Pemerintah akhirnya membatalkan kenaikan harga BBM dengan subsidi. Walaupun beberapa saat sebelumnya sempat diumumkan akan naik oleh menteri ESDM Ignasius Jonan. Rencananya bahan bakar merk Premium akan naik dari Rp 6.550 menjadi Rp 7.000.
Kenaikan harga tersebut sejatinya adalah hal yang wajar ditengah naiknya harga minyak mentah serta jatuhnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. Harga minyak mentah sempat mencapai 8,54 Dollar per barrel dan Rupiah berada dilevel Rp 15.260 per Dollar Amerika.
Langkah tersebut akhirnya di intervensi oleh Jokowi untuk membatalkan kenaikan harga BBM subsidi, namun BBM non subsidi tetap naik harganya.
![Trend Harga Minyak Dunia | Dokumentasi Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/11/harga-minyak-5bbef216aeebe1315f1be5f3.jpg?t=o&v=770)
Namun menjelang tahun politik pilpres 2019, menaikkan harga BBM subsidi tentu bukan opsi yang menarik. Belum resmi naik saja politisi dari pihak oposisi sudah ramai mengkritik kebijakan tersebut.
Contohnya seperti Fadli Zon yang mengubah lirik lagu naik-naik ke puncak gunung menjadi sindirikan kenaikan BBM dan Listrik.
NAIK NAIK BBM NAIK
TINGGI TINGGI SEKALI
NAIK NAIK LISTRIKPUN NAIK
TINGGI TINGGI SEKALI
NAIK NAIK PAJAK PUN NAIK
TINGGI TINGGI SEKALI
KIRI KANAN KULIHAT SAJA
BANYAK RAKYAT SENGSARA 2x.
Saya agak kurang setuju dengan politisasi harga BBM. Bila sudah saatnya BBM naik, seharusnya jangan dipolitisasi hingga pemerintah terpaksa tidak menaikkan harga BBM. Jangka pendek langkah tersebut seolah akan terlihat bagus, namun untuk jangka panjang tentu tidak bagus.
Seharusnya kita bisa belajar dari negara seperti Venezuela yang akhirnya harus mengakui bahwa jor-joran memberikan subsidi itu tidak baik.
Saya kadang heran dengan komentar beberapa politisi, mereka tidak suka negara banyak hutang. Tapi disaat nilai tukar Rupiah tertekan ditambah harga minyak dunia menanjak mereka tidak setuju harga BBM dinaikkan. Pemerintah mau dapat uang dari mana untuk menambal selisih kenaikan tersebut? Apakah solusinya harus mengorbankan Pertamina selaku BUMN migas? Jika Pertamina sampai tumbang, lagi-lagi pemerintah yang disalahkan.
Bila memang mencintai negara ini, seharusnya politisi lebih cerdas dalam mengambil langkah. Selain itu orang-orang yang memiliki mobil pribadi juga jangan membeli premium. Minimal beli pertalite dan lebih bagus lagi kalau mau beli pertamax. Jangan terus-terusan menekan beban anggaran subsidi negara. Biarkan premium dikonsumsi oleh masyarakat yang kurang mampu.
Beberapa kali saat saya di SPBU kadang-kadang saya suka geleng-geleng kepala lihat mobil bagus beli premium. Sedangkan didepan saya ada motor butut yang bodinya sudah pecah-pecah dan tak lengkap justru beli pertamax. Jadi sebenarnya siapa sih yang tidak mampu?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI