Tiga nama yang membubuhkan tanda tangan pada prasasti peresmian tersebut adalah H. Khairul Umam (Ketua DPRD Bengkalis), H. Amrizal (Ketua MUI Kab. Bengkalis), dan Khaidir (Penjabat Kepala Desa Pedekik).
Masjid yang bagian dalamnya memiliki luas sekitar 15 x 15 meter dengan tujuh pintu termasuk pintu utama di bagian tengah, awalnya bernama Masjid Pedekik.
Masjid Pedekik dibangun sewindu sebelum Soekarno-Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pengangsaan Timur 56, Jakarta, pada pukul 10.00 WIB, Jumat, 17 Agustus 1945.
Tentu, saat pertama kali dibangun pada tahun 1937, Masjid Pedekik belum seperti Masjid Sabilillah sekarang. Belum dari beton atau permanen, tetapi terbuat dari kayu.
Masjid Sabilillah merupakan saksi bisu penyerangan tentara Belanda di Bengkalis saat Agresi Militer II 1949 yang dimulai 19 Desember 1948. Agresi ini berakhir 24 Januari 1949 .
Ketika Belanda melaksanakan Operasi Gagak atau dalam bahasa Belanda disebut Operatie Kraai pada 1949, masjid ini dibakar tak bersisa, sehingga rata dengan tanah.
Era sejak dibangun pada tahun 1937 hingga dibakar Belanda pada 1949, dikenal sebagai generasi pertama Masjid Sabilillah.
Setelah dibakar Belanda, pada tahun itu juga masyarakat bergotong royong membangun kembali Masjid Pedekik.
Masjid Sabilillah generasi kedua ini dari 1949 sampai 1979. Sama seperti generasi pertama, bangunan masjid generasi kedua ini juga terbuat dari kayu.