Tidak terasa, pandemi  corona sudah menerjang Indonesia selama 3 bulan terhitung semenjak diumumkan kasus pertama pada tanggal 2 Maret. Penderita corona kian meningkat. Dalam pencegahan penambahan pasien, pemerintah memberlakukan PSBB.Â
Akibatnya aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Masyarakat hanya diperbolehkan keluar rumah untuk melakukan kegiatan yang penting seperti membeli kebutuhan pokok. Imbasnya banyak sektor perekonomian yang lumpuh.
Kelumpuhan ekonomi terutama dialami oleh para pengusaha UMKM. Mereka yang sedianya mendapat penghasilan dengan berjualan kecil-kecilan terpaksa menutup gerainya.Â
Padahal, UMKM turut menyumbang 60 persen PDB Indonesia. Terbukti dari negara kita ini yang selamat saat krisis 1998 berkat peran UMKM. Bila kondisi seperti ini dibiarkan terus menerus akan dapat memicu resesi.
Selain itu, pariwisata yang sempat didengung-dengungkan pemerintah sebagai sektor penambah pendapatan masyarakat, juga ikut lumpuh. Banyak karyawan hotel yang harus dirumahkan sebab tidak adanya  pengunjung.Â
Tour Guide, yang selama ini bertugas untuk memandu para wisatawan juga terpaksa gigit jari. Besaran kerugian yang diakibat pandemi corona menurut BKF berada di kisaran 320 triliun.
Gambaran perisitiwa itu menampilkan begitu pelik kondisi saat ini. Ketidakpastian seolah menjadi penanda situasi saat ini. Selain kondisi kesehatan, psikis dan perekonomian masyarakat juga terguncang. Untuk itu masyarakat dianjurkan mengikuti anjuran pemerintah.
Tapi di kala ketidakpastian ini, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral masih memberi secercah sinar harapan dalam perbaikan ekonomi. Bank Indonesia di tengah dampak corona malah berhasil memacu perekonomian menjadi lebih baik, terbukti dari keberhasilannya membawa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar ke kisaran 13.900.
Jika diibaratkan, Bank Indonesia adalah pengatur lalu lintas perekonomian. Bank yang di bawah naungannya adalah mobil-mobil yang melaju. Untuk mendukung kelancaran perbankan di Indonesia dan Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia sebagai pengatur lalu lintas membuat peraturan yang harus ditaati.
Bank Indonesia berfokus pada kebijakan makropudensial sebagai upaya untuk mencapai Stabilitas Sistem Keuangan. Kebijakan ini diimplementasikan dengan berbagai stimulus baik di bidang fiskal (perpajakan), non-fiskal (ekspor-impor), dan moneter agar  perekonomian terjaga.
Pemilihan kebijakan itu didasarkan dari pengalaman krisis yang terjadi. Kebijakan pada level mikrosistem tidak cukup untuk mengatasi perilaku risk taking behavior institusi keuangan. Sementara kebijakan moneter yang difokuskan pada stabilitas harga tidak secara langsung menjangkau permasalahan di level mikrosistem keuangan. Juga kebijakan ini menghindarkan risiko sistematik.
Dalam komponen kebijakan itu, berbagai lapisan mesti turut terlibat seperti pasar keuangan, lembaga keuangan, Â perusahaan keuangan, infrastruktur keuangan, dan rumah tangga.
Individu sebagai kesatuan pembentuk rumah tangga dan masyarakat berperan vital. Individu mesti berperan sebagai subjek perekonomian. Masyarakat yang kalap akan cenderung merusak perekonomian.Â
Sebagai contoh ketika terjadinya panic buying pada masa awal corona ke Indonesia, Mall salah satu di Jakarta diserbu oleh pengunjung. Akibat kepanikan itu semua barang pokok habis dan muncul kelangkaan. Â Harga barang-barang juga segera melambung tinggi.Â
Untuk menghindari ketidakpastian harga itu, ada beberapa langkah yang mesti dijalankan oleh setiap individu dalam membentuk stabilitas sistem keuangan.
1. Membeli Barang Seperlunya
Untuk saat ini bisa dibedakan dengan kejadian 1998, saat itu marak terjadi rush money karena ketidaktentuan ekonomi yang membuat masyarakat khawatir uangnya raib. Akibatnya bank banyak yang collapse.
Kondisi yang terjadi saat ini adalah panic buying. Masyarakat membeli barang tertentu dengan jumlah yang besar. Sebagai contoh harga masker sempat menyentuh harga ratusan ribu karena pembeliannya dalam jumlah besar. Hal itu sesuai dengan hukum ekonomi permintaan meningkat membuat harga barang ikut naik.
2. Menghindari Penarikan Uang Tunai
Rush Money dan panic buying mempunyai kesamaan yaitu objek uang. Uang yang seharusnya harus berada di bank akan habis jika masyarakat menarik uang secara bersamaan. Padahal uang itu digunakan sebagai jaminan dalam transaksi perbankan. Jika sempat itu terjadi akan membuat bank lumpuh disebabkan habisnya ketersediaan uang.Â
Lagipula, masyarakat tidak perlu takut akan keberadaan uangnya di Bank. Situasi perbankan saat ini dan dulu sudah berbeda. Dulu belum memadai lembaga yang memantau keaman uang dari nasabah.Â
Sekarang Bank Indonesia dalam menjalankan kestabilan sistem keuangan berkolaborasi dengan Kemenkeu, OJK, dan LPS sebagai bentuk komitmen keamanan uang nasabah.
Selain itu dengan masih masifnya penularan wabah, kecerdasan masyarakat dituntut. Saya pribadi cenderung menggunakan aplikasi online setiap bertransaksi. Sehingga peluang untuk melakukan kontak dengan orang dapat tercegah.
3. Menolak Berita Hoax
Ingatlah dengan pepatah you are what are you eat. Jika terbiasa menerima berita hoax akan membentuk mindset panik dalam pikiran. Sebagai pembaca yang baik, lakukan pemilahan informasi yang diterima dan jangan terlalu gampang membagikan berita hasil sharingan di WhattsApp atau media sosial lainnya yang belum jelas kebenarannya. Cara mengeceknya lakukan crosscheck ke media arus utama atau dengarkan berita yang disampaikan oleh pemerintah.
4. Menebar Kebaikan
Sebagai Blogger saya turut mempunyai andil dalam persebaran berita. Untuk itu, saya selalu memberitakan hal yang positif maupun cerita inspiratif. Atau bisa mengirim pesan melalui WA yang menggugah rasa optimis dan ajakan untuk turut mendoakan para penderita dan medis. Hal itu dapat sebagai penambah imun masyarakat. Dengan imun yang baik akan membentuk kesehatan dan mental yang baik. Situasi panik dan khawatir akan terhindarkan.
5. Mengonsumsi barang buatan dalam negeri.
Barang impor sebaiknya dihindari pembeliannya sementara ini. Sebab produk tersebut belum terpastikan kesterilannya. Sebaiknya mengonsumsi barang dalam negeri yang akan memperbaiki perekonomian masayarakat sebagai wujud saling membantu. Ini momentum yang tepat menunjukkan rasa cinta dalam negeri dengan mengonsumsi produk buatan Indonesia.
Hal di atas merupakan beberapa kiat Cerdas Berperilaku dalam masa pandemi corona. Dengan melakukan semua tindakan itu, akan membuat Makroprudensial Aman Terjaga. Imbasnya masyarakat akan selamat dalam kesehatan maupun perekonomiannya.
Tapi sebagai manusia yang tawakal. Kita harus memandang bahwa setiap peristiwa selalu menampilkan dua sisi layaknya mata uang. Sebagai makhluk pembelajar ada hikmah dan pembelajaran yang bisa kita ambil.
Sebagai contoh mempersiapkan dana darurat. Seperti kata pepatah, lebih baik mencegah dari mengobati. Di tengah pandemi ini diingatkan kesadaran akan perlunya dana darurat.Â
Dengan adanya dana darurat akan mengurangi "beban" tidak terduga atas masa depan, seperti bencana ataupun musibah. Â Jika tidak terjadi permasalahan apa-apa, dana darurat itu bisa kita gunakan sebagai reward atas kerja keras kita selama ini untuk sekadar berbelanja atau travelling.
Terakhir, kita bisa mempelajari berbagai skill berbasiskan online. Dengan kemajuan zaman saat ini menunjukkan bahwa peran digital semakin penting.Â
Sebagai mahasiswa, saya menggunakan waktu kosong untuk tidak keluar rumah dengan belajar berbagai skill yang tersedia di platform online. Dengan melakukan itu membuat kemampuan saya bertambah sebagai bekal untuk kerja nantinya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H