Saat Imlek 2023 yang jatuh pada 22 Januari lalu, tak ada lagi pemandangan seperti di era 2005 s.d. akhir 2010-an seperti diceritakan di atas.
Setakat sekarang, kalau pun ada yang masih terlihat tetap "mengaspal", bisa dihitung dengan jari. Mungkin kurang dari semua jari di tangan. Itu pun terkadang tanpa pengguna jasa. Hanya pengemudinya saja.
Ke mana becak-becak tersebut kini?
Sebagian bermetamorfosis menjadi bentor. Tapi tak semua. Hanya sebagian. Itu pun lantaran pemiliknya punya modal.
Pemerintah Kabupaten Bengkalis sama sekali tak melarang becak dayung beroperasi seperti di Jakarta karena alasan tidak manusiawi atas dasar Perda 11 Tahun 1988.
Berkaca pada kondisi sekarang, dengan ragam penyebab, seperti tak ada "regenerasi" pengemudinya, suatu saat becak dayung di Kabupaten Bengalis dapat dipastikan bakal benar-benar punah ranah. Tinggal nama nan tak berbekas.
Untuk itu, sebelum ludes, alangkah baiknya jika dari beberapa yang saat ini tersisa satu atau dua unit di antaranya, dijadikan koleksi Museum Sultan Syarif Kasim Bengkalis.
Dan, juga dipajang di kanan-kiri Balai Kerapatan Sri Mahkota Bengkalis. Menjadi bagian dari Wisma Daerah Sri Mahkota sebagai rumah aspirasi. Tentu setelah diperelok dan dilengkapi sinopsis sejarahnya.
Selain generasi mendatang tahu histori keberadaan becak dayung di ibu kota Bengkalis, juga bisa jadi tempat swafoto atau selfie bagi pengunjung museum atau tamu di Balai Kerapatan. Pasti asyik.
Tiga alinea terakhir hanya urun pendapat. Saran atau urun rembuk yang peluangnya untuk diterima atau tak disetujui, sama-sama memiliki probabilitas 50 persen. Fifty fifty.*****