Meskipun hanya satu orang, setiap keluarga "harus" punya anak lanang. Putra laki-laki tersebut biasanya disebut jurai 'keturunan' (penyambung keturunan).
Satu hal lagi, bahasa yang dipakai dalam keseharian di Desa Jemenang adalah bahasa Melayu.
Beberapa kata yang digunakan, sebagian mirip dengan bahasa Melayu di Provinsi Kepulauan Riau, sejumlah daerah Provinsi Riau (seperti di Kab. kepulauan Meranti, Kabupaten Bengkalis) dan juga Negara Jiran, Malaysia.
Misalnya, ke mane/mano? 'ke mana?', cak mane/mano? 'bagaimana?', rase/raso kan! 'rasa kan!, gile/gilo 'gilo', due/duo 'dua', tige/tigo 'tiga', lime/limo 'lima', katenye/katonyo 'katanya', dan sebagainya.
Masih mengutip cerita ebak ketika beliau belum wafat, nama Jemenang berasal dari dua suku kata, yakni "jeme" dan "menang".
"Jeme" berarti orang. Sedangkan "menang" maknanya dapat mengalahkan (lawan, musuh, saingan); unggul; menang.
Jadi, Jemenang bermakna orang yang tidak terkalahkan. Orang yang unggul. Orang yang menang. Benarkah demikian?
Semoga kelak, utamanya sejarah tentang Desa Jemenang, dengan mudah dapat diakses melalui laman (jemenang.desa.id), sehingga anak cucung "keturunan", lebih-lebih Generasi Emas 2045 asal desa ini yang di perantauan (seperti putra-putri kami), juga dapat mengetahui tambo desa leluhurnya.
Semoga! *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H