Mohon tunggu...
Johansen Silalahi
Johansen Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - PEH

Saya adalah seorang masyarakat biasa yang menyukai problem-problem sosial, politik, lingkungan, kehutanan. Semoga bisa berbuat kebajikan kepada siapapun. Horas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Quo Vadis Peneliti di Kementerian?

11 Maret 2020   14:31 Diperbarui: 11 Maret 2020   14:29 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Kebijakan pemerintah terhadap lembaga riset mendapat perhatian pemerintah dalam hal ini Presiden dikarenakan oleh kurang tepat sasaran anggaran yang digunakan. Banyaknya anggaran tidak sebanding dengan hasil yang dihasilkan oleh lembaga riset atau istilah lain, produk riset tidak menyentuh masyarakat dan hanya sekedar publikasi, laporan dan lain-lain. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sebagai negara yang sedang berkembang, perhatian pemerintah kepada lembaga riset masih kurang karena banyaknya isu lain yang sangat penting yang perlu peningkatan seperti kesehatan, infrastruktur, investasi dan lain-lain.

Pemerintah dalam hal ini di negara sedang berkembang belum menempatkan riset sebagai lembaga yang penting dalam pengambilan kebijakan. Isu yang sangat membuat para peneliti belakangan ini adalah penggabungan lembaga riset di seluruh kementerian, swasta dan lainnya kedalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Keberadaan BRIN diharapkan dapat menjembatani lembaga-lembaga riset yang ada di negeri ini agar lebih terarah dan bermanfaat bagi masyarakat.
Deskripsi BRIN

Badan Riset dan Inovasi Nasional adalah lembaga yang dipimpin langsung oleh Menristek (Menteri Riset dan Teknologi) dalam rangka menjawab kritikan maupun arahan dari pemerintah untuk menempatkan lembaga riset lebih menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat atau tepat sasaran. BRIN sampai dengan saat ini berdasarkan informasi yang didapat penulis masih dalam tahap penggodokan dan sudah ada kemajuan.

Kemajuan yang ada adalah disahkannya UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas IPTEK) pada tahun 2019. Undang-Undang ini dilatarbelakangi oleh lemahnya koordinasi berbagai lembaga riset. Koordinasi terutama yang menghubungkan (triple helix), yaitu akademisi, pemerintah dan industri. Berdasarkan pengalaman penulis hal ini tentunya ada benarnya karena terkadang di lembaga riset tersendiri masih banyak dijumpai penelitian yang dalam tema yang sama tetapi dilaksanakan di lembaga riset lainnya.

Kemajuan lainnya adalah diterbitkannya Perpres No.74 Tahun 2019 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional. Perpres ini lebih menenkankan kepada struktur organisasi di BRIN dan fungsi BRIN seperti apa. Sejatinya adanya koordinasi agar tema yang hendak diteliti tersebut tidak terduplikasi tetapi dengan adanya koordinasi tidak ada duplikasi tetapi lebih detail dan menyelesaikan masalah. Kehadiran BRIN diharapkan oleh pemerintah dapat mensinergikan lembaga-lembaga riset yang ada agar output yang dihasilkan lebih terarah dan tidak ada duplikasi karena hasilnya akan sia-sia atau dengan kata lain menghabiskan anggaran saja.

Penggabungan lembaga riset yang ada diseluruh Indonesia untuk mencari format BRIN yang terbaru tentunya tidak mudah karena adanya tarik menarik kepentingan dari kementerian-kementerian tersendiri.

Nasib Kementerian setelah menjadi BRIN

Di seluruh kementerian, pemerintah daerah, dan lembaga riset lainnya menyambut lembaga baru ini (BRIN) dengan harapan akan membuat lembaga riset lebih baik lagi setidaknya mampu menyaingi lembaga riset internasional. Kenyataan dilapangan, format penggabungan BRIN ini masih tarik menarik karena adanya ego sektoral dari beberapa lembaga riset.

Beberapa lembaga riset memiliki alasan jika bergabung dengan BRIN bagaimana nasib stasiun riset, aset, status pegawai dan lain-lain. Lembaga riset yang kontra dengan penggabungan memiliki argumen juga bahwa dengan bergabungnya ke BRIN akan tidak efektif karena selama ini litbang di kementerian sudah berjalan dengan baik. Semua pasti akan memiliki pandangan berbeda-beda dengan keberadaan BRIN ini, pihak yang diuntungkan yang bekerja misalnya di lembaga riset kementerian pasti akan mencari faktor pendukung kenapa tidak mau bergabung di BRIN demikian juga pihak yang selama ini kurang mendapat dukungan di lembaga riset kementerian akan memilih bergabung ke BRIN dengan harapan suasana baru dan harapan baru.

Menristek dalam pandangannya di media massa juga pernah melontarkan masih bingung dengan format BRIN itu seperti apa dan masih dalam tahap pengkajian. Beberapa tokoh menyatakan seperti opini yang ditulis oleh mantan Kepala LIPI penggabungan beberapa lembaga riset akan menghabiskan energi dan membuat lembaga riset akan tidak fokus sehingga disarankan memperkuat lembaga riset yang ada dan diharapkan BRIN dapat melakukan tugas koordinasi agar riset lebih terarah, efektif dan efisien.

Pandangan Peneliti Muda terhadap BRIN

Penulis dalam hal ini agak berbeda dengan pendapat dari salah tokoh yaitu mantan Kepala LIPI terhadap fungsi BRIN hanya fokus ke koordinasi dan memperkuat lembaga riset. Penulis lebih setuju agar peneliti di kementerian digabung dengan BRIN karena berdasarkan pengalaman, peneliti junior di kementerian salah satu contohnya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kurang mendapat perhatian karena selain banyaknya administrasi yang dihadapi seperti administrasi di internal maupun eksternal (seperti LIPI, Kemenristek dan lain-lain).

Masalah lain yang membuat penulis tidak setuju peneliti di internal kementerian adalah karena kurang dana penelitian. Fakta di kementerian tersendiri, masalah dana masih menjadi masalah klasik terutama peneliti muda walaupun ada yang menyebut bahwa dapat melaksanakan kerjasama dengan pihak luar.

Peneliti muda dalam hal ini masih mendapat kendala jika melakukan kerjasama dengan pihak luar seperti jam terbang yang masih minim. Dari sisi ini, peneliti muda terkadang di internal kementerian masih ditemui tidak memiliki judul ataupun jika ada judul tidak layak untuk menghasil produk jurnal internasional. Contoh kasus adalah di lembaga riset kementerian masih dijumpai banyaknya peneliti yang tidak memiliki judul akibat keterbatasan dana yang ada dan kurangnya motivasi yang kuat dari senior. Hal ini berbeda dengan di lembaga riset lain sebut saja LIPI dimana para peneliti muda yang baru masuk langsung dibimbing oleh peneliti senior sehingga lingkungannya dibuat sedimikian rupa akan menjadi penerus peneliti senior tersebut.

Di internal lembaga riset kementerian masih banyak dijumpai peneliti-peneliti muda dalam peribahasa seperti ayam yang ditinggalkan induknya. Peneliti muda dibiarkan mau seperti apa atau dengan kata lain dibimbing tapi masih setengah hati. Peneliti muda yang beruntung jika senior dapat membimbing dengan intensif dan mengarahkan masalahnya adalah masih dijumpai peneliti muda yang sama sekali tidak difasilitasi, tidak dibimbing, tidak diarahkan atau dengan kata lain setengah hati. Kejadian ini tentunya membuat peneliti-peneliti muda akan putus asa atau bahkan mutasi ke jabatan di luar peneliti karena kurang kondisifnya lingkungan di internal sendirinya.

Peneliti muda dibiarkan sendiri mencari jati dirinya dengan dukungan yang kurang dari lingkungannya. Jika pribadi peneliti tersebut memiliki gen peneliti yang tingginya tentu tidak masalah tetapi sebaliknya jika gen penelitinya kurang atau dengan kata lain setengah hati akan menjadi masalah dikemudian hari.

Peneliti Muda Memilih BRIN

Fakta-fakta diatas tentunya masih dijumpai di lembaga riset manapun termasuk di lembaga riset kementerian sehingga membuat sebagian para peneliti muda mengharapkan dengan masuknya ke lembaga BRIN membawa secercah harapan agar aspirasi dari kaum peneliti muda menjadi lembaga riset yang sangat mendukung para peneliti junior dan senior menjadi terbuka.

Faktanya di beberapa kementerian, lembaga riset terkadang masih dianggap sebagai lembaga pendukung atau dengan kata lainnya adalah buangan hal ini dilihat dari segi penganggaran maupun jabatan lembaga litbang anggarannya masih yang terakhir. Ini menandakan bahwa litbang tidak mendapat posisi di beberapa kementerian dan hanya memenuhi kebutuhan para petinggi-petinggi (pejabat).

Di lembaga riset litbang tersendiri pun jika dikaji lagi lebih dalam anggarannya, porsi penelitian terkadang masih sangat minim dibanding dengan lembaga manajemen (diluar litbang). Sungguh sangat miris, bernama lembaga riset tetapi dari aspek political will masih tidak mencerminkan lembaga tersendiri sehingga yang terjadi adalah arah orientasi litbang tersebut menjadi hanya memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan sehingga sangat jauh dari harapan pemerintah agak bermanfaat bagi masyarakat.  Belum lagi peraturan baru terkait angka kredit peneliti yang baru yang dikeluarkan oleh Kemenpan dan LIPI dimana target peneliti menjadi lebih berat kedepannya.

Permasalahan yang selalu muncul adalah lingkungan dari peneliti tersebut sebaiknya kurang lebih sama (dukungan manajemen). Peneliti yang berada pada dukungan manajemen yang sangat layak tentunya akan diuntungkan dengan target yang ditentukan atau dalam hal ini tidak khawatir tetapi peneliti yang berada dimanajemen yang kurang mendukung pastinya akan menimbulkan masalah atau kurang efektif.

Harapan Peneliti Muda kepada BRIN

Isu BRIN ini tentunya membuat gejolak bagi kalangan peneliti secara umum adalah peneliti muda maupun senior karena adanya tarik menarik antar lembaga. Kebijakan pemerintah membentuk BRIN tentunya berdasarkan fakta-fakta di lapangan tersebut sangat diapreasiasi terkhusus kepada peneliti-peneliti muda atau junior dengan harapan akan membuat mereka semakin diberdayakan sehingga dapat memenuhi amanah undang-undang bahwa hasil riset itu bermanfaat bermasyarakat terlebih lagi dengan adanya peraturan baru terkait tanggung jawab peneliti yang semakin besar jika dilihat dari angka kredit peneliti terbaru.

Terlepas pro dan kontra yang dihadapi saat ini, seperti adanya keinginan dari beberapa peneliti senior ingin tetap mengabdi di lembaga riset kementerian juga karena menyangkut beberapa aspek seperti akan menghadapi lingkungan baru, kepakaran, dan lain-lain yang tentunya perubahan akan berdampak kepada hajat hidup mereka terlebih yang selama ini sudah cukup diberdayakan di internal lembaga riset kementerian.

Menristek dalam hal ini sebagai Kepala BRIN harus mampu menjawab permasalahan-permasalahan untuk menentukan arah riset Indonesia kedepannya agar sesuai dengan amanah undang-undang bahwa lembaga riset menjadi dasar menentukan kebijakan dan hasil riset menjadi bermanfaat bagi masyarakat.

Menristek harus berani mengambil keputusan yang walaupun pahit dan menghalangi kepentingan banyak pihak agar dapat membawa lembaga riset di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Menristek harus duduk bersama dengan melibatkan para pihak terlebih kepada peneliti-peneliti muda sebagai penerus kedepannya. Dialoglah dengan peneliti-peneliti muda yang ada di lapangan karena sejatinya dari masalah lembaga riset selama ini dapat diatasi jika sesekali menggunakan pisau analisis dari peneliti muda demikian juga sebaliknya dari pisau analisis peneliti senior pasti berbeda pendapat mereka menilai lembaga riset itu sendiri.

Peneliti senior pastinya akan mencari format kebijakan yang akan menguntungkan mereka terlebih selama ini jika mereka mendapat dukungan yang sangat baik dari manajemen. Menristek diharapkan dapat menjembatani kebutuhan para peneliti senior dan junior untuk menerapkan konsep BRIN kedepannya agar lembaga riset di Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Tulisan ini adalah murni sebagai salah satu aspirasi peneliti muda salah satunya saya dan tidak ada maksud menyalahkan siapapun dan kebetulan disaat yang bersamaan Menristek masih mencari format yang baik untuk BRIN kedepannya.

*Johansen Silalahi, S.Hut, M.Sc
(Peneliti Muda di BP2LHK Aek Nauli)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun