Kemudian, sekitar 250 tahun silam, Dusun Pehabung Uleh masih bernama Lubuk Bernai.
Lubuk Bernai dipimpin seorang kerio bernama Keri Budin. Sedangkan Kepala Menyan 'tokoh adat/pemimpin spiritual' adalah Puyang Dayan Duriat Puyang Tegeri.
Bersama Minggun, Resek, dan Jamik, Puyang Dayan menemukan tempat. Lokasi itu berupa tanah yang meninggi/bertambah (mehabung uleh).
Oleh mereka berempat (Puyang Dayan, Resek, Minggun, dan Jamik), tempat tersebut ditetapkan sebagai lokasi untuk mendirikan kampung yang diikuti (dihuni) keturunan masing-masing. Arahnya menghadap ke tanah yang menghabung uleh.
Kampung yang dirikan tersebut ada 4, yakni Kebur Bunggin, Anggun Dilaman, Kumpai Ulu dan Karang Lintang.
Berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat, keempat kampung itu mereka sepakati menjadi dusun (desa) dengan nama Pehabung Uleh.
Pada waktu zaman kolonial Belanda, Pehabung Uleh berubah nama menjadi Peraboeng Ngoeleh.
Selanjutnya, di era pendudukan Jepang di Indonesia, Peraboeng Ngoleh menjadi Peraboeh Moelih.
Sesuai ejaan bahasa Indonesia, akhirnya Peraboeh Moelih menjadi Prabumulih seperti sekarang.
Jadi, nama Prabumulih bukan berasal dari bahasa Jawa, justru dari bahasa Melayu. Karenanya, artinya bukan "raja pulang".
Kalau ada yang pendapat demikian, anggapan itu adalah sesuatu yang khilaf; salah; keliru.