Mohon tunggu...
Johan Rama
Johan Rama Mohon Tunggu... -

"Hendak menggaruk tidak berkuku"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Caleg Antikorupsi, Strategi Publik Memenangkan Demokrasi

3 April 2014   04:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:09 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepekan menjelang pileg 2014, kebutuhan publik untuk mengidentifikasi sosok-sosok caleg yang memiliki komitmen antikorupsi kian mengemuka. Pasalnya, sebagaimana dilaporkan oleh Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), dalam pileg kali ini terdapat sekian nama-nama caleg incumbent yang 90%-nya terindikasi pernah terlibat kasus korupsi. Bisa dibayangkan seandainya orang-orang itu terpilih lagi untuk menjabat selama lima tahun ke depan. Alih-alih menjadi alat perubahan, pemilu hanya akan jadi sumber kerusakan bagi kehidupan bernegara kita.

Untung saja, hari ini kita hidup di tengah masyarakat yang relatif lebih “awas”. Dibandingkan lima tahun lalu, saat ini publik kita telah semakin sadar bahwa korupsi bukan sekedar merugikan perekonomian negara, tapi juga menindas upaya pemenuhan hak-hak asasi warga. Sekurang-kurangnya, hal ini terlihat dari maraknya peredaran opini yang menyatakan ketidakpercayaan publik terhadap tubuh parlemen, yang notabene kerap terjangkit kasus korupsi. Meski di satu sisi fenomena ini memperlihatkan semacam sinisme terhadap proses politik, namun di sisi lain sinisme itu juga merupakan pertanda bahwa masyarakat kita tak lagi bisa dibodoh-bodohi. Sekarang masyarakat telah tahu benar bahwa rezim yang berjalan sepanjang periode 2009-2014 ini adalah rezim korup yang miskin manfaatnya bagi kehidupan bersama.

Namun, solusi itu bukannya tak ada. Di negara demokrasi seperti Indonesia, publik selalu punya kekuatan untuk mengoreksi kinerja rezim-rezim yang berkuasa. Kekuatan itu terutama mewujud dalam pemilu yang diselenggarakan secara rutin, jujur, adil dan terbuka. Lewat pemilu demokratis, seluruh warga negara dapat menyeleksi ulang wakil-wakilnya di pemerintahan serta menentukan sendiri siapa-siapa saja yang akan memimpin jalannya negara. Idealnya, pada momen itulah kita berkesempatan untuk menyusun tata kekuasaan baru, yang diharap-harap akan lebih baik dari periode sebelumnya.

Belum lagi, publik kini juga lihai memanfaatkan teknologi informasi untuk penguatan sikap politik warga. Contohnya minggu lalu, beberapa lembaga swadaya masyarakat yang aktif di bidang penegakkan HAM baru saja meluncurkan gerakan Bersih2014. Gerakan ini merupakan sebuah inisiatif sipil untuk menyediakan informasi tentang alternatif pilihan nama-nama caleg dengan reputasi bersih (www.bersih2014.net). Tanpa memperdulikan latar belakang partainya, gerakan ini merekomendasikan 97 caleg potensial yang memiliki riwayat baik dalam melakukan kerja pengabdian untuk masyarakat. Taufik Basari, Ulung Rusman, Nur Amalia, Prita Mulyasari, dan Idham Arsyad adalah sebagian dari nama-nama yang telah cukup punya tempat di hati masyarakat.

Namun, tak sekedar mengupayakan penggalangan simpati, Bersih2014 juga menjalin semacam ikatan pertanggungjawaban dengan caleg-caleg yang mereka rekomendasikan. Seandainya caleg-caleg itu kelak terpilih dan terjerumus ke dalam perilaku koruptif, jaringan sipil ini memastikan dirinya akan jadi pihak terdepan yang melakukan perlawanan.

Dengan demikian, selama pemilu demokratis masih berlangsung, berbagai cacat di wajah Indonesia masih amat mungkin untuk diperbaiki. Hanya saja, akhirnya tanggungjawab perbaikan itu memang berada di tangan kita para konstituen. Melacak keberadaan caleg antikorupsi dan memastikan keterpilihan mereka di pileg 9 April 2014 nanti adalah salah satu langkah kunci yang harus kita tempuh bersama. Itulah jaminan minimal yang bisa kita usahakan agar di waktu-waktu mendatang negara ini dapat berfungsi sesuai amanat yang melekat padanya, yakni mewujudkan masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Semoga.

Rujukan:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun