggenang memenuhi matanya. Foto itu sama sekali bukan foto Dilla, perempuan yang baru saja ia patahkan hatinya. Itu adalah foto Niko bersama seorang pria. Mereka berdua terlihat sangat dekat. Niko menatap foto itu sekali lagi dan tersenyum senang.
Pria di foto itu terlihat kurus dan tak terlalu memperhatikan penampilannya. Kontras sekali dengan Niko yang selalu tampil gaya. Dilla tak pernah tahu tentang foto itu. Andai Dilla tahu mungkin ia tak akan sampai mengalami hari paling menyedihkan dalam hidupnya.
Niko mengenang kembali masa-masa bersama pria di foto itu. Wahyu namanya. Dulu mereka tinggal berdua di rumah kontrakan. Banyak hal yang mereka kerjakan bersama. Berbagi makanan dalam satu piring pun kerap kali mereka lakukan. Niko sangat menyayangi Wahyu dan begitu pula sebaliknya. Hingga suatu hari Niko merasa sikap Wahyu mulai berbeda.
Sejak Wahyu mulai bekerja di tempat barunya, ia seringkali menyendiri. Wahyu yang biasa menghabiskan waktu malam bercengkerama dengan Niko, kini lebih senang menatap bintang-bintang di langit atau asyik dengan buku catatan kecilnya. Entah apa yang sebenarnya Wahyu tulis. Niko hanya mengamati dan memilih tak bertanya karena Wahyu adalah pria yang jarang bicara.
Beberapa bulan kemudian Wahyu terlihat lain lagi. Kini Niko lebih sering mendapati Wahyu meneteskan air mata di pojok kamarnya. Niko tentu saja bingung dan tak dapat menahan diri untuk bertanya. Namun, Wahyu tetap merahasiakan apa yang dia rasakan.
Sore itu sepulang kerja, Niko mendapati pintu rumahnya terbuka padahal Wahyu tak pernah pulang cepat. Ia biasa pulang saat petang. Tanpa pikir panjang Niko masuk ke dalam rumah dan mencari tahu apakah Wahyu memang ada di dalam. Alangkah terkejutnya Niko mendapati tubuh Wahyu waktu itu. Seutas tali menjerat lehernya dan pemandangan lain yang tak kuasa Niko lihat adalah lidah Wahyu yang menjulur keluar dengan wajah ungu kemerahan.
"Wahyu bangun ... bangun .... Mengapa kaulakukan ini?"
Niko melepaskan tali dari leher Wahyu kemudian mengguncang tubuh itu berharap nyawa Wahyu masih bisa tertolong. Namun tidak, Wahyu telah benar-benar pergi. Niko merasa sangat bersalah karena tak tahu apa yang terjadi. Niko teringat buku catatan yang selama ini dibawa Wahyu. Mungkin dari sana ia akan mengerti apa yang sebenarnya sedang Wahyu rasakan. Sejak itulah Niko mengincar Dilla. Â Ia akan melakukan apa saja untuk membuat gadis itu menderita.