Tulisan ini agak nyentrik yang berisi pengalaman penulis (kisah nyata) terkait romantisme cinta pada era tahun 2003-an yang menjalin hubungan (pacaran) jarak jauh (Yogyakarta-Medan) atau terkenal dengan istilah long distance.Â
Alasan jarak jauh saat itu adalah menempuh pendidikan yang berbeda kota, pasangan saya menempuh pendidikan di Kota Medan sedangkan saya di Yogyakarta.
Dapat dibayangkan jauhnya jarak yang ditempuh karena antar pulau pastinya banyak biaya yang dibutuhkan terutama dalam komunikasi.Â
Romantisme ini layak dituliskan karena selain kisah nyata, kisah ini juga berisi tentang pengorbanan atau perjuangan hidup baik cita dan cinta yang dapat menginspirasi pasangan yang menjaling hubungan jarak jauh (long distance) terutama kawula muda (baru lulus SMA yang ingin melanjutkan ke bangku kuliah).
Mungkin bagi pembaca lain menganggapnya lebai karena terlalu mengumbar-umbar masa lalu, bagi saya kisah ini perlu dituliskan minimal dapat berbagi pengalaman terhadap pasangan kawula muda yang menjalin hubungan jarak jauh (long distance), semoga ada nilai positif yang dapat diambil dari kisah ini.Â
Kisah romantisme beberapa pasangan anak muda pastinya berbeda terlebih saat ini ditengah era industri 4.0. dibandingkan dengan era sebelum-sebelumnya. Hal ini sesuai dengan peribahasa bahwa setiap masa pasti memiliki ceritanya sendiri.
Era sekarang dengan kemajuan teknologi sangat berbeda mengungkapkan rasa cinta atau pertemanan dibandingkan dengan tahun 2000 an secara khusus kepada pasangan muda-mudi yang menjalin hubungan pertemanan.Â
Saat ini dapat dipastikan proses komunikasi sangat mudah terlebih banyaknya alternatif aplikasi yang dapat dipakai untuk menjalin komunikasi dan sangat berbeda ditahun 2003-an kebawah dimana komunikasi masih sangat terbatas.
Hal ini saya alami sendiri kala itu terutama ketika melakukan hubungan pacaran jarak jauh atau istilah kerennya long distance yang menurut saya sangat membutuhkan pengorbanan sangat tinggi.Â
Pengorbanan yang dimaksud dapat berupa biaya atau uang, waktu, proses menulis surat cinta yang harus sabar (agar kelihatan tulisan kita baik karena tulisan saya sangat jelek).Â
Saat itu, pengguna telepon seluler atau gawai masih bisa dihitung dengan jari terutama kalangan mahasiswa seperti saya (uang bulanan aja lancar sudah bersyukur).Â