Mohon tunggu...
Johan G.M Pardede
Johan G.M Pardede Mohon Tunggu... Lainnya - Asliii

Selalu memandang masalah secara objektif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Daripada Demo Melulu, Berikut Alternatif Lain dalam Menentang Pemberlakuan UU

12 Oktober 2020   17:26 Diperbarui: 12 Oktober 2020   17:35 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana COVID yang masih terjadi saat ini mengharuskan setiap orang melakukan social distancing atau jaga jarak. Cara tersebut dianggap mampu untuk membendung tali penyebaran COVID. Meski peringatan tersebut sudah didengung-dengungkan pemerintah sejak dulu tapi masih banyak masyarakat yang cenderung abai. Tercatat sampai saat ini jumlah penderita COVID sudah lebih dari 300 ribu.

Ibarat jatuh tertimpa tangga pula, pada masa kelam seperti ini, masyarakat khususnya mahasiswa malah melakukan demo besar-besaran untuk menentang pengesahan UU Omnibus Law yang dipandang lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. 

Benar memang demonstrasi merupakan salah satu bentuk pengekspresian terhadap kebijakan pemerintah, namun ada baiknya melihat kondisi saat ini tidaklah arif melakukan demikian, apalagi sampai melakukan tindakan vandalisme. Daripada menambah kluster baru penyebaran COVID, mahasiswa atau penentang UU tersebut dapat melakukan cara-cara berikut dalam mengekspresikan pendapatnya.

Cara Alternatif #1 Membuat Lagu

Lagu merupakan salah satu karya seni yang tak akan lekang oleh waktu. Lihat saja, tiap zaman mempunyai lagu yang menggambarkan kondisi sosial saat itu. Di zaman orde baru sempat booming lagu Bento yang diciptakan Om Iwan Fals, konon katanya lagu itu menggambarkan kondisi hukum masa itu yang sangat timpang. 

Lirik-liriknya meski sederhana tapi memiliki arti yang sangat mendalam. Oleh sebabnya orang-orang yang menentang UU Omnibus Law sebaiknya menggubah sebuah lagu agar keadaan masa kini dapat diketahui generasi mendatang.

Dengan cara itu pula, pemerintah segera terenyu terhadap lagu yang menggambarkan benak psikologis masyarakat oleh pengesahan undang-undang tersebut. Bisa saja tuntutan para demonstran akan segera terealisasi. Pemerintahpun nantinya bakalan kagum jika para pendemo menyampaikannya dengan cara seperti itu dan merasa tidak sia-sia menggelontorkan dua puluh persen dana APBN terhadap bidang pendidikan.

Cara Alternatif #2 Membuat Tulisan

Nah, cara membuat dengan tulisan seperti ini adalah cara yang sangat dipandang sebagai cara yang elegan. Di sini para penentang UU Omnibus Law dapat melakukan kajian-kajian atas apa saja dampak yang terjadi bila Omnibus Law diberlakukan. Rekan-rekan juga bisa menambahkan skenario paling optimis sampai dengan skenario paling pesimis yang akan terjadi jika undang-undang itu maksimal diterapkan.

Cara mengkritik dengan tulisan seperti itu sudah pernah dilakukan oleh seorang demonstran dahulu kala, yaitu Soe Hok Gie. 

Berkat tulisannya saat itu, generasi saat ini dapat menelaah keadaan yang lebih objektif pada masa itu tanpa harus tertutupi oleh sosok tokoh yang berkharisma. 

Dengan membuat catatan seperti itu maka sumber literatur kalangan mahasiswa di masa depan akan mendapatkan jenis tulisan yang isinya menggebu-gebuh tanpa dicampuri pihak lain.

Cara Alternatif #3 Membuat Petisi

Selain kedua cara di atas, para penentang undang-undang itu juga dapat menggunakan cara dengan mengumpulkan petisi. Petisi yang dibuat nantinya bisa dilakukan secara online dan secara massif. 

Dengan melakukan tindakan demikian, pemerintah bakal terenyu dengan solidaritas para masyarakat Indonesia. Meski di tengah kekalutan COVID, namun para masyarakat yang menentangnya dapat menunjukkan rasa persatuan tanpa mesti harus berkumpul. Setidaknya cara seperti itu menunjukkan bahwa kalangan masyarakat tetap solid tidak seperti pemerintah yang sering miskomunikasi.

Cara Alternatif #4 Judical Review

Kalau berbicara mengenai cara yang paling manjur dalam menolak pemberlakuan undang-undang yaitu tindakan Judical Review. Di situ para penentang undang-undang yang sudah disahkan, mengajukan keberatannya secara tertulis ke Mahkamah Konstitusi. Lalu para hakim MK akan menguji dalil-dalil yang dipermasalahkan itu terhadap UUD 1945. 

Jika dirasa pasal-pasal yang dipermasalahkan itu memang melanggar UUD 1945 maka pasal tersebut akan dianulir. Tetapi jika pasal-pasal itu masih sejalan dengan UUD 1945 maka pasal-pasal yang dipermasalahkan tersebut tetap berlaku.

Sejatinya demonstrasi memang salah satu bentuk pengekspresian pendapat oleh masyarakat umum. Tapi seperti istilah yang mengatakan "lakukanlah sesuatu sesuai pada tempatnya" tetap berlaku pada saat ini. 

Demonstrasi bukanlah tindakan yang bijaksana kalau dilakukan saat ini. Dengan melakukan kegiatan tersebut akan membuat penumpukan massa yang malah ditakutkan akan menambah lonjakan penderita Covid. Padahal jumlah tenaga kesehatan maupun daya tampung rumah sakit sudah mulai menurun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun