Dalam sebuah acara pembekalan calon legislatif PAN di Grand Paragon di Jakarta Minggu kemarin, Prabowo mengaku mendapatkan ilmu soal strategi berpolitik dari tokoh-tokoh Partai Amanat Nasional (PAN).
Yang viral menjadi pergunjingan di masyarakat adalah penyataan Prabowo tentang Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Dalam acara yang diliput oleh media nasional tersebut, Prabowo bercerita tentang upaya Zulkifli yang merancang strategi menurunkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Pilkada DKI 2017 lalu.
Saya lantas berpikir mengapa orang ramai memperbincangkan hal tersebut. Ternyata hal itu dinilai sebagian pihak sebagai tindakan yang blunder. Justru cenderung merugikan Prabowo sendiri pada pilpres 2019.
Saya paham maksud hati Prabowo mungkin ingin menyanjung ketua umum PAN dihadapan para calon legislatif. Namun karena ada media Nasional maka apa yang dia katakan menjadi konsumsi publik.
Bagaimana publik menilai pernyataan Prabowo itu adalah diluar kendali siapapun. Bahkan media nasional pun hanya memberitakan apa yang diucapkan Prabowo apa adanya.
Ia menyebutkan, strategi mengalahkan Ahok sempat disusun di rumah dinas Zulkifli. Salah satunya adalah dengan menerjunkan tokoh-tokoh hingga tingkat RT dan RW.
"Sekarang tidak perlu rapat akbar, tokoh-tokoh turun ke RT. Habis itu kami kembali ke DPP langsung kami turun ke RT. Enggak usah rapat besar karena kami termasuk enggak punya duit waktu itu," kata Prabowo sembari tertawa. (sumber)
Para pendukung Ahok yang awalnya agak galau mau mendukung Jokowi kini justru yakin mendukung Jokowi. Awalnya mereka agak ragu karena Jokowi memilih wakil yang dianggap memberatkan Ahok selama persidangan kasus penistaan agama.
Jika saya jadi penasehat Prabowo, saya akan menyarankan beliau untuk tidak menyinggung soal Ahok. Karena pendukung Ahok diseluruh Indonesia jumlahnya tidak sedikit. Sebenarnya apa yang disampaikan Prabowo sangat baik bila disampaikan dalam pertemuan tertutup yang tidak diliput oleh media. Jadi hanya menjadi konsumsi internal PAN saja.
Masih ada peluang merebut hati mereka dari tangan Jokowi dengan memanfaatkan celah pilihan wakil Presiden Jokowi. Namun gara-gara statement ini para pendukung Ahok justru berbalik mantap mendukung Jokowi.
Menurut analisa saya kunci kemenangan Prabowo terletak pada seberapa jauh kubu Prabowo mampu mendapat suara dari kaum nasionalis. Karena pendukung Prabowo yang radikal jelas tetap setia dan tidak akan memilih Jokowi.
Apalagi kini sudah dilakukan Ijtimak Ulama 2 yang sudah memberi keputusan final untuk mendukung Prabowo Sandi. Tidak akan ada keraguan lagi bagi pendukung Prabowo yang radikal untuk mendukung Prabowo.
Tanpa suara para kaum nasionalis, mustahil Prabowo bisa mengalahkan Jokowi. Sebab dari hasil survey yang terakhir, Jokowi masih unggul secara telak dibandingkan Prabowo.
Dalam survey SMRC antara bulan Mei -- Juni 2018 hasilnya Jokowi unggul di pulau Jawa. Pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia. Lebih detail lagi di Jawa Barat, Jokowi mendapatkan dukungan 48,3 persen. Sedangkan Prabowo hanya 37,8 persen. Sementara di Jawa Tengah, Jokowi sangat dominan dengan dukungan 73,5 persen, di atas Prabowo yang mendapat dukungan 16,7 persen. Di Jawa Timur, Jokowi mendapat dukungan 58,8 persen dan Prabowo 29,6 persen. (sumber)
Kubu Prabowo tidak perlu ikut campur dalam gerakan-gerakan anti Jokowi. Karena tanpa disuruh pun mereka akan tetap memilih Prabowo. Cukup fokus pada upaya menjangku kaum Nasionalis dan Agamis yang tidak radikal. Tapi menyatukan kedua kelompok ini bukanlah perkara mudah, karena pada dasarnya mereka kurang menyukai satu sama lain. Untuk itu dibutuhkan peran lebih Prabowo Sandi sebagai juru penengah dan pemersatu kedua kelompok tersebut. Jika kubu Prabowo Sandi hanya sibuk mengkritisi Jokowi, hampir bisa dipastikan Prabowo akan kalah lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H