Jika Anda disuruh untuk memilih Path dan Instagram, manakah yang akan Anda pilih? Selain itu alasan apakah yang mendasari pilihan Anda?
Saya tergelitik untuk menanyakan hal tersebut kepada Kompasianers. Sebab malam ini saya mendengar kabar bahwa sosial media Path akan segera menutup layanan. Salah satunya adalah cuitan @sidhanty di twitter seperti gambar di bawah ini.
Masih Bisa Install dan Login
Ternyata saya masih bisa unduh dari playstore, install lalu login dengan lancar. Semua riwayat aktivitas saya di sana juga masih tersimpan lengkap. Saya masih bisa mengunggah foto, judul lagu, checkin bila berpindah kota dan lain-lain.
Memang dulu tahun 2012 hingga 2015 sosial media satu ini sempat populer dan banyak dipakai dikalangan netizen Indonesia.
Serangkaian peristiwa yang viral pernah terjadi gara-gara ungahan di aplikasi ini. Contohnya adalah kasus yang menimpa Florence Sihobing yang terjadi di Yogyakarta.
Florence Sihombing ditahan Polda DIY karena kalimat makian yang dibuatnya di akun path miliknya dilaporkan oleh LSM Jangan Khianati Suara Rakyat (Jati Sura). Â Selain karena laporan salah satu LSM, Ia ditahan karena Polda DIY menganggap apa yang dilakukan Florence Sihombing merupakan delik absolut yang tidak perlu ada laporan sebelumnya. (sumber)
Keluarga Bakrie sempat dikabarkan membeli saham Path
Melansir berita Kompas.com yang dirilis 28 Februari 2014, Path angkat bicara mengenai isu yang mengatakan bahwa Bakrie Global Group (Bakrie Telecom) memiliki saham mayoritas di perusahaan tersebut.
Path mengklarifikasi bahwa kepemilikan saham Bakrie tak lebih dari satu persen.
Dalam sebuah keterangan kepada media, Path mengatakan, Bakrie merupakan salah satu dari sejumlah investor yang berpartisipasi dalam investasi Seri C untuk Path yang totalnya mencapai 25 juta dollar AS (atau Rp 304 miliar) pada Januari 2014.
Sebagian kecil dari investasi Seri C tersebut berasal dari Bakrie Global Group. (sumber)
Perbandingan dengan Instagram
Memang jika dibandingkan dengan Instagram, pengguna aktif Path kalah jauh. Menurut saya hal ini disebabkan oleh karena lebih banyak manfaat yang didapatkan di Instagram dari pada di Path.
Pengguna aktif Instagram bisa jualan produk di Instagram. Bahkan hampir semua perusahaan besar yang menjual produk memiliki akun Instagram resmi. Ada manfaat ekonomi yang dirasakan di sana.
Bila memiliki banyak follower, pengguna Instagram bisa menjadi artis Instagram atau biasa disebut selebgram. Selain jadi terkenal, bisa juga mendapatkan uang atau produk bila ada perusahaan yang tertarik untuk bekerja sama dengan sang artis selebgram tersebut.
Selain itu juga sering ada kompetisi yang diadakan di instragram. Mulai dari lomba foto, video, yang berhadiah produk hingga uang jutaan rupiah. Sekali lagi ada berbagai kesempatan untuk tidak hanya aktualisasi diri, melainkan ada celah untuk mendapatkan uang dari sana.
Belum lagi bagi golongan orang-orang dengan agenda politik. Mereka yang mengkampanyekan untuk memilih atau menolak tokoh politik juga aktif menggunakan Instagram untuk menyalurkan aspirasi mereka.
Dalam persaingan sosial media yang ketat, hanya yang mampu menjawab sebanyak banyaknya kebutuhan dasar manusia lah yang akan menang. Mungkin kita butuh aplikasi untuk mengutarakan isi hati, mungkin kita butuh aplikasi sosial media untuk berkomunikasi, namun lebih baik lagi bila bisa menghasilkan uang dari sana.
Memang uang bukan segala, namun pada kenyataannya semua orang masih membutuhkan uang untuk hidup di zaman sekarang. Maka apapun yang masih menghasilkan uang adalah sesuatu yang lebih menarik dan dibutuhkan. Sosial media yang masih menghasilkan uang akan bertahan, sedangkan yang tidak akan tenggelam dan terlupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H