Mohon tunggu...
Johansen Silalahi
Johansen Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - PEH

Saya adalah seorang masyarakat biasa yang menyukai problem-problem sosial, politik, lingkungan, kehutanan. Semoga bisa berbuat kebajikan kepada siapapun. Horas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Nge-Warkop Lagi...

9 September 2020   19:49 Diperbarui: 9 September 2020   19:43 1796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah hasil pengalaman pribadi penulis menikmati segelas kopi dan gorengan tepatnya pada masa pandemik Covid-19 (hari ini) di tengah status kota Pematangsiantar kategori sedang dengan protokol kesehatan ketat. 

Siapa sih yang tidak mengenal Kota Pematangsiantar? Kota Pematangsiantar adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan wisata kulinernya terlebih dengan makanan dan minumannya, kita sebut saja sajian minuman kopi. 

Kopi dari Pematangsiantar untuk penikmat kopi pastinya memiliki kesan sendiri bagi para penikmat kopi jika singgah di kota kelahiran saya ini. Sangat mudah menemukan warung kopi di kota tempat kelahiran saya ini, mulai dari nuansa tradisional sampai dengan yang modern (cafe). 

Menurut pengalaman penulis, harga kopi di Kota Pematangsiantar dan sekitarnya masih cocok di kantong kita sebagai contoh dari Rp.4.000 sampai dengan Rp. 15.000. Terlebih di nuansa tradisional harganya masih terjangkau untuk kalangan mahasiswa, pekerja dan lain-lain masih dijumpai segelas kopi Rp.5000. 

Saya sangat menyukai nuansa tradisional warung kopi jika hanya saya sendiri yang minum kopi (tanpa keluarga) karena berhubungan dengan lingkungan warung kopi tradisional yang masih banyak dijumpai orang perokok (asap rokok). Jika mengajak keluarga (anak dan isteri), saya biasanya memilih tempat minum kopi yang layak untuk keluarga karena lingkungannya tidak ada asap rokok. 

Kenapa saya suka nge-warkop (warung kopi) di kedai biasa atau nuansa tradisional? karena nuansa kerakyatan atau ramai sangat kental kita rasakan (ada interaksi yang dekat antar pengunjung warkop). Saya dapat menyaksikan beberapa pemuda dari usia muda sampai dengan tua menikmati suasana warung kopi dengan santai disertai aktivitas lainnya. 

Aktivitas-aktivitas yang ada di warung kopi tradisional ini adalah seperti diskusi, ketemu teman (kolega), bermain catur, menonton tv, membaca koran, bermain catur, dan bermain gawai (browsing dan lain-lain). Saya sangat menikmati suasana ini terlebih jika di sebelah meja tempat saya minum bermain catur, suara-suara dari para pemain catur bakal keluar seperti berteriak (karena menyerang atau diserang lawannya dalam papan catur), bertemu teman-teman yang sudah lama tidak ketemu. 

Begitulah aktivitas saya yang saya nikmati sebelum pandemik Covid-19 melanda negara kita terlebih kota kelahiran saya belum lagi ada pengamen yang menyanyikan lagu yang saya sukai. Sudah delapan bulan lebih saya tidak menikmati warung kopi favorit saya akibat pandemik Covid-19 ini karena rasa takut saya tertular dan alasan lain.

Kali (hari ini) saya beranikan menikmati nuansa yang hilang (era sebelum Covid-19 melanda Indonesia) tepatnya minum kopi dengan kudapan gorengan tetapi dengan protokol kesehatan yang saya siapkan dari rumah seperti memakai masker, jaga jarak dan lain-lain. Kebetulan warkop yang saya kunjungi adalah bersifat terbuka. 

Saya mulai memesan menu kopi favorit saya (kopi dengan sedikit gula) dan gorengan khas kota kelahiranku. Sesekali saya menikmati gorengan yang saya pesan dan meminum kopi yang sudah lama tidak saya rasakan akibat pandemik Covid-19 ini. 

Saya memesan gorengan (tahu goreng, pisang goreng, pulut goreng) dan segelas kopi. Gorengan di warung kopi kali ini sangat unik karena disediakan juga sambal andalimannya sehingga ada pedas-pedasnya. Kombinasi rasa manis, asin dan pedas ada pada segelas kopi dan gorengan yang saya pesan. 

Saya merasakan kenikmatan yang sudah lama hilang akibat Covid-19 ini dan berterimakasih. Hanya bermodalkan Rp.12.000 (segelas kopi Rp.7000 dan gorengan Rp.5.000) ditambah dengan kondisi pulang kerja, habis hujan dan kondisi cuaca dingin, pasti sangat nikmat terasa. 

Setelah menikmati semuanya, saya memakai masker lagi sambil memperhatikan teman-teman yang sudah lama tidak bertemu di warkop tempat saya biasa meminum kopi. Demikianlah pengalaman saya hari ini saya bagikan kepada teman-teman ditengah pandemik Covid-19 masih melanda kita dan pastinya harus dengan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun