Kearifan Lokal "Sekedah Pedusun"
Jemenang memiliki beberapa local wisdom 'kearifan lokal' yang tetap lestari sampai sekarang.
Kearifan lokal tersebut sebagian dek katek 'tak ada' di desa-desa lain di Rambang Niru.
Local wisdom dimaksud, antara lain "Sedekah Pedusun". Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah kenduri kampung atau syukuran/selamatan kampung.
Tradisi "Sekedah Pedusun' di Jemenang ini, kalau di Kabupaten Lingga (Provinsi Kepulauan Riau), dikenal dengan nama "Bele Kampung".
Bedanya, "Bele Kampung" di Kab. Lingga, sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2019. Sedangkan, "Sedekah Pedusun", sejauh yang kami tahu, belum jadi WBTB.
Mudah-mudahan, suatu saat "Sedekah Pedusun" di Jemenang, juga bisa menjadi salah satu intangible cultural heritage (ICH) yang terdaftar sebagai WBTB Indonesia yang dikelola Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek.
Asal-Usul Nama Jemenang
Menurut cerita ebak pahi ni 'almarhum ayah', penduduk Desa Jemenang berasal dari marga Rambang Kapak Tengah.
Berbeda dengan di Sumatera Barat yang matrilineal, sistem kekerabatan penduduk Jemenang dan daerah lain di Sumatera Selatan adalah patrilineal. Susur galur atau garis keturunan berasal dari pihak ebak 'ayah'.
Karena itu, anak laki-laki pertama, bagi warga Jemenang "sangat berharga".