Pembela Tanah Air  atau Peta merupakan kesatuan militer yang dibentuk Jepang pada masa pendudukan negara Matahari Terbit (Land of the Rising Sun) tersebut di Indonesia.
Peta dibentuk 3 Oktober 1942 berdasarkan maklumat Osamu Seirei Nomor 44 tentang pembentukan pasukan sukarela untuk membela tanah Jawa..
Maklumat tersebut diumumkan Letnan Jenderal Kumakichi Harada sebagai Panglima Angkatan Darat ke-16.
Tugas anggota Peta sebagai pasukan pertahanan wilayah untuk membantu tentara Jepang dalam peperangan melawan tentara Sekutu.
Peta dibubarkan 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan Soekarno-Hatta di Jalan Pengangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.
Mantan tentara Peta menjadi bagian penting dalam pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), mulai dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
BKR dibentuk yang dibentuk 22 Agustus 1945 dan baru diumumkan Presiden Soekarno sehari kemudian, 23 Agustus 1945.
BKR kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). TKR dibentuk 5 Oktober 1945.
Pada 5 Januari 1946. TKR berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Namun tidak bertahan lama.
Dua hari kemudian, 7 Januari 1946, TKR diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) sampai akhirnya bermetamorfosis menjadi TNI pada 3 Juni 1947. Tersebab itu, Peta dianggap sebagai cikal bakal TNI.
Hari Pemberontakan Peta
Setiap tanggal 14 Februari diperingati sebagai Hari Pemberontakan Pembela Tanah Air.
Jika tahun 2022 pada Ahad, tahun 2023 ini jatuh pada Selasa lusa (hari kedua setelah hari ini).
Pemberontakan Peta merupakan peristiwa tambo yang terjadi di Blitar, Jawa Timur.
Penentangan yang terjadi Rabu, 14 Februari dilakukan pasukan Peta Batalion Blitar di bawah pimpinan Sudanco Soeprijadi sebagai komandan peleton.
Saat memimpin pemberontakan, Soeprijadi (Supriyadi) yang lahir di Trenggalek (Jawa Timur) 13 April 1923, berusia 22 tahun.
Sudanco adalah prajurit yang pernah sekolah pada tingkat menengah pertama. Mereka diperbolehkan memimpin peleton yang berjumlah 20-40 orang.
Buruknya kondisi masyarakat Blitar dan sekitarnya, serta penderitaan yang dialami akibat romusa 'kerja paksa pada zaman penjajahan Jepang', memicu amarah personel pasukan Peta Batalion Blitar.
Tujuan pemberontakan ini, setiap prajurit tentara Jepang yang ditemui di daerah Blitar akan dibunuh.
Pemberontakan Peta di Blitar ini dimulai pukul 03.00 WIB, dini hari.
Hotel Sakura yang menjadi tempat tinggal pemimpin sipil Jepang, menjadi sasaran tembak para pemberontak.
Serangan juga diarahkan ke markai Kempetai di samping barak Daidan Peta Blitar.
Kempetai adalah polisi Jepang yang pada Perang Dunia II sangat terkenal kekejamannya.
Sedangkan Daidan adalah batalion. Komandan Daidan disebut Daidanco.
Batalion merupakan kesatuan tentara yang merupakan bagian dari resimen (300-1.000 orang).
Saat pemberontakan, juga dilakukan pengibaran bendera merah putih di depan markas Peta Blitar.
Bendera merah putih tersebut, konon sempat berkibar sekitar 2 jam. Adalah Sudanco Partohardjono yang mengibarkannya.
Dalam pemberontakan yang berlangsung beberapa hari itu, sejumlah tentara Jepang terbunuh oleh pasukan Soeprijadi.
Sementara Soeprijadi dan pasukannya berhasil melarikan diri. Mereka membawa banyak perlengkapan dan logistik Jepang, di antaranya Senapan Arisaka Tipe 38 dan Senapan Mesin Tipe 99.
Senapan Tipe 38 Arisaka adalah senapan bolt-action standar infanteri Jepang yang digunakan selama Perang Dunia II.
Senapan dengan peluru kaliber 6,5 mm ini, diadopsi Angkatan Darat Kekaisaran Jepang tahun 1905 atau tahun ke-38 dalam Meiji. Oleh sebab itu dinamakan Tipe 38.
Senapan Arisaka Tipe 38 ini digunakan sejak saat itu sampai akhir tahun 1945.
Jumlah orang yang terlibat dalam pemberontakan Peta di Blitar sekitar 360 orang. Sebanyak 55 orang di antaranya berhasil ditangkap. Mereka diadili di Jakarta di depan Mahkamah Militer Jepang.
Selain ada yang di hukum seumur hidup, 6 orang dijatuhi hukuman mati, yakni dr. Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mankudijoyo, Sunanto, dan Sudarmo. Eksekusi dilaksanakan 16 Mei 1945 di Eereveld (sekarang pantai Taman Impian Jaya Ancol).
Adapun Soeprijadi "dinyatakan hilang" dalam pemberontakan yang berhasil dipadamkan oleh pasukan Peta yang tak terlibat pemberontakan maupun dari Heiho 'Tentara Pembantu'.
Sama seperti Peta, Heiho juga dibentuk oleh tentara pendudukan Jepang di Indonesia pada masa Perang Dunia II.
Pada tanggal 9 Agustus 1975, melalui Surat Keputusan Presiden Soeharto Nomor 063/TK/1975, Soeprijadi diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Darma Setia untuk Ibu Pertiwi
Sebagaimana informasi publik di laman Pemkot Blitar (blitarkota.go.id), untuk mengingat perjuangan tentara Peta di Kota Blitar, pada tahun 2023 ini akan dilaksanakan pertunjukan "Sendratari Kolosal dan Teatrikal Perjuangan Peta".
Sendratari kolosal dan teatrikal yang diikuti 140 seniman tempatan tersebut, mengambil tema "Darma Setia untuk Ibu Pertiwi".
Pertunjukan itu digelar Selasa malam, 14 Februari 2023, pukul 19.00 WIB. Tempatnya di kompleks monumen Peta di Jalan Sudanco Supriyadi, Bendogenit, Kec. Sananwetan, Kota Blitar.
Pembangunan Monumen Peta Blitar diresmikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur, M. Basofi Sudirman, Sabtu, 14 Februari 1998.
Di Kota Blitar, untuk mengenang babad pemberontakan tentara Peta yang dipimpin Sudanco Soeprijadi pada 78 tahun silam, diperingati sebagai Hari Cinta Tanah Air.
Meskipun (mungkin) hanya diperingati di daerah dengan luas 32,57 kilometer persegi itu, namun semangat "Cinta Tanah Air" dan "Darma Setia untuk Ibu Pertiwi", bukan hanya milik warga Kota Koi (julukan Kota Blitar). Juga kepunyaan seluruh anak bangsa. Kewajiban kita semua.
Merah darahku, putih tulangku, untukmu Indonesiaku.
Selamat Hari Cinta Tanah Air Tahun 2023. *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H